Jumat, 24 November 2017

LAFADZ KULLU DALAM KULLUDOLALAH

KUPAS TUNTAS LAFADZ "KULLU" dan SYUBHAT-SYUBHATNYA
.
(BACA SAMPAI HABIS)

Bahasan ini telah dan sepertinya akan terus menjadi perdebatan sepanjang sejarah Islam.. Ketika dijelaskan bahwa semua (kullu) bid'ah itu sesat berdasarkan dalil, maka akan begitu banya syubhat yang siap menentangnya..
.
"Bagaimana dengan ayat ini itu yang juga menggunakan lafadz "kullu" ??"
.
Demikianlah kurang lebih syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh saudaraku untuk melegalkan bid'ah hasanah.. Sebagai salah satu contoh syubhat yang selalu didengungkan oleh saudara- saudara kita yang sangat mencintai Bid'ah Hasanah adalah : "Lafazh KULLUN tidak selalu dimaknai semua/setiap.
Dalilnya adalah surat Al-Baqoroh: 260, pada lafazh
" KULLI JABALIN ". Mereka biasanya mengambil dalil (dalih :red) ini dari perkataan Imam Malik dalam Kitab Al- Iftiyyah..
.
Benarkah lafadz kullun tidak mesti bermakna semua/setiap ??
.
Berikut ini penjelasannya : ⏬
..
.. Ketahuilah bahwa lafazh KULLUN memiliki 2 bentuk :
.
1. KULLUN dengan makna Muqoyyad (terikat, terbatas)
.
2. KULLUN dengan makna Muthlaq (bebas, umum)
.
* KULLUN MUQOYYAD adalah lafazh Kullun yang dalam penggunaannya hanya mencakup semua hal/perkara yang masuk dalam konteks kalimat atau tema kalam (pembicaraan).
.
* KULLUN MUTHLAQ adalah lafazh Kullun yang mencakup semua hal/perkara tanpa pembatasan konteks kalimat atau tema kalam (pembicaraan).
.
Perhatikan contoh berikut :
.
- Contoh KULLUN MUQOYYAD :
.
Anda memiliki 5 mobil. Ibu Anda berpesan kepada Anda :
.
"SEMUA MOBIL harus selalu dijaga dan dirawat dengan baik"
.
Apakah lafazh SEMUA MOBIL (KULLU SAYYAAROTIN) pada kalam di atas mencakup SEMUA mobil yang ada di dunia ini secara mutlak tanpa pembatasan ????
.
Tentu saja TIDAK. Melainkan hanya mencakup SEMUA mobil yang dibatasi dalam konteks kalimat atau tema kalam, yaitu : SEMUA MOBIL yang Anda miliki..
.
- Contoh KULLUN MUTHLAQ :
.
Jika kita katakan :
.
"SEMUA MOBIL tentu membutuhkan sumber energi untuk bisa bergerak."
.
Apakah lafazh SEMUA MOBIL (KULLU SAYYAAROTIN) pada ucapan di atas mengandung makna pembatasan, yakni mobil-mobil tertentu saja ????
.
Atau justru mengandung makna pemutlakan dan bebas tanpa terikat oleh konteks kalimat atau tema kalam, yakni berlaku pada SEMUA mobil di dunia ini ????
.
Jawabannya tentu yang kedua, yakni mengandung makna pemutlakan tanpa terbatas pada konteks kalimat atau tema kalam..
.
Perhatikanlah !!!
.
Sama-sama memakai lafazh SEMUA MOBIL (KULLU SAYYAAROTIN). Tapi yang satu mengandung makna pembatasan ; dan yang lainnya mengandung makna pemutlakan.. Demikianlah lafazh KULLUN.. Memang ada yang Muqoyyad, ada pula yang Muthlaq..
.
Cara mengetahui perbedaannya adalah : Dengan melihat konteks serta latar belakang kalimat yang diucapkan..
.
Dengan demikian.. Terkait dengan ayat 260 surat Al-Baqoroh : "Tsummaj'al 'alaa kulli jabalin minhunna juz'an..."
.
Maka : Lafazh KULLI JABALIN (semua gunung) pada ayat ini tentunya harus kita pahami sebagai Kullun Muqoyyad, tidak mungkin Kullu Muthlaq !!
.
Mengapa ???? Tentu. Karena yang dimaksudkan dengan "semua / setiap gunung" pada ayat tersebut adalah terbatas / terikat hanya pada SEMUA gunung- gunung yang dinaiki oleh Nabi Ibrahim 'alaihis salaam ketika itu, bukan semua gunung yang ada di dunia ini.. Karena, bagaimana mungkin Nabi Ibrahim akan meletakkan bagian-bagian burung yang sudah dipotong-potong di atas semua gunung di dunia ini ??? Tentu tidak mungkin.. Maka, sekali lagi, lafazh Kullun pada ayat tersebut adalah Kullun Muqoyyad..
.
Lalu sekarang bagaimana dengan lafazh Kullun yang ada pada hadits : "KULLU BID'ATIN dholaalah...." ????? Maka, kita tentu memahami bahwa lafazh KULLU BID'ATIN (SEMUA BID'AH) di sini adalah Kullun Muthlaq, yang mengandung makna pemutlakan, bebas, umum, tanpa terikat oleh konteks kalimat atau tema pembicaraan, berlaku untuk semua bid'ah tanpa terkecuali.. Bagaimana kita bisa memahami bahwa lafazh KULLUN pada hadits tersebut adalah Kullun Muthlaq ???? Tentu saja dari konteks kalimatnya serta qorinah-qorinah (petunjuk) yang ada dan menyertainya, baik dari konteks kalimat itu sendiri, maupun dari dalil-dalil lain yang shahih, ataupun dengan realita yang ada.. Bukan sekedar akal-akalan dan atau berdasarkan menurut "hemat saya", menurut si dia, si itu, dst..
muslim_mediagram_Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam pada hadits tersebut tidak sedang membicarakan bid'ah-bid'ah tertentu (Muqoyyad), melainkan semua bid'ah (Muthlaq).
.

Ini juga terbukti dari pemahaman dan pengamalan para Shahabat, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in, serta para Ulama Ahlussunnah setelahnya ; yang sebagaimana kita ketahui, mereka semua sangat anti terhadap bid'ah dan selalu memperingatkan umat dari bahaya bid'ah.. Al-Khulaashoh : "Lafazh Kullun pada ayat 260 Al- Baqoroh dan hadits tersebut memiliki sisi yang berbeda.. Keduanya membutuhkan pemahaman yang berbeda.. Tidak boleh menjadikan ayat tersebut sebagai hujjah (argumen) untuk merubah makna Kullun dalam hadits tersebut menjadi makna Muqoyyad, karena jelas Kullun pada hadits itu dengan makna Muthlaq. Adapun keterangan Imam Malik rahimahullah dalam Kitabnya Al-Iftiyyah, tentunya itu Kullun dengan makna Muqoyyad. Buktinya, beliau adalah sosok Ulama yang sangat gigih memerangi bid'ah dan berpegang kuat dengan Sunnah..
.
Sungguh memang benar-benar miris. Demi membela keyakinan adanya bid’ah hasanah, saudaraku yang sangat cinta dengan bid’ah tidak merasa takut, walaupun harus memelintir/menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an tidak sesuai dengan makna yang sesungguhnya.

Mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an bukan dengan metode yang benar yang di syaratkan oleh para Ulama, diantaranya yaitu merujuk kepada penafsiran para Ulama ahli tafsir.

Tapi mereka memaknai ayat-ayat Al-Qur’an mengikuti hawa nafsu.

Sungguh celaka menafsirkan Al-Qur’an dengan hawa nafsu. Padahal Rasulullah sudah memberikan ancaman yang sangat keras.
.
Sebagaimana sabdanya : .
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّار
. “Barangsiapa berkata tentang al-Qur’an tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka”. (HR. Tirmidzi No.2874). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :

وَمَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
.
.
“Barangsiapa mengatakan tentang al-Qur’an dengan akalnya, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka”. (HR. Tirmidzi No.2875). Lafadz kullu (كل) dalam hadts :

كل بدعة ضلالة
. “Semua bid’ah sesat”

Mereka menolak lafadz “kullu” (كل) dalam hadits tersebut diartikan “SEMUA”. Mereka maknai lafadz “kullu” (كل) dalam hadits tersebut dengan arti “SEBAGIAN”. Kemudian mereka menunjukkan lafadz “kullu” (كل) yang terdapat di dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an. Kemudian mereka membuat penafsiran sendiri terhadap ayat-ayat tersebut dengan model penafsiran yang tidak kita temukan dalam kitab-kitab tafsir para Ulama.
.
Berikut ini beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang terkait dengan lafadz “kullu” (كل) yang mereka maknai sesuai hawa nafsu dan kepentingan kelompok
.
⏩ 1. Allah Ta’ala berfirman :

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍ
.
.
”Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. (Q.S Al-Anbiyya ayat 30).
.
Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala menerangkan, bahwa air sebagai sumber kehidupan bagi semua makhluk yang hidup di muka bumi.
.
Artinya : Semua makhluk yang hidup di muka bumi bisa tumbuh dan bertahan hidup karena adanya air.
.
Itulah penafsiran yang benar.

Adapun saudaraku ahli bid’ah, mereka menafsirkannya sebagai berikut :

Lafadz KULLA (كل) pada ayat ke 30 Surat Al-Anbiyya tersebut, maknanya “SEBAGIAN”. Sehingga ayat itu berarti : Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluk hidup. Karena Allah juga berfirman menceritakan tentang penciptaan jin dan Iblis yang berbunyi : “Khalaqtanii min naarin”. Artinya : “Engkau (Allah) telah menciptakan aku (iblis) dari api”.
.
.
BANTAHAN terhadap syubhat ini :
.
Allah Ta’ala berfirman :

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
.
.
”Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. (Q.S Al-Anbiyya: 30). Ayat ke 30 Surat Al-Anbiya di atas menerangkan bahwa AIR MERUPAKAN SUMBER KEHIDUPAN BAGI SEMUA MAKHLUK YANG HIDUP DI MUKA BUMI.
.
AYAT TERSEBUT BUKAN SEDANG MENERANGKAN MENGENAI PENCIPTA’AN MANUSIA ATAU APAPUN.
.
Perhatikan penafsiran ayat tersebut dalam kitab tafsir jalalain, “Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Maksudnya air lah yang menjadi penyebab bagi seluruh kehidupan baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Namun mengapalah orang-orang kafir tiada juga beriman terhadap ke esa’an Allah ?”. (Imam As-Suyuti, Tafsir Jalalain Asbabun Nuzul Jilid 2, hlm. 126-127)

Imam Ibnu Katsir (ulama ahli tafsir yang bermazhab syafi'i) menjelaskan sebuah Hadist dari Imam Ahmad, sebagai berikut :
.
Berkata Imam Ahmad, diriwayatkan dari Abu Hurairah : “Aku bertanya kepada Rasulullah shalallhu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya jika aku melihatmu maka tenanglah jiwaku dan segarlah pandanganku. Beritahukalah kami tentang segala sesuatu .”Beliau menjawab, “Segala sesuatu telah diciptakan dari air.”..."
.
Maka jelaslah Ayat tadi menerangkan bahwa segala yang hidup membutuhkan air atau pemelihara’an kehidupan segala sesuatu adalah dengan air. Sitologi (Ilmu tentang susunan dan fungsi sel) misalnya, menyatakan bahwa air adalah komponen terpenting dlam pembentukan sel yang merupakan satuan banggunan pada setiap makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Sedang biokimia menyatakan bahwa air adalah unsure yang sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Air berfungsi sebagai media, factor pembantu, bagian dari proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses interaksi itu sendiri. Sedangkan fisiologi menyatakan bahwa air sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat berfungsi dengan baik. Hilangnya fungsi itu akan berarti kematian.
.
Dan untuk mendapatkan penafsiran yang benar ayat ke 30 dari surat Al-Anbiyya tersebut, maka diantaranya harus melihat kepada konteks ayatnya, mari kita lihat ayat sebelumnya yang masih dalam ayat yang sama.
.
Perhatikanlah ayat sebelumnya !
.
Allah Ta’ala berfirman :

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
.
.
”Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”
.
Dengan melihat ayat sebelumnya, maka jelaslah bahwa ayat ke 30 surat Al-Anbiyaa tersebut sedang menerangkan tentang langit dan bumi yang dahulunya bersatu. Dan menerangkan bahwa air sebagai sumber kehidupan bagi makhluk yang ada di bumi.
.
Maka jelaslah makna air dalam ayat ke 30 dalam Surat Al-Anbiyaa tersebut adalah air yang sesungguhnya, bukan jenis air apapun.
.
Dan lafadz (كُلَّ) pada ayat tersebut, artinya SETIAP / SEMUA. Karena memang semua makhluk yang hidup di muka bumi kehidupannya bergantung kepada air.
.
Tidak ada satu pun makhkuk hidup di muka bumi yang tidak membutuhkan air.
.
Qatadah mengatakan: “Kami menciptakan setiap yang tumbuh dari air”. .
Jadi sangat keliru apabila lafadz kullu (كل) pada ayat tersebut diartikan SEBAGIAN.
.
⏩ 2. Ayat lainnya yang di salah tafsirkan ialah,
.
Allah Ta’ala berfirman :
.
ﺗُﺪَﻣِّﺮُ ﻛُﻞَّ ﺷَﻲْﺀٍ ﺑِﺄَﻣْﺮِ ﺭَﺑِّﻬَﺎ ﻓَﺄَﺻْﺒَﺤُﻮﺍ ﻟَﺎ ﻳُﺮَﻯ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺴَﺎﻛِﻨُﻬُﻢْ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻧَﺠْﺰِﻱ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻤُﺠْﺮِﻣِﻴﻦَ
.
. “Angin yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”. (QS al-Ahqaf: 25).
.
Saudaraku Ahli bid’ah berkata :
.
Kata kullu (كل) belum tentu berarti “SEMUA”. sebagai contoh kata kullu dalam ayat ke 25 surat Al-Ahkaf. Angin topan pada ayat diatas tidak menghancurkan Nabi Hud dan orang-orang beriman. juga tidak menghancurkan langit dan bumi.
.
BANTAHAN :
.
Kalimah “kullu” (كل) yang terdapat pada ayat ke 25 surat Al-Ahkaf tersebut, harus dimaknai “SEMUA”. Tidak bisa di maknai “SEBAGIAN”
.
Karena memang realitanya Allah Ta’ala menghancurkan “SEMUA” yang Allah perintahkan untuk di hancurkan, yaitu orang-orang yang durhaka dari kaum ‘Ad.
.
Perhatikan di penghujung ayat tersebut,

ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻧَﺠْﺰِﻱ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻤُﺠْﺮِﻣِﻴﻦَ
.
. “Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”.
.
Di penghujung ayat tersebut menerangkan tentang pembalasan Allah Ta’ala kepada kaum yang berdosa, yaitu kaum ‘Ad. Juga penghujung ayat tersebut sebagai penjelas bahwa yang Allah Ta’ala perintahkan untuk di hancurkan hanyalah orang-orang yang berdosa.
.
Adapun Nabi Hud ‘alaihis salam beserta orang-orang beriman, tentu saja tidak termasuk kepada orang-orang berdosa. Dan tidak Allah perintahkan untuk di hancurkan.
.
Jadi memang benar apabila lafadz kullu (كل) pada ayat tersebut dimaknai “SEMUA” karena kenyata’annya memang Allah Ta’ala menghancurkan semua kaum ‘Ad yang berdosa.
muslim_mediagram_Adapun pengecualiannya,

ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺴَﺎﻛِﻨُﻬُﻢْ
.
“Kecuali tempat tinggal mereka (negri tempat mereka berada)”.
.
Yang tidak Allah Ta’ala hancurkan. Tidak bisa merubah makna kata kullu (كل) pada ayat tersebut. menjadi “SEBAGIAN”. Karena tempat tinggal mereka, sebagaimana halnya Nabi Hud ‘alaihis salam dan orang-orang beriman, bukan yang Allah Ta’ala perintahkan untuk di hancurkan.
.
Yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk dihancurkan. Yaitu kaum ‘Ad yang berdosa, Adapun Nabi Hud dan orang-orang beriman, begitu pula langit dan bumi tidak hancur, karena memang tidak Allah Ta’ala perintahkan untuk dihancurkan.
.
Perhatikan penjelasan Imam Ibnu Jarir At-Tabhari dalam tafsirnya :

اِنَّمَا عَنَى بِقَوْلِهِ : { تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِاَمْرِ رَبِّهَا } مِمَّا اُرْسِلَتْ بِهَلاَكِهِ لاَنَّهَا لَمْ تُدَمِّْ هُوْدًا وَمَنْ كَانَ آمَنَ بِهِ
. “Sesungguhnya yang di maksudkan Allah Subhanahu wa ta’alla dengan firmanNya : Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. Adalah bahwa angin menghancurkan segala sesuatu YANG DIKEHENDAKI oleh Allah Ta’alla untuk di hancurkan. Sebab angin tidak menghancurkan Nabi Hud alaihis salam dan orang-orang yang beriman kepadanya”. (Lihat Tafsir At-Thobari (13/ 26-27)). Penjelasan Imam Ibnu Jarir dalam tafsirnya tersebut menerangkan, bahwa yang dimaksud angin yang menghancurkan segala sesuatu, maksudnya ialah YANG DI KEKENDAKI oleh Allah Ta’ala untuk di hancurkan. Dalam hal ini adalah kaum ‘Ad yang berdosa.
.
Penafsiran yang sama kita dapatkan dari Imam Al-Qurtubi rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas sebagai berikut :

اَيُّ كَلُّ شَيْءٍ مَرَّتْ عَلَيْهِ مِنْ رَجَالِ عَادٍ وَاَمْوَالِه
.
“Maksudnya, yang di hancurkan hanyalah segala sesuatu yang dilewati angin dari kaum ‘Ad dan harta mereka”. (الجامع لاحكام القرآن (16/206 Tafsir Al-Qurtubi). Dari keterangan para Ulama ahli tafsir diatas, maka jelaslah makna kata kullu (كل) yang benar pada ayat ke 25 surat Al-Ahkaf tersebut adalah “SEMUA” bukan “SEBAGIAN”. ⏩ 3. Ayat lainnya yang di salah artikan,

Allah Ta’ala berfirman :

وَأُوتِيَتْ مِن كُلِّ شَيْءٍ
.
.
“Ratu Balqis itu telah diberikan semua (segala sesuatu)”. (Q.S An-Naml: 23).

Saudaraku Ahli bid’ah berkata :

Kata kullu (كل) tidak berarti semua, bisa kita perhatikan pada ayat di atas. Bagaimana bisa kata kullu (كل) diartikan semua, bukankah ratu Balqis tidak memiliki kebesaran sebagaimana kebesaran yang dimiliki Nabi Sulaiman ‘alaihis salam ?

Bantahan :

Di dalam al-Qur’an banyak dijumpai ungkapan-ungkapan yang disajikan dengan gaya bahasa kinayah (kiasan). Kata-kata kinayah bisa di fahami hanya oleh orang-orang yang mempelajari ilmu balaghah (sastra Arab). Dalam ilmu balaghah kata “kullu” pada ayat tersebut termasuk kepada kalimat kinayah (kiasan). yang berarti menerangkan sesuatu dengan perkata’an lain.

Makna kata “kullu” (كل) yang artinya “SEGALANYA” dari ayat tersebut mengandung arti, “RATU BALQIS MEMILIKI KERAJA’AN YANG BESAR”. Sebagaimana disebutkan pada kalimat selanjutnya, masih dalam ayat yang sama.

وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ
.
.
“Serta mempunyai singgasana yang besar.(QS. An-Naml: 23). Ratu Balqis itu telah diberikan SEMUA (segala sesuatu), kalau kita fahami dengan ilmu balaghah (sastra Arab) tentu kita bisa faham, bahwa tentu saja ratu Balqis bukan berarti memiliki segalanya yang ada di dunia ini. Termasuk yang dimiliki keraja’an Nabi Sulaiman.

Arti SEMUA (segalanya) yang di miliki ratu Balqis mengandung pengertian : “RATU BALQIS MEMILIKI KERAJA’AN YANG BESAR”. Jadi kata “kullu” (كل) pada ayat ke 23 dalam Surat An-Naml tersebut artinya memang “SEMUA” sebagai kinayah (kiasan) dari “KERAJA’AN YANG BESAR”. Sebagai perumpama’an : Apabila ada orang kaya, dia disebut memiliki segalanya. Kita tentu faham, arti SEGALANYA yang dimaksud adalah : ORANG TERSEBUT SANGAT KAYA. Sehingga dikatakan, MEMILIKI SEGALANYA.

Kesimpulannya : Yang di sebut ratu Balqis memiliki segalanya, makna sesungguhnya ratu Balqis memang memiliki SEGALANYA dalam artian ratu Balqis memiliki KERAJA’AN YANG BESAR.

Jadi memaknai kata “kullu” (كل) pada ayat tersebut dengan artian “SEGALANYA” adalah pengertian yang benar.

MEMAKNAI KATA KULLU DENGAN BENAR

Kata KULLU (كُلُّ) bisa bermakna SEBAGIAN juga bisa bermakna SETIAP / SEMUA.

Untuk bisa mengetahui kata KULLU (كُلُّ) apakah bermakna SEBAGIAN atau SEMUA, maka kita harus memperhatikan berbagai qarinah (petunjuk) yang ada, baik dari konteks kalimat itu sendiri, maupun dari dalil-dalil lain yang shahih, atau dengan realita yang ada, sehingga kita tidak salah memaknainya.

Adapun kata KULLU (كُلُّ) pada hadìst,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
.
.
Maka kata KULLU pada hadìst terebut bermakna SETIAP atau SEMUA.

Jadi arti yang benar dari hadits tersebut adalah : ”SETIAP atau SEMUA bid’ah adalah sesat”

Memaknai kata kullu (كُلُّ) pada hadits diatas dengan arti SETIAP atau SEMUA, bukan berdasarkan hawa nafsu. Tapi berdasarkan beberapa qarinah yang menunjukkan kata kullu (كُلُّ) pada hadits diatas memang menunjukkan arti SETIAP atau SEMUA.
.
Berikut beberapa qarinah yang menunjukkan kata kullu (كُلُّ) pada hadits diatas yang menunjukkan makna SETIAP atau SEMUA. ➡ Qarinah dari perkata’an para Salafus Shaalih – Ibnu Umar berkata :

كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
.
”Seluruh bid’ah itu sesat sekalipun manusia memandangnya baik”. (Al Lalika’i 11/50). – Imam Malik berkata :

من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة فقد زعم أن محمدا ﷺ خان الرسالة
.
“Siapa yang membuat bid’ah dalam agama, dan memandangnya sebagai sesuatu yang baik (hasanah), berarti dia telah menuduh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengkhianati risalah”. (Al I’tishom 1/64-65). Dari perkata’an lbmu Umar dan Imam Malik diatas, kita mendapatkan keterangan bahwa semua bid’ah sesat. Tidak ada pengecualian.

Jadi kata kullu (كُلُّ) dalam hadits كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ mengandung arti SETIAP atau SEMUA. ➡ Qarinah dari sikap para Sahabat

Kata kullu dalam hadits كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ bermakna SETIAP atau SEMUA juga bisa kita perhatikan dari sikap para Sahabat yang mengingkari praktek-praktek bid’ah yang di lakukan sebagian orang sa’at itu.

Perhatikan beberapa riwayat berikut ini :
.
(1) Sa’id bin Musayyib (tabi’in), Ia melihat seorang laki-laki menunaikan shalat setelah fajar lebih dari dua raka’at, ia memanjangkan rukuk dan sujudnya. Akhirnya Sa’id bin Musayyib pun melarangnya.
muslim_mediagram_Orang itu berkata : “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan menyiksaku dengan sebab shalat ?
.
Ibnu Mas'ud menjawab : “Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi As-Sunnah.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra, II/466). (2) Shahabat yang mulia Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, menceritakan, Bahwasannya ada seorang laki-laki yang bersin kemudian dia berkata, “Alhamdulillah wassalaamu ‘alaa Rasuulillaah” (segala puji bagi Allah dan kesejahteraan bagi Rasulullah). Maka Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata : Aku juga mengatakan, “Alhamdulillah was-salaamu ‘alaa Rasuulillah” (maksudnya juga bershalawat). Akan tetapi tidak demikian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami untuk mengucapkan (ketika bersin) : “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal.” (Diriwayatkan olehAt-Tirmidzi, no. 2738). (3) Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan, “Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad !, Begitu cepat kebinasa’an kalian !, Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad ? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah) ?” قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَه
.
.
Mereka menjawab, “Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya” (HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid).

Riwayat-riwayat diatas menunjukkan bahwa para Sahabat mengingkari praktek-praktek baru dalam urusan ibadah yang tidak ada tuntunannya (bid’ah). Kalaulah bid’ah dalam urusan ibadah itu ada yang baik, tentu para Sahabat yang disebutkan dalam riwayat-riwayat diatas tidak akan menegur orang yang melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah tersebut.

Maka jelas kata kullu (كُلُّ) pada hadìst كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ terebut bermakna SETIAP atau SEMUA.

Menurut kaidah atau ketetapan ilmu usul jika sesuatu kalimah diulang berkali-kali di beberapa tempat sebagaimana diulang-ulangnya kalimah kullu (كُلُّ) dalam menetapkan bahawa “setiap (كل) bid’ah itu sesat”, maka apabila ia terdapat dalam dalil-dalil (al-Quran, al-Hadist dan atsar yang sahih) maka ia menjadi dalil syarii kulli (دليل شرعي كلي) yaitu : “Pasti setiap (كل) bid’ah itu sesat.” ➡ MENURUT SEORANG ULAMA PAKAR BAHASA ARAB

Menurut Imam Asy-Syatibhi seorang Ulama Shalaf dan pakar gramatika bahasa Arab (nahu-sharf). Imam As-Sytibhi (wafat 790 H / 1388 M), adalah seorang Ulama ahlu sunnah, yang keilmuannya diakui oleh seluruh umat Islam di dunia.

Imam Asy Sytibhi juga dikenal sebagai seorang pakar atau ahlinya dalam gramatika bahasa arab (nahwu). Beliau menulis kitab-kitab tentang ilmu nahwu dan sharf, ini sebagai bukti bahwa Imam Asy Sytibhi ahlinya dalam ilmu tata bahasa arab nahwu dan sharf.

Kitab-kitab nahwu sharf yang beliau tulis adalah : – Al-Maqashid al-Syafiyah fi Syarhi Khulashoh al-Kafiyah, kitab bahasa tentang Ilmu nahwu yang merupakan syarah dari Alfiyah Ibnu Malik.

Orang itu berkata : “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan menyiksaku dengan sebab shalat ?
.
Beliau(Abu Musayyib) menjawab : “Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi As-Sunnah.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra, II/466). (2) Shahabat yang mulia Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma, menceritakan, Bahwasannya ada seorang laki-laki yang bersin kemudian dia berkata, “Alhamdulillah wassalaamu ‘alaa Rasuulillaah” (segala puji bagi Allah dan kesejahteraan bagi Rasulullah). Maka Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata : Aku juga mengatakan, “Alhamdulillah was-salaamu ‘alaa Rasuulillah” (maksudnya juga bershalawat). Akan tetapi tidak demikian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami untuk mengucapkan (ketika bersin) : “Alhamdulillah ‘alaa kulli haal.” (Diriwayatkan olehAt-Tirmidzi, no. 2738). (3) Terdapat kisah yang telah masyhur dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ketika beliau melewati suatu masjid yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sedang duduk membentuk lingkaran. Mereka bertakbir, bertahlil, bertasbih dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Ibnu Mas’ud mengingkari mereka dengan mengatakan, “Hitunglah dosa-dosa kalian. Aku adalah penjamin bahwa sedikit pun dari amalan kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian, wahai umat Muhammad !, Begitu cepat kebinasa’an kalian !, Mereka sahabat nabi kalian masih ada. Pakaian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga belum rusak. Bejananya pun belum pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, apakah kalian berada dalam agama yang lebih baik dari agamanya Muhammad ? Ataukah kalian ingin membuka pintu kesesatan (bid’ah) ?” قَالُوا : وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ. قَالَ : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَه
.
.
Mereka menjawab, “Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan”
Ibnu Mas’ud berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya” (HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid).

Riwayat-riwayat diatas menunjukkan bahwa para Sahabat mengingkari praktek-praktek baru dalam urusan ibadah yang tidak ada tuntunannya (bid’ah). Kalaulah bid’ah dalam urusan ibadah itu ada yang baik, tentu para Sahabat yang disebutkan dalam riwayat-riwayat diatas tidak akan menegur orang yang melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah tersebut.

Maka jelas kata kullu (كُلُّ) pada hadìst كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ terebut bermakna SETIAP atau SEMUA.

Menurut kaidah atau ketetapan ilmu usul jika sesuatu kalimah diulang berkali-kali di beberapa tempat sebagaimana diulang-ulangnya kalimah kullu (كُلُّ) dalam menetapkan bahawa “setiap (كل) bid’ah itu sesat”, maka apabila ia terdapat dalam dalil-dalil (al-Quran, al-Hadist dan atsar yang sahih) maka ia menjadi dalil syarii kulli (دليل شرعي كلي) yaitu : “Pasti setiap (كل) bid’ah itu sesat.” ➡ MENURUT SEORANG ULAMA PAKAR BAHASA ARAB

Menurut Imam Asy-Syatibhi seorang Ulama Shalaf dan pakar gramatika bahasa Arab (nahu-sharf). Imam As-Sytibhi (wafat 790 H / 1388 M), adalah seorang Ulama ahlu sunnah, yang keilmuannya diakui oleh seluruh umat Islam di dunia.

Imam Asy Sytibhi juga dikenal sebagai seorang pakar atau ahlinya dalam gramatika bahasa arab (nahwu). Beliau menulis kitab-kitab tentang ilmu nahwu dan sharf, ini sebagai bukti bahwa Imam Asy Sytibhi ahlinya dalam ilmu tata bahasa arab nahwu dan sharf.

Kitab-kitab nahwu sharf yang beliau tulis adalah :
.
.
– Al-Maqashid al-Syafiyah fi Syarhi Khulashoh al-Kafiyah, kitab bahasa tentang Ilmu nahwu yang merupakan syarah dari Alfiyah Ibnu Malik.
.
.
– Unwan al-Ittifaq fi ‘ilm al-isytiqaq, kitab bahasa tentang Ilmu sharf dan Fiqh Lughah.
.
.
– Ushul al-Nahw, kitab bahasa yang membahas tentang Qawaid Lughah dalam Ilmu sharf dan Ilmu nahwu.
.
Kitab karya Imam Asy Syatibhi terkenal lainnya adalah :
.
– Al-I’tisham, kitab manhaj yang menerangkan tentang bid’ah dan seluk beluknya.
.
Tentang lafadz ”KULLU” pada hadits ”Kullu bid’ati dholaalah” Imam Asy Syatibhi rahimahullaah berkata : “PARA ULAMA MEMAKNAI HADITS DI ATAS SESUAI DENGAN KEUMUMANNYA, TIDAK BOLEH DIBUAT PENGECUALIAN SAMA SEKALI. OLEH KARENA ITU, TIDAK ADA DALAM HADITS TERSEBUT YANG MENUNJUKKAN ADA BID’AH YANG BAIK (HASANAH)”. (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 91, Darul Ar Royah).
.
Saudaraku yang rela mati-matian membela bid’ah hasanah yang memaknai lafadz ”Kullu” dengan membuat pengecualian ”ada bid’ah yang baik (hasanah)”, apakah lebih pintar dan lebih faham ilmu tata bahasa Arab nahwu sharf dibanding Imam Asy Syatibhi ?

Yang kredibilitasnya sebagai Ulama dikenal luas oleh umat Islam dan juga sebagai pakar / ahlinya tata bahasa Arab, nahwu sharf.

Perkata’an Imam Asy Syatibhi tentu patut diperhatikan.
.
.
PENUTUP :
.
.
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua (kullu) bid’ah adalah sesat.” (Shahih Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770)
.
Begitu juga perkataan Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau seorang shahabat yang sangat gigih untuk mengamalkan sunnah, beliau berkata :
.
"Semua (kullu) bid'ah adalah sesat, meskipun manusia melihatnya baik (hasanah)" (Diriwayatkan oleh Al-Laalaka-i di dalam Syarh Ushul Al I'tiqadi Ahlissunnah wal Jama'ah (1/134))
.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah beliau berkata :
"Landasan sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang ada di atasnya para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan meneladani mereka, meninggalkan bid'ah-bid'ah, dan setiap (kullu) bid'ah adalah sesat" (Lihat: Thabaqat Al Hanabilah, Abu Ya'laa (1/94)) .
Mu'adz bin Jabal radhiallahu 'anhu beliau pernah berkata:
".. waspadalah kalian terhadap bid’ah karena setiap (kullu) bid’ah adalah kesesatan.”(Riwayat Abu Dawud no 4613, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro 10/210 no 21444)
.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: "Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam: 'Kullu bid'atin dholalah' (semua bid'ah adalah sesat) merupakan kata (qoidah) yang menyeluruh, dan tidak ada pengecualian sedikitpun (dengan mengatakan, 'Ada Bid'ah Hasanah') dan merupakan dasar yang agung dari dasar-dasar agama."(Jaami'ul Bayan Al Ilmi hal. 549).
.
Imam Ibnu Hajar rahimahullah: “Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: 'Kullu bid'atin dholalah' (semua bid'ah adalah sesat) qoidah syar'iyyah yang menyeluruh baik lafadz maupun maknanya.”(Fathul Baari 13/254).
.
. .
.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kpd Baginda Nabi shalallahu'alaihi wasalam keluarga serta para sahabatnya.
.
Hanya Allah yang memberi Taufik

1 komentar:

  1. Imam Syafi'i membagi bidah jadi dua. Tentu saya lebih memilih pendapatnya imam Syafi'i yg sudah diakui kealimannya oleh para ulama'. Daripada mengikuti pendapatnya ustadz2 gak jelas

    BalasHapus