Senin, 18 Desember 2017

SESAJEN TRADISI SYIRIK

TUMBAL DAN SESAJEN, TRADISI SYIRIK WARISAN JAHILIYAH

Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

Ritual mempersembahkan tumbal atau sesajen kepada makhuk halus (jin) yang dianggap sebagai penunggu atau penguasa tempat keramat tertentu tiada lain merupakan kebiasaan syirik (menyekutukan Allâh Azza wa Jalla dengan makhluk) yang sudah berlangsung turun-temurun di sebagian masyarakat kita. Mereka meyakini makhluk halus tersebut punya kekuatan untuk memberikan kebaikan (rezeki, jodoh, anak dan lainnya) atau menimpakan malapetaka kepada siapa saja, sehingga dengan mempersembahkan tumbal atau sesajen tersebut mereka berharap dapat meredam kemarahan makhluk halus itu dan agar segala permohonan mereka dipenuhinya.

Ternyata ritual ini sudah berkembang sejak jaman Jahiliyah sebelum Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan tauhid (peribadatan/penghambaan diri kepada Allâh Azza wa Jalla semata) dan memerangi syirik dalam segala bentuknya.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Dan bahwasanya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan [al-Jin/72 :6]

Maksudnya, orang-orang di jaman Jahiliyah meminta perlindungan kepada para jin dengan mempersembahkan ibadah dan penghambaan diri kepada para jin tersebut, seperti menyembelih hewan kurban (sebagai tumbal), bernazar, meminta pertolongan dan lain-lain[1] .

Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

{وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ، وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا، قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

Dan (ingatlah) hari di waktu Allâh menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia berfirman): “Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia”. Lalu berkatalah teman-teman dekat mereka dari golongan manusia (para dukun dan tukang sihir): “Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami”. Allâh berfirman: “Neraka itulah tempat tinggal kalian, sedang kalian kekal didalamnya, kecuali kalau Allâh menghendaki (yang lain)”. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” [al-An’âm/6:128]

Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah berkata: “Jin (syaitan) mendapatkan kesenangan ketika manusia menaatinya, menyembahnya, mengagungkannya dan berlindung kepadanya (berbuat syirik dan kufur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala). Sedangkan manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya keinginannya dengan sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka orang yang menghambakan diri pada jin (sebagai imbalannya) jin tersebut akan membantunya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya”[2] .

HUKUM TUMBAL DAN SESAJEN DALAM ISLAM
Mempersembahkan kurban yang berarti mengeluarkan sebagian harta dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala [3] , adalah suatu bentuk ibadah besar dan agung yang hanya pantas ditujukan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Allâh k berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurbanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allâh, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” [al-An’âm/6:162-163].

Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman kepada nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu (Allâh Subhanahu wa Ta’ala) dan berkurbanlah [al-Kautsar/108:2)]

Kedua ayat ini menunjukkan agungnya keutamaan ibadah shalat dan berkurban, karena melakukan dua ibadah ini merupakan bukti kecintaan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan pemurnian agama bagi-Nya semata-mata, serta pendekatan diri kepada-Nya dengan hati, lisan dan anggota badan, juga dengan menyembelih kurban yang merupakan pengorbanan harta yang dicintai jiwa kepada Dzat yang lebih dicintainya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala [4] .

Oleh karena itu, perbuatan mempersembahkan ibadah ini kepada selain Allâh Azza wa Jalla , baik itu jin, makhluk halus ataupun manusia, dengan tujuan untuk mengagungkan dan mendekatkan diri kepadanya, yang dikenal dengan istilah tumbal atau sesajen, adalah perbuatan dosa yang sangat besar, bahkan merupakan perbuatan syirik besar yang bisa menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam (menjadi kafir) [5] .

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ

Sesungguhnya Allâh hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang dipersembahkan kepada selain Allâh [al-Baqarah/2:173]

Imam Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullah berkata: “Artinya, sembelihan yang dipersembahkan kepada sesembahan (selain Allâh Azza wa Jalla) dan berhala, yang disebut nama selain-Nya (ketika disembelih), atau diperuntukkan kepada sembahan-sembahan selain-Nya” [6] .

Dalam sebuah hadits shahih, dari ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu, Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allâh melaknat orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya” [7] .

Hadits ini menunjukkan ancaman besar bagi orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya berupa laknat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yaitu dijauhkan dari rahmat-Nya. Karena perbuatan ini termasuk dosa yang sangat besar, bahkan termasuk perbuatan syirik kepada Allâh Azza wa Jalla, sehingga pelakunya pantas untuk mandapatkan laknat Allâh Azza wa Jalla dan dijauhkan dari rahmat-Nya [8] .

Penting sekali untuk diingatkan dalam pembahasan ini, bahwa faktor utama yang menjadikan besarnya keburukan perbuatan ini, bukanlah semata-mata karena besar atau kecilnya kurban yang dipersembahkan kepada selain-Nya, tetapi karena besarnya pengagungan dan ketakutan dalam hati orang yang mempersembahkan kurban tersebut kepada selain-Nya, yang semua ini merupakan ibadah hati yang agung yang hanya pantas ditujukan kepada Allâh Azza wa Jalla semata-mata.

Jadi, meskipun kurban yang dipersembahkan sangat kecil dan sepele, seperti seekor lalat sekalipun, jika disertai dengan pengagungan dan ketakutan dalam hati kepada selain-Nya, maka ini juga termasuk perbuatan syirik besar [9] .

Dalam sebuah atsar dari Sahabat mulia, Salmân al-Fârisi Radhiyallahu anhu beliau berkata: “Ada orang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor lalat, ada dua orang yang melewati (daerah) suatu kaum yang sedang bersemedi (menyembah) berhala mereka dan mereka mengatakan: “Tidak ada seorang pun yang boleh melewati (daerah) kita hari ini kecuali setelah dia mempersembahkan sesuatu (sebagai kurban/tumbal untuk berhala kita)”. Maka mereka berkata kepada orang yang pertama: “Persembahkanlah sesuatu (untuk berhala kami)!”, tapi orang itu enggan – dalam riwayat lain: orang itu berkata: “Aku tidak akan berkurban kepada siapapun selain Allâh Azza wa Jalla –. Maka dia pun dibunuh (kemudian dia masuk surga). Lalu mereka berkata kepada orang yang kedua: “Persembahkanlah sesuatu (untuk berhala kami)!”, Dalam riwayat lain: orang itu berkata: “Aku tidak mempunyai sesuatu untuk dikurbankan” Maka mereka berkata lagi: “Persembahkanlah sesuatu meskipun (hanya) seekor lalat!”. (Dengan menyepelekan), orang itu berkata: “Apalah artinya seekor lalat”. Lalu dia pun berkurban dengan seekor lalat. Dalam riwayat lain: maka mereka pun mengizinkannya lewat, kemudian (di akhirat) dia masuk neraka” [10] .

Wallahu'alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar