Kamis, 30 November 2017

MEMURNIKAN NIAT

'' MEMURNIKAN NIAT ''

Keharusan Mengikhlaskan (Memurnikan) Niat

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْكَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْهِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري فيصحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
'' Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khaththab radiallahuanhu, dia berkata:
'' Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

''‘Sesungguhnya setiap  perbuatan itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya.
Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.’” [1](Riwayat dua imam hadits, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhori dan Abul Husain, Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an-Naisaburi dalam kedua kitab Shahiih-nya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah ditulis).

Pengertian Niat
Sabda beliau
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ  ;
Kata انِّيَّاتِ adalah bentuk jamak dari kata ‘niyyat’, yang secara bahasa berarti maksud dan tujuan.

Adapun secara istilah syar’i artinya:
'' kuatnya hati untuk melakukn suatu ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa-ta‘ala.

Tempat munculnya niat adalah hati, dan niat (pada dasarnya) adalah perbuatan hati yang tidak ada kaitannya dengan amalan anggota tubuh lainnya (seperti mulut).

Tujuan adanya niat dalam suatu ibadah adalah untuk menjadi pembeda antara suatu perbuatan yang hanya merupakan adat kebiasaan (yang tidak bernilai pahala) dengan suatu amal ibadah (yang bernilai pahala).

Tujuan lainnya adalah untuk menjadi pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya.Niat itu,

Apakah ada di Mulut/Lisan ataukah di Hati?
Ketahuilah bahwa tempatnya (muncul) niat adalah hati, sama sekali tidak membutuhkan pengucapan, karena kita semua beribadah kepada Dzat yang Maha Mengetahui apa yang nampak maupun bathin.
Allah Subhanahu wa-ta‘ala mengetahui semua yang terlintas di hati manusia.

Anda tidak sedang menghadap sesuatu yang tidak mendengar sehingga membutuhkan pemberitahuan bahwa Anda akan melakukan suatu peribadatan, akan tetapi sungguh Anda akan mengahadap Dzat yang mengetahui apa yang dibisikkan hati Anda untuk Anda.

Dia-lah Yang Maha Mengetahui semuahal tentang perbuatan Anda di masa dahulu maupun sekarang. Hal lain yang perlu dicamkan baik-baik tentang perkara pengucapan niat ini, bahwa hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wasallam (pembawa ajaran Islam), maupun juga oleh para Sahabat beliau radiallahuanhu.

Oleh karena itu pengucapan niat ini termasuk perbuatan bid’ah (yang diada-adakan dalam agama) dan dilarang untuk dilakukan baik secara sir (dipelankan) maupun jahr (dikeraskan).

Beberapa Faedah (Pelajaran) Dalam Hadits Ini:
1. Hadits ini merupakan salah satu hadits tentang inti ajaran Islam, sebab kebanyakan ulama berkata:
“Inti ajaran Islam kembali kepada dua hadits; pertama hadits ini, dan kedua, hadits ‘Aisyah, di mana beliau bersabda: ‘Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka dia tertolak.’” [2]
Hadits yang pertama ini adalah rujukan serta timbangan amalan hati, sedangkan hadits ‘Aisyah merupakan rujukan untuk amalan lahiriah.

2. Kita wajib menentukan niat bagi masing-masing ibadah, juga wajib membedakan antara ibadah dan mu’amalah, berdasarkan sabda beliau Shallallahu’alaihi wasallam; “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya,” seperti orang yang akan melaksanakan shalat Zhuhur, maka ia harus berniat akan shalat Zhuhur, hingga bisa dibedakan dari yang lainnya.

3. Hadits ini sangat mendorong kita untuk selalu ikhlas kepada Allah Subhanahu wa-ta‘ala, sebab Nabi Shallallahu’alaihi wasallam telah membagi manusia kepada dua macam. Pertama: manusia yang menginginkan dengan amalnya wajah Allah Subhanahu wa-ta‘ala dan balasan hari akhirat.

Kedua: sebaliknya. Hal ini jelas sekali, Beliau Shallallahu’alaihi wasallam sangat menganjurkan kita untuk selalu ikhlas kepada-Nya.

4. Indahnya metode pengajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, Nampak dari ragamnya penjelasan beliau serta pembagian materi yang rinci, (dengan harapan, para Sahabat memahami maksud dari ungkapan beliau).
Di saat beliau bersabda:

“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya,” maka yang beliau maksudkan adalah kepada amalan. Dan di saat beliau bersabda:

“Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan,” maka yang beliau maksudkan adalah kepada hasil dari niatnya.

[1] HR. Al-Bukhari, kitab Bad-ul Wahyi, bab: Kaifa Kaana Bad-ul wahyi ilaa Rasuulillahi Shallallahu’alaihi wasallam, (no. 1). Muslim, kitab al-Imaarah, bab: Qauluhu saw Innamal A’maalu binniyyah wa Annahu yadkhulu fiihi al-Ghazwu wa Gharihi minal A’maali, (no.1907 (155))

.[2] HR. Al-Bukhari, kitab as-Sulhu bab Idza Isthalahuu ‘ala Sulhi Juurin fash Shulhu Marduudun (no. 2647). Muslim, kitab alaqdhiyyah, bab Naqdhul Ahkaamil Baathilah, wa Raddul Muhdataatil Umuur, (no. 1718 (17)).

Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar