[25/12 19:37] +62 812-3006-8283: *SHALAT*
*🔹🔹 RUKUN-RUKUN SHALAT*
TATA CARA SHALAT
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
*A. Rukun-Rukun Shalat*
Shalat memiliki beberapa kewajiban dan rukun yang hakekat shalat itu tersusun darinya.
*✔ Sehingga, jika satu rukun saja tertinggal, maka shalat tersebut tidak terealisir dan secara hukum tidak di-anggap (batal).*
Berikut adalah rukun-rukunnya:
*1. Takbiratul ihram*
Dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مِفْتَـاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ، وَتَحْرِيْمُهَـا التَّكْبِيْرُ، وَالتَّحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ.
*= “Kunci shalat adalah bersuci. Pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam.”*[1]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada orang yang buruk shalatnya:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ.
*= “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah.”*[2]
*2. Berdiri bagi yang mampu saat mengerjakan shalat wajib*
Allah berfirman:
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
*= “… Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.”*
[Al-Baqarah: 238]
Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sambil berdiri. Beliau juga menyuruh ‘Imran bin Hushain untuk mengerjakan yang demikian. Beliau berkata kepadanya:
صَلِّ قَـائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ.
*= “Shalatlah sambil berdiri. Jika engkau tidak bisa, maka (shalatlah) sambil duduk. Jika tidak bisa, maka (shalatlah) dengan (tidur) miring (yaitu di atas tubuh bagian kanan dengan wajah menghadap kiblat.-ed.”*[3]
*3. Membaca al-Faatihah pada setiap raka’at*
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بَفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
*= “Tidak (sah) shalat orang yang tidak membaca fatihatul kitab (al-Faatihah).”*[4]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang yang buruk shalatnya untuk membacanya kemudian berkata,
*= “Kemudian lakukanlah yang seperti itu pada seluruh shalatmu.”*[5]
*4, 5. Ruku’ secara thuma’ninah (tenang)*
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
*= “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabb-mu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”*
[Al-Hajj: 77]
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang buruk shalatnya:
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَعِنَّ رَاكِعًا.
*= “Kemudian ruku’lah hingga kau merasa tenang dalam ruku’mu.”*[6]
*6, 7. Berdiri tegak setelah ruku’ sambil thuma’ninah di dalamnya*
Dari Abu Mas’ud al-Anshari Radhiyallahu anhuma. Dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
*= “Tidak diganjar shalat seseorang yang tidak menegakkan punggungnya dalam ruku’ dan sujud.”*[7]
Beliau juga berkata kepada orang yang buruk shalatnya:
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا.
*= “Kemudian bangkitlah hingga kau tegak berdiri.”*[8]
*8, 9. Sujud dan thuma’ninah di dalamnya*
Berdasarkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا
*= “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu…”*
[Al-Hajj: 77]
.
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang buruk shalatnya,
*= “Kemudian bersujudlah hingga engkau thuma’ninah dalam sujudmu. Lalu bangkitlah hingga engkau thuma’ninah dalam dudukmu. Lantas bersujudlah hingga engkau thuma’ninah dalam sujudmu.”*[9]
Anggota sujud:
Dari Ibnu ‘Abbas, dia mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ: عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ، وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ.
*= “Aku diperintah untuk bersujud di atas tujuh tulang: di atas dahi, -sambil menunjuk ke hidungnya-, kedua tangan, kedua lutut, serta ujung jari-jemari kedua kaki.”*[10]
Juga dari Ibnu ‘Abbas, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ يُصِيْبُ أَنْفَهُ مِنَ اْلأَرْضِ مَا يُصِيْبُ الْجَبِيْنَ.
*= “Tidak (sempurna) shalat orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah sebagaimana menempelkan dahinya.”*[11]
*10, 11. Duduk di antara dua sujud serta thuma’ninah padanya*
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
*= “Tidak diganjar shalat seseorang yang tidak menegakkan (meluruskan) punggungnya dalam ruku’ dan sujud.”*
Juga berdasarkan perintah beliau pada orang yang buruk shalatnya agar melakukan hal ini, sebagaimana telah dibicarakan dalam pembahasan sujud.
*12. Tasyahhud akhir*
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, dia berkata,
*= “Sebelum diwajibkan tasyahhud, dulu kami mengucapkan:*
“اَلسَّلاَمُ عَلَـى اللهِ، اَلسَّلاَمُ عَلَـى جِبْرِيْلَ وَمِيْكَـائِيْلَ،” فَقَـالَ رَسُـوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ تَقُوْلُوْا هكَذَا، وَلكِنْ قُوْلُوْا: اَلتَّحِيَّاتُ للهِ…
*= “Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas Allah. Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas Jibril dan Mikail.”*
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
*= ‘Janganlah kalian mengucapkan seperti itu. Tapi ucapkanlah, ‘Segala penghormatan…*[12]
Catatan:
Riwayat paling shahih tentang tasyahhud adalah riwayat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajariku tasyahhud secara langsung sebagaimana mengajariku surat al-Quran.
“التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.”
*= “Segala penghormatan hanya bagi Allah. Begitupula seluruh pengagungan dan kebaikan.*
*= Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas engkau, wahai Nabi. Begitu pula kasih sayang Allah dan berkahNya. Mudah-mudahan kesejahteraan tercurahkan atas kita semua dan para hamba Allah yang shalih.*
*= Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”*[13]
Catatan lain:
Sabda beliau:
“اََلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.”
*= “Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas engkau, wahai Nabi. Begitupula kasih sayang Allah dan barakah-Nya.”*
Al-Hafizh berkata dalam al-Fat-h (II/314), “Terdapat pada sejumlah jalur hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ini adanya konsekuensi perbedaan antara zaman beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dan kita) sehingga (pada waktu itu) diucapkan dengan lafazh kalimat langsung. Adapun (zaman) selanjutnya, maka diucapkan dengan lafazh tidak langsung. Dalam kitab “al-‘Isti’dzan” pada Shahiih al-Bukhari dari jalur Abu Ma’mar, dari Ibnu Mas’ud.
Setelah menyebutkan hadits tasyahhud dia berkata, “Beliau (masih) berada di antara kami. Ketika beliau meninggal, kami mengucapkan:
“اَلسَّلاَمُ، يَعْنِيْ عَلىَ النَّبِيِّ
(semoga kesejahteraan terlimpahkan, maksudnya- atas Nabi), maksudnya kepada Nabi.” Seperti itulah disebutkan dalam al-Bukhari.
Abu ‘Awwanah juga mengeluarkannya dalam kitab Shahiihnya. Begitu pula as-Siraj, al-Jauzaqi, Abu Nu’aim al-Ashbahani, dan al-Baihaqi dari berbagai jalur menuju Abu Nu’aim guru al-Bukhari. Di situ disebutkan dengan lafazh, “Ketika beliau meninggal, kami mengucapkan
“اَلسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ”
tanpa lafazh: يعنى
(maksudnya). Begitupula riwayat Abu Bakr bin Abi Syaibah dari Abu Nu’aim.
As-Subki berkata dalam Syarh al-Minhaaj setelah menyebutkan riwayat ini dari jalur Abu ‘Awwanah secara sendiri, “Jika benar ini dari Sahabat, maka menunjukkan bahwa kalimat langsung dalam salam setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak wajib. Maka dikatakan: “اَلسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ”. Saya berkata (al-Hafizh), “Riwayat tersebut shahih tidak diragukan lagi. Saya telah menemukan jalur lain yang menguatkan. ‘Abdurrazzaq berkata, “Ibnu Juraij memberitahu kami, dia berkata, ‘Atha’ memberitahuku bahwa dulu semasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup para Sahabat mengucapkan: “اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَـا النَّبِيُّ”. Ketika beliau sudah meninggal, mereka mengatakan: “اَلسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ”. Ini adalah sanad yang shahih.
Al-Albani berkata dalam Shifatush Shalaah (hal. 126), “Itu pasti berdasarkan petunjuk langsung dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini juga diperkuat oleh riwayat ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma yang menyatakan bahwa dia mengajari mereka tasyahhud dalam shalat:
“اَلسَّلاَمُ عَلَى النَّبِيِّ”
diriwayatkan as-Siraj dalam Musnadnya (II/1/9) dan Mukhallash dalam al-Fawaa-id (I/54/11) dengan dua sanad yang shahih dari ‘Aisyah.
*13. Shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah tasyahhud akhir*
Berdasarkan hadits Fadhalah bin ‘Ubaid al-Anshari:
*= “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang sedang shalat. Dia tidak memuji dan mengagungkan Allah. Tidak pula bershalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia lalu pergi.*
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,
*= “Orang ini terlalu tergesa-gesa.” Kemudian beliau memanggilnya lalu berkata kepadanya dan kepada selainnya, “Jika salah seorang di antara kalian shalat, hendaklah ia memulai dengan sanjungan dan pujian pada Rabb-nya lalu bershalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu dia boleh berdo’a sesuka hatinya.”*[14]
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, dia berkata,
*= “Seorang laki-laki datang dan duduk di depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kami berada di sisi beliau. lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, adapun mengucap salam atas engkau, maka kami sudah tahu. Lalu bagaimanakah kami bershalawat atas engkau jika kami bershalawat atas engkau dalam shalat-shalat kami? Semoga Allah mencurahkan keselamatan-Nya atas engkau?” Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, “Beliau terdiam hingga kami berharap laki-laki itu tak pernah menanyainya (seperti itu).” Beliau kemudian berkata, “Jika kalian bershalawat atasku, maka ucapkanlah:*
“اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ اَلنَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ…”
*= “Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad, Nabi yang buta huruf, serta kepada keluarga Muhammad…”*15]
Catatan:
Kalimat shalawat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terbaik adalah yang diriwayatkan Ka’b bin ‘Ujrah, dia mengatakan bahwa kami berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui atau mengenal bagaimana mengucap salam atas engkau. Lalu bagaimana dengan shalawatnya?” beliau berkata, “Ucapkanlah:
“اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.”
“Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad, dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan Mahaagung. Serta berilah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan Mahaagung.” [16]
*14. Salam*
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مِفْتَـاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ، وَالتَّحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ، وَالتَّحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ.
*= “Kunci shalat adalah bersuci. Pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah salam.”*[17]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Hasan Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 222)], Sunan at-Tirmidzi (I/5 no. 3), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/88 no. 61), dan Sunan Ibni Majah (I/101 no. 270).
[2]. Telah disebutkan takhirjnya.
[3]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 3778)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/587 no. 1117). Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/233 no. 939) dan Sunan at-Tirmidzi (I/231 no. 369).
[4]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/236 no. 756)], Shahiih Muslim (I/295 no. 394), Sunan at-Tirmidzi (I/156 no. 247), Sunan an-Nasa-i (II/137), Sunan Ibni Majah (I/273 no. 837), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/42 no. 807), dengan tambahan: “Dan begitulah seterusnya.” Hal ini tidak terdapat pada riwayat selainnya.
[5]. Telah disebutkan takhrijnya.
[6]. Ibid.
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 71)], Sunan an-Nasa-i (II/183), Sunan at-Tirmidzi (I/165 no. 264), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/93 no. 840), dan Sunan Ibni Majah (I/282 no. 870).
[8]. Telah berlalu takhrijnya
[9]. Telah berlalu takhrijnya.
[10]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/297/812)], Shahiih Muslim (I/354/230-490), dan Sunan an-Nasa-i (II/209).
[11]. Shahiih: [Ad-Daraquthni (I/348/3). Al-Albani menyebutkannya dalam “Shifatu ash-Shalaah.” Hal. 123.
[12]. Shahiih: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 319)], Sunan an-Nasa-i (III/40), ad-Daraquthni (I/350 no. 4), dan al-Baihaqi (II/138).
[13]. Shahih: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 319)], Sunan an-Nasa-i (III/40), ad-Daraquthni (I/350 no. 4), dan al-Baihaqi (II/138).
[14]. Sanadnya Shahih: [Shifatush Shalaah (no. 128). Cet. Maktabah al-Ma’arif], Sunan at-Tirmidzi (V/180 no. 3546), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/354 no. 1468).
[15]. Sanadnya Hasan: [Shahiih Ibni Khuzaimah (I/351 dan 352 no. 711)].
[16]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (XI/152 no. 6357)], Shahiih Muslim (I/305 no. 406), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/264 no. 963), Sunan at-Tirmidzi (I/301/482), Sunan Ibni Majah (I/293 no. 904), dan Sunan an-Nasa-i (III/47).
[17]. Telah disebutkan takhrijnya.
Sumber: https://almanhaj.or.id/773-rukun-rukun-shalat.html
Repost : ➖➖➖➖➖➖➖➖
Group WA 📚 GUDANG ILMU 📚
Admin : 081230068283
[25/12 19:37] +62 812-3006-8283: *SHALAT*
*🔹🔹 DIMAKRUHKAN DALAM SHALAT, DIPERBOLEHKAN DALAM SHALAT DAN YANG MEMBATALKAN SHALAT*
*TATA CARA SHALAT*
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
*🔹 F. Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Shalat:*
*1. Bermain-main dengan pakaian atau anggota badan tanpa keperluan*
Dari Mu’aiqib Radhiyallahu anhu :
*= “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang yang mengusap debu ketika sujud, ‘Jika engkau melakukannya, maka cukup sekali saja.’”*[1]
*2. Berkacak pinggang*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata:
نُهِيَ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ مُخْتَصَرًا.
*= “Dilarang shalat sambil berkacak pinggang.”*[2]
*3. Mengangkat pandangan ke langit*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ رَفْعِهِمْ أَبْصَارَهُمْ عِنْدَ الدُّعَاءِ فِي الصَّلاَةِ إِلَى السَّمَاءِ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ.
*= “Hendaklah orang-orang berhenti mengangkat pandangan mereka ke langit ketika berdo’a dalam shalat atau mata mereka akan tersambar.”*[3]
*4. Menoleh tanpa keperluan*
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menoleh dalam shalat. Lalu beliau bersabda:
هُوَ اخْتِلاَسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ الْعَبْدِ.
*= “Ia merupakan sebuah curian yang dilakukan syaitan terhadap shalat seorang hamba.”*[4]
*5. Memandang pada sesuatu yang memalingkan*
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan mengenakan pakaian yang ada tandanya.
Kemudian beliau bersabda:
شَغَلَتْنِيْ أَعْلاَمُ هذِهِ، اِذْهَبُوْا بِهَـا إِلَى أَبِيْ جَهْمٍ، وَأْتُوْنِـيْ بِأَنْبِجَانِيَّةِ.
*= “Tanda pada pakaian ini telah menyibukkanku.*
*= Bawalah ia ke Abu Jahm dan bawakan aku anbijaniyyah (pakaian tebal dari wol yang tidak ada tandanya).”*[5]
*6. Sadl dan menutup mulut*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:
أَنَّ رَسُـوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ السَّدْلِ فِي الصَّلاَةِ وَأَنْ يَغْطِيَ الرَّجُلُ فَاهُ.
*“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sadl dan menutup mulut ketika shalat.”*[6]
Syamsul Haq berkata dalam ‘Aunul Ma’buud (II/347): Al-Khaththabi berkata: As-sadl adalah menjulurkan pakaian hingga menyentuh tanah.
Disebutkan dalam an-Nailul Authaar: Abu ‘Ubaidah berkata tentang makna as-sadl adalah menjulurkan pakaian tanpa menyatukan kedua sisinya ke depan. Jika disatukan ke depan, maka tidak dinamakan sadl. Pengarang kitab an-Nihaayah berkata:
*= Maknanya adalah berkemul dengan pakaiannya dan memasukkan kedua tangan dari dalam lalu ruku’ dan sujud dalam keadaan seperti itu.*
*= Ini berlaku pada gamis dan jenis pakaian yang lain.*
Ada pula yang mengatakan: meletakkan bagian tengah sarung di atas kepala dan menjulurkan kedua tepiannya ke kanan dan ke kiri tanpa meletakkannya di atas kedua bahu. Al-Jauhari berkata: sadala tsaubahu yasduluhu sadlan, dengan dhammah artinya arkhahu (menjulurkannya). Tidak masalah mengartikan hadits pada semua arti ini, karena sadl mengandung banyak arti.
Membawa kalimat yang mengandung banyak arti pada semua maknanya adalah madzhab yang kuat.
*7. Menguap*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلتَّثَـاؤُبُ فِي الصَّلاَةِ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا تَثَـاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ.
*= “Menguap dalam shalat adalah dari syaitan. Jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah sebisa mungkin.”*[7]
*8. Meludah ke arah kiblat atau ke kanan*
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ، فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ. وَلِيَبْصُقْ عَنْ يَسَـارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى، فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هكَذَا. ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ.
*= “Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala berada di hadapannya. Maka janganlah ia meludah ke arah depan atau ke kanan. Hendaklah ia meludah ke sebelah kiri di bawah kaki kirinya. Dan jika terlanjur keluar, maka hendaklah ia tumpahkan ke pakaiannya.”*
Beliau kemudian melipat bajunya satu sama lain.[8]
*9. Menyilangkan jari-jemari*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فِيْ بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ كَانَ فِي صَلاَةٍ حَتَّى يَرْجِعَ، فَلاَ يَقُلْ هكَذَا، وَشَبَكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.
*= “Jika salah seorang di antara kalian wudhu’ di rumahnya kemudian mendatangi masjid, maka dia berada dalam sebuah shalat hingga pulang. Janganlah ia melakukan seperti ini.” Beliau menyilangkan jari-jemarinya.*[9]
*10. Menggulung rambut dan pakaian*
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةٍ، لاَ أَكِفَّ شَعْرًا وَلاَ ثَوْبًا.
*= “Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh (anggota sujud) dan tidak menggulung rambut maupun pakaian.”*
*11. Mendahulukan kedua lutut daripada kedua tangan ketika sujud*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيْرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ.
*= “Jika salah seorang di antara kalian hendak sujud, maka janganlah turun sebagaimana unta menderum. Hendaklah ia letakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.”*
*12. Membentangkan kedua tangan (menempel dengan lantai) ketika sujud*
Dari Anas Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اِعْتَدِلُوْا فِـي السُّجُوْدِ، وَلاَ يَبْسُطُ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ اِنْبِسَاطَ الْكَلْبِ.
*= “Bersikaplah pertengahan ketika sujud, dan janganlah salah seorang di antara kalian membentangkan tangannya sebagaimana anjing.”*[10]
*13. Shalat ketika hidangan sudah disajikan atau menahan buang air besar dan kecil*
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ، وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ اْلأَخْبَثَانِ.
*= "Tidak (sempurna) shalat ketika hidangan sudah disajikan, dan tidak (sempurna) pula shalat orang yang menahan buang air besar atau kecil.”*[11]
*14. Mendahului imam*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ اْلإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ يَجْعَلَ اللهُ صُوْرَتَهُ صُوْرَةَ حِمَارٍ.
*= “Tidakkah salah seorang di antara kalian takut, Allah menjadikan kepalanya seperti kepala keledai bila dia mengangkat kepalanya sebelum imam. Atau menjadikan rupanya seperti rupa keledai.”*[12]
*🔹 G. Hal-Hal Yang Diperbolehkan Dalam Shalat*
*1. Berjalan untuk keperluan*
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata,
*= “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di dalam rumah sedangkan pintunya tertutup. Lalu aku datang dan minta dibukakan. Kemudian beliau berjalan dan membukakan pintu untukku. Setelah itu beliau kembali ke tempat shalatnya. ‘Aisyah menyifatkan bahwa pintu tersebut berada di arah Kiblat.”*[13]
*2. Menggendong anak kecil*
Dari Abu Qatadah:
*= “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah, puteri Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu al-‘Ash bin ar-Rabi’. Jika beliau berdiri, beliau menggendongnya. Namun jika sujud, beliau meletakkannya.”*[14]
*3. Membunuh al-aswadain (kalajengking dan ular)*
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :
*= “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh agar membunuh dua binatang hitam dalam shalat, yaitu kalajengking dan ular.”*[15]
*4. Menoleh dan memberi isyarat untuk keperluan*
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata,
*= “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menderita sakit. Lalu kami shalat di belakang beliau yang shalat dalam keadaan duduk. Kemudian beliau menoleh dan melihat kami berdiri. Ke-mudian beliau mengisyaratkan kepada kami (untuk duduk), lalu kami pun duduk.”*[16]
*5. Meludah di baju atau mengeluarkan sapu tangan dari saku*
Dalilnya telah disebutkan dalam hadits Jabir tentang larangan meludah ke arah kiblat.
*6. Memberi isyarat untuk menjawab salam*
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata,
*= “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Quba’ untuk shalat di sana. Tak lama kemudian datanglah orang-orang Anshar dan mengucapkan salam kepada beliau yang sedang shalat. Lalu aku berkata pada Bilal, “Bagaimana engkau melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salam ketika mereka memberi salam kepada beliau padahal beliau sedang shalat?” Dia berkata, “Beliau memberi isyarat seperti ini.” Dia membuka telapak tangannya. Ja’far bin ‘Aun (perawi hadits) pun membuka telapak tangannya. Ia jadikan bagian dalamnya menghadap ke bawah dan bagian luarnya ke atas.”*[17]
*7. Mengucapkan tasbih bagi laki-laki dan bertepuk tangan bagi wanita jika terjadi sesuatu dalam shalat*
Dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَا لَكُمْ حِيْنَ نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي الصَّلاَةِ أَخَذْتُمْ فِي التَّصْفِيْقِ، إِنَّمَا التَّصْفِيْقُ لِلنِّسَاءِ، مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ فَلْيَقُلْ: سُبْحَانَ اللهِ، فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُهُ أَحَدٌ حِيْنَ يَقُوْلُ سُبْحَانَ اللهِ إِلاَّ الْتَفَتْ…
*= “Wahai manusia, kenapa jika terjadi sesuatu dalam shalat kalian bertepuk tangan? Sesungguhnya bertepuk tangan adalah untuk wanita.*
*= Barangsiapa menemui kejadian dalam shalatnya, hendaklah ia mengucapkan: subhaanallah. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang mendengarnya ketika ia mengucap: subhaanallah melainkan ia telah berpaling…*[18]
*8. Mengingatkan imam*
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma :
*= “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan suatu shalat lalu membaca surat dan bacaannya tercampur (keliru). Ketika selesai beliau berkata pada Ubay, “Apakah engkau shalat bersama kami?” Dia berkata, “Ya.” Beliau berkata, “Lalu, apakah yang menghalangimu (untuk membenarkan bacaanku tadi?”*[19]
*9. Mencolek kaki orang yang sedang tidur*
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata,
*= “Aku menyelonjorkan kakiku pada kiblat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat. Jika sujud, beliau mencolekku dan aku pun mengangkatnya. Jika beliau berdiri aku menyelonjorkannya lagi.”*[20]
*10. Menahan orang yang ingin lewat di depannya*
Dari Abu Sa’id Radhiyallahu anhu, dia berkata,
*= “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:*
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ، فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يُجْتَـازُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِي نَحْرِهِ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ.
*= “Jika salah seorang di antara kalian shalat menghadap ke sesuatu yang menjadi pembatas baginya dari manusia, kemudian seseorang hendak lewat di depannya, maka doronglah pada lehernya. Jika dia menolak, maka perangilah (lawanlah) dia. Karena sesungguhnya dia adalah syaitan.”*[21]
*11. Menangis*
Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dia berkata,
*= “Tidak ada seorang penunggang kuda pun di antara kami pada hari perang Badar selain al-Miqdad. Aku tidak melihat seorang pun di antara kami melainkan sedang tidur (malam). Kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shalat sambil menangis di bawah sebuah pohon hingga Shubuh.”*[22]
*🔹 H. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat*
*1. Yakin adanya hadats*
Dari ‘Abbad bin Tamim Radhiyallahu anhu, dari pamannya:
= “Ada seseorang yang mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sesuatu (hadats) yang seolah-olah terjadi dalam shalatnya.
Lalu beliau bersabda:
لاَ يَنْفَتِلْ -أَوْ لاَ يَنْصَرِفْ- حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا.
*= “Janganlah ia membubarkan (membatalkan shalatnya) atau berpaling hingga dia mendengar suara atau mencium bau.”*[23]
*2. Meninggalkan salah satu rukun atau syarat dengan sengaja atau tanpa alasan*
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang buruk shalatnya:
اِرْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ.
*= “Kembali dan shalatlah, karena engkau belum shalat.”*[24]
Juga perintah beliau terhadap orang yang pada punggung telapak kakinya terdapat sedikit bagian yang tidak terkena air wudhu’ agar mengulang wudhu’ dan shalatnya.
*3. Makan dan minum dengan sengaja*
Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,
*= “Para ahlul ilmi sepakat bahwa orang yang makan atau minum dengan sengaja ketika shalat wajib, maka dia wajib mengulang shalatnya.*[25]
Begitupula pada shalat sunnah menurut jumhur (mayoritas ulama. Karena apa yang membatalkan shalat wajib, juga membatalkan shalat sunnah.
*4. Berbicara dengan sengaja bukan untuk kemaslahatan shalat*
Dari Zaid bin Arqam, dia berkata,
*= “Dulu kami berbicara dalam shalat. Seseorang di antara kami bercakap-cakap dengan kawan di sebelahnya yang sedang shalat. Hingga turunlah ayat:*
.وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
*= ‘… Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.’*
[Al-Baqarah: 238].
*Kami pun diperintah diam dan dilarang berbicara.”*[26]
*5. Tertawa*
Ibnul Mundzir rahimahullah menukil ijma’ bahwa tertawa membatalkan shalat.
*6. Lewatnya perempuan baligh, keledai, atau anjing hitam di antara orang yang shalat dan tempat sujudnya*
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا قَـامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي، فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ. فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ اْلأَسْوَد.ُ
*= “Jika salah seorang dari kalian shalat, maka dia terbatasi jika di hadapannya terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan. Jika di hadapannya tidak terdapat (pembatas) seukuran pelana hewan tunggangan, maka shalatnya terputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam.”*
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/79 no. 1207)], Shahiih Muslim (I/388 no. 546 (49)), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/223 no. 934), Sunan at-Tirmidzi (I/235 no. 377), Sunan Ibni Majah (I/327 no. 1026), dan Sunan an-Nasa-i (III/7).
[2]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/88 no. 1220)], Shahiih Muslim (I/387 no. 545), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/223 no. 94), Sunan at-Tirmidzi (I/237 no. 381), dan Sunan an-Nasa-i (II/127).
[3]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 343)], Shahiih Muslim (I/321 no. 429), dan Sunan an-Nasa-i (III/39).
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 7047)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/234 no. 751), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/178 no. 897), dan Sunan an-Nasa-i (II/8).
[5]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 2066)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/234 no. 752), Shahiih Muslim (I/391 no. 556), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/182 no. 901), Sunan an-Nasa-i (II/72), dan Sunan Ibni Majah (II/1176 no. 3550).
[6]. Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 966)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/347 no. 629), Sunan at-Tirmidzi (I/234 no. 376), pada kalimat pertama saja. Sunan Ibni Majah (I/310 no. 966), pada kalimat kedua saja.
[7]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 3013)], Sunan at-Tirmidzi (I/230 no. 368), dan Shahiih Ibni Khuzaimah (II/61 no. 920).
[8]. Shahih: [Shahiih Muslim (IV/2303 no. 3008)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/144 no. 477).
[9]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 445)] dan Shahiih Ibni Khuzaimah (I/206).
[10]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/301 no. 822)], Shahiih Muslim (I/355 no. 493), Sunan at-Tirmidzi (I/172 no. 275), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/166 no. 883), Sunan Ibni Majah (I/288/892), dan Sunan an-Nasa-i (II/212) dengan lafazh serupa.
[11]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 7509)], Shahiih Muslim (I/393 no. 560), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/160 no. 89).
[12]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/182 no. 691)], ini adalah lafazhnya. Shahiih Muslim (I/320 no. 427), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/330 no. 609), Sunan an-Nasa-i (II/69), dan Sunan Ibni Majah (I/308 no. 961).
[13]. Hasan: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1151)], Sunan at-Tirmidzi (II/56 no. 598), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/190 no. 910), dan Sunan an-Nasa-i (III/11).
[14]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/590 no. 516)], Shahiih Muslim (I/385 no. 543), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/185 no. 904), dan Sunan an-Nasa-i (II/45).
[15]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 1147)] dan Shahiih Ibni Khuzaimah (II/41 no. 869).
[16]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1145)], Shahiih Muslim (I/309 no. 413), Sunan an-Nasa-i (III/9), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/313 no. 588).
[17]. Hasan shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 820)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/195 no. 915).
[18]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/107 no. 1234)], Shahiih Muslim (I/316/421), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/216 no. 926).
[19]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 803)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/175 no. 894).
[20]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/80 no. 1209)], ini adalah lafazhnya, serta Shahiih Muslim (I/367 no. 512 (272)), dengan lafazh serupa.
[21]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 638)] dan Shahiih Muslim (I/362 no. 505 (259)).
[22]. Sanadnya shahih: [Ahmad (al-Fat-hur Rabbaani) (XXI/36 no. 225)], dan Shahiih Ibni Khuzaimah (II/52 no. 899).
[23]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/237 no. 137)], Shahiih Muslim (I/272 no. 361), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (I/299 no. 174), Sunan Ibni Majah (I/171 no. 513), dan Sunan an-Nasa-i (I/99).
[24]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/267, 277 no. 793)], Shahiih Muslim (I/298 no. 397), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/96-93 no. 841), Sunan at-Tirmidzi (I/186-185 no. 301), Sunan an-Nasa-i (II/125).
[25]. Al-Ijma’ hal. 40.
[26]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/383 no. 539)], Sunan at-Tirmidzi (I/252 no. 4003), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/227 no. 936), Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/72 no. 1200), dan Sunan an-Nasa-i (III/18), pada kedua riwayat terakhir ini tidak terdapat kalimat: “Dan kami dilarang ber-bicara.”
Sumber: https://almanhaj.or.id/589-dimakruhkan-dalam-shalat-diperbolehkan-dalam-shalat-dan-yang-membatalkan-shalat.html
Repost : ➖➖➖➖➖➖➖➖
Group WA 📚 GUDANG ILMU 📚
Admin : 081230068283
Tidak ada komentar:
Posting Komentar