Dalam berdoa perlu keikhlasan.
Oleh Siswo Kusyudhanto
Tadi pagi saat kajian Ustadz Syafig Reza Basalamah ada pertanyaan dari jama'ah tentang riya', " bagaimana mengatasi riya' ustadz?", Beliau menjawab," selama yang kita lakukan dapat dilihat orang maka kita akan berperang dengan riya', sama ketika ada seorang ustadz berdiri didepan jama'ah dia berusaha agar tidak riya' ketika menyampaikan materi kajian, seseorang yang sedekah kemudian dilihat orang lain maka dia juga berperang kepada perasaan riya' dan banyak lagi. Maka ketika seseorang beramal ibadah disaat sendiri, ketika seseorang menghamparkan sajadahnya di sepertiga malam untuk menegakkan shalat tahajud dimana hanya ada dirinya dan Allah saja, disitulah dia terbebas dari riya', waallahua'lam."
Mendengar jawaban beliau jadi teringat kajian Ustadz Armen Halim Naro Lc Rahimahullah ketika ditanya tentang kedudukan doa dalam tahlil kematian, beliau menjawab, "kedudukan doa dalam tahlil kematian sangat sedikit keikhlasan didalamnya, karena mereka datang berdoa karena diundang, juga mereka datang karena makanan yang mengisi mulut dan perut mereka. Padahal doa yang terbaik yakni ada keikhlasan didalamnya, maka doa yang terbaik disaat demikian yakni seseorang anggota keluarga yang ditinggal mati berdoa ditengah malam, shalat tahajud kemudian berdoa memohon ampunan atas yang meninggal dunia itu jauh lebih baik dari banyaknya orang yang berdoa disaat tahlil kematian, karena ada kandungan keikhlasan yang besar pada doa orang itu, dia berdoa bukan karena undangan dan juga karena makanan, waallahua'lam."
Merujuk kepada dalil-dalil dari Al Quran dan Al Hadits kita bisa menemukan bahwa syarat pokok diterimanya amalan seorang hamba ada dua:
Ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala.
Mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dua syarat ini disebutkan dengan jelas dalam akhir surat al-Kahfi:
(فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً)
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Oleh karena itu Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Dua hal ini merupakan dua rukun amal yang diterima. (Jadi suatu amalan) harus ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat: Mudzakkirah fil ‘Aqidah, karya Dr. Shalih bin Sa’ad as-Suhaimy, hal: 9-12).
Sumber Referensi,"Agar amalan diterima Allah Azza Wa Jalla", Oleh Ustadz Abdullah Zein MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar