Sabtu, 25 November 2017

JAWABAN KITA TIDAK WAJIB BERMADZHAB BAGI ORANG AWAM

TIDAK ADA KEWAJIBAN BERMADZHAB BAGI ORANG AWAM

Diantara alasan sebagian orang yang ingin mewajibkan agar mengikuti MADZHAB ialah :
1. Jika kita tidak bermadzhab, maka mau dikemanakan kitab kitab rujukan dari para ulama madzhab tersebut?,

2. Para ulama pun mereka bermadzhab misalnya seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hajar dan lain lain?

Maka!! Bagaimana kah jawaban dari perkataan sebagian orang tersebut diatas??

Alhamdulillah dengan izin Allah kami hadirkan kembali cuplikan rekaman dari soal jawab dalam kajian di majelis hadits kitab Shahih Bukhari bersama guru kita tercinta al Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahul mulai pada pertemuan di majelis beberapa bulan yang lalu. Dalam soal jawab ini insya Allahu ta’la kita akan mendapatkan jawaban ilmiyyah mengenai persoalan madzhab dan kedudukannya dalam agama kita.

Dan apa hakikat madzhab yang sebenarnya itu?? Yang sebagian kita masih banyak atau masih kurang dalam memahami tentang hakikat dari madzhab tersebut.

Dan sebagian orang yang masih pemula dalam mempelajari disiplin ilmu dalam Islam yang dinisbatkan diri mereka sebagai kaum pelajar dalam Islam tetapi sebagian mereka kurang memiliki BASHIRAH dan KEFAQIHAN senantiasa berada dalam keheranan dan tidak bisa memahami dan mendudukkan sikap dan setiap keterangan dari para ulama dalam pembicaraan mengenai madzhab ini.

Sehingga perkataan dari kaum yang seperti ini dizaman ini telah membuka kembali pintu kemunduruan sebagaimana zaman beberapa ratus tahun yang lalu, zaman kemunduran dalam Islam disebabkan sikap TA’ASHSHUB terhadap madzhab!!.

Sehingga digambarkan keadaan di zaman itu bahwa di sebagian masjid-masjid di dunia Islam bahkan sampai di Masjidil Haram bahwa shalat jama’ah tegak sebanyak bilangan madzhab!!, dimana seseorang saling bergantian mengikuti shalat jama’ah dimasjid tergantung dari madzhab yang ia ikuti dan bersama imam shalat dari masing masing madzhab yang mereka ikuti tersebut.

Maka apakah kita ingin dibawa kembali kepada zaman kemunduran Islam seperti ini dimana Madzhab lah yang dijadikan sebagai dalil dalam beragama bukan Qalallah dan Qala Rasulullah??, dan manusia senantiasa dipulangkan semata semata hanya kepada perkataan para ulama saja bukan kepada al Kitab dan Sunnah.

Dan ketika dihadapkan kepada DALIL maka selalu dikatakan bahwa ini perkara KHILAF yang ada diantara para ulama?? Dan lain lain jawaban yang sebagian besarnya sangat membuka pintu yang lebar untuk kaum muslimin diajak kembali kepada zaman
kemunduruan Islam beberapa ratus tahun yang lalu!!

Semoga rekaman cuplikan kajian ini bermanfa’at bagi kita sekalian dan tentu segala keutamaan ialah berpulang kepada Allah jalla wa ‘ala.

———–Selamat menyimak saudaraku yang kami cintai karena Allah——————
(Termaktub oleh Al akh Abu Dihyah Eko Arief Wibowo, akun fb Abu Abdillah)

https://video.aslibumiayu.net/322-penjelasan-tentang-madzhab.html

Haruskah Kita Bermadzhab? … bagi yang masih bingung silahkan baca baik-baik..

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz Rahimahullah, ditanya :

“Apa hukum mengikuti salah satu dari empat MADZHAB, dan bagaimana sikap kita tehadap mereka yang bermadzhab dan yang mewajibkan bermadzab, serta sejauh mana kebenaran klaim bahwa mereka mengikuti salah satu imam tersebut?”.

Beliau rahimahullah menjawab:

“Empat imam mahdzab memiliki kapasitas ilmu yang berbeda.

Karena tentunya tidak ada seorang pun yang menguasai semua ajaran Nabi, dan tidak ada seorang pun manusia yang menguasai keseluruhan ilmu yang ada. Sehingga mereka kadang berbeda pada beberapa hal.

Namun, mereka adalah para imam besar. Mereka memiliki pengikut yang merumuskan madzhab mereka.

Pengikut para imam ini mengumpulkan pembahasan-pembahasan serta fatwa-fatwa para imam.

Kemudian ditulis dalam banyak kitab sehingga menyebarlah madzhab mereka dan dikenal banyak orang. Yaitu disebabkan pengikut para imam yang menuliskan dan mengumpulkan pembahasan dan fatwa dari para imam tersebut.

Sebagian diantara empat imam madzhab kadang terjerumus dalam KESALAHAN.

Karena kadang sebagian mereka BELUM mengetahui hadits yang berkaitan dengan masalah tertentu. Lalu mereka BERFATWA dengan IJTIHAD.

Sehingga, dengan sebab ini, mereka memfatwakan yang SALAH.

Sedangkan sebagian imam yang lain mengetahui hadits yang berkaitan, sehingga mereka berfatwa dengan fatwa yang BENAR.

Hal seperti ini banyak terjadi dalam berbagai masalah yang mereka bahas, semoga Allah merahmati mereka semua.

Oleh karena itulah Imam MALIK berkata:

ما منا إلا رادٌ ومردود عليه إلا صاحب هذا القبر

‘Setiap orang boleh diterima dan boleh ditolak pendapatnya, kecuali pemilik kuburan ini“, yaitu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

Namun tentang MEMILIH salah satu pendapat madzhab, ini hanya layak dilakukan oleh orang yang SERIUS belajar agama.

Dan merekapun tetap tidak bolehTAKLID terhadap salah satu madzhab.

Selain itu, jika seseorang menisbahkan diri pada madzhab tertentu karena ia memandang kaidah-kaidah, landasan dan kesesuaian terhadap DALIL secara umum pada madzhab ini, ini dibolehkan.

Namun tetap ia tidak boleh taklid baik kepada Asy Syafi’i, atau kepada Imam  Ahmad, atau kepada Imam Malik, atau kepada Imam Abu Hanifah atau yang selain mereka.

Yang wajib baginya adalah melihat sumber pendapat dan cara pendalilan dari para imam tersebut.

Pendapat yang lebih kuat dalilnya dari beberapa pendapat yang ada, maka itulah yang diambil.

Sedangkan dalam perkara ijma, tidak boleh ada yang memiliki pendapat lain. Karena para ulama tidak mungkin bersepakat dalam kebatilan.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ما منا إلا رادٌ ومردود عليه إلا صاحب هذا القبرلا تزال طائفة من أمتي على الحق منصورة…. الحديث

“Akan selalu ada sekelompok orang (thaifah) dari ummatku yang teguh di atas kebenaran, mereka ditolong oleh Allah”

Dan jika para ulama telah bersepakat, maka merekalah thaifah yang dimaksud”

Bagi orang yang paham agama, wajib baginya untuk memperhatikan dalil dalam masalah khilafiyah.

Jika pendapat Imam Abu Hanifah didukung dalil, ini yang diambil. Jika pendapat Asy Syafi’i didukung dalil, maka ini yang diambil.

Jika pendapat Imam Malik didukung dalil, ini yang diambil. Jika pendapat Imam Ahmad didukung dalil, ini yang diambil.

Demikian juga, jika pendapat Imam Al Auza’i didukung dalil, ini yang diambil.

Jika pendapat Ishaq bin Rahawaih didukung dalil, ini yang diambil, dan seterusnya.

Wajib mengambil pendapat yang berdasarkan dalil dan wajib meninggalkan pendapat yang tidak berdasarkan atas dalil.

Karena Allah Ta’ala berfirman:

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً

“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59)

Juga firman Allah Ta’ala:

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

“Tentang sesuatu apapun yang kamu perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allah” (QS. Asy Syuura: 10)

Kesimpulannya, wajib bagi orang yang paham agama untuk mengembalikan setiap permasalahan khilafiyah kepada dalil. Pendapat yang dalilnya paling kuatlah yang diambil.

Sedangkan orang awam, yang wajib bagi mereka adalah bertanya kepada orang yang berilmu yang ada di masanya.

Yaitu orang alim yang dapat memilihkan pendapat yang menurutnya paling mendekati teladan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.

Orang alim tersebut juga wara’, sangat memahami ilmu agamanya, dan masyarakat pun percaya terhadap keilmuannya.

Orang awam sebaiknya merujuk dan bertanya kepada mereka. Sehingga dapat dikatakan madzhab orang awam ini adalah madzhab sang ulama yang ia tanya.

Namun perlu ditekankan, orang awam sebaiknya merujuk pada ulama -baik yang ada di negerinya atau di luar negerinya- yang dikenal ketinggian kapasitas ilmunya, ia mengikuti kebenaran, ia menjaga shalat 5 waktu, ia dikenal sebagai ulama yang mengikuti sunnah Nabi, ia memanjangkan janggut, tidak isbal, bebas dari tuduhan dari ulama yang lain, dan pertanda-pertanda lainnya yang menunjukkan bahwa ia adalah orang yang istiqamah.

Maka jika anda ditunjukkan kepada seorang ulama, dan dari zhahirnya nampak tanda-tanda kebaikan dan ia pun dikenal kapasitas ilmunya, silakan bertanya kepadanya tentang hal-hal yang anda belum paham dalam masalah agama. Alhamdulillah, Allah Ta’ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Bertaqwalah kepada Allah semaksimal kemampuan kalian” (QS. At Taghabun: 16)

Allah Ta’ala juga berfirman:

فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Bertanyalah kepada orang yang mengetahui jika kalian tidak mengetahui” (QS. Al Anbiya: 7)

[Sampai di sini penjelasan beliau, dikutip dari  Fatawa Nurun ‘Ala Ad Darb Juz 1,

Read more https://aslibumiayu.net/5075-haruskah-kita-bermadzhab-bagi-yang-masih-bingung-silahkan-baca.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar