Surat Terbuka Untuk Calon Mertua
Wahai calon Mertua yang berbahagia.
Hari ini izinkan saya untuk memperkenalkan diri saya secara pribadi kepada Bapak.
Nama saya Joko, Joko Prastyo.
Mudah untuk diingat, bukan?
Saya berfikir saya sudah sangat cukup umur untuk berhadapan dengan Bapak.
Sudah jauh-jauh hari saya ingin menjumpai Bapak.
Namun keadaan belum berpihak kepada kita untuk saling bertatap muka.
Wahai calon Mertua,
izinkan saya untuk berbicara panjang lebar dihadapan Bapak.
Berbicara blak-blakan, apa adanya.
Saya hadir disini karena satu alasan,
hanya untuk meminta putri Bapak.
Minta izin untuk tinggal bersama diatas perjanjian berlandaskan syariat agama.
Wahai calon Mertua.
Saya memang bukan siapa-siapa.
Hanya seorang pemuda yang baru bisa memenuhi hajat perut dua kali sehari.
Hanya seorang lajang yang sering langganan “Nasi Pecel” di warung seberang.
Dan kehidupannya sering bertukar antara siang dan malam.
Saya juga belum punya apa-apa yang patut Bapak banggakan.
Dan sah-sah saja apabila kemudian ada pertanyaan yang akan Bapak ajukan.
Wahai calon Mertua.
Sedikit tentang latar belakang keluarga,
saya bukan keturunan bangsawan.
Bukan juga berdarah konglomerat yang memiliki banyak proyek di dinas pemerintahan.
Apalagi keturunan panglima yang sering menyetir Avanza ataupun sedan.
Saya hanya orang biasa dari kalangan biasa.
Keluarga saya hanya seorang petani yang kesehariannya menanam sayuran dan kacang2an.
Sedikit mempunyai penghasilan dari hasil membelah pinang.
Tentunya Bapak bisa membayangkan bagaimana kehidupan kami yang serba pas-pasan.
Calon Mertua yang saya kagumi.
Berbicara tentang pendidikan,
saya sedikit lega kalau tidak berbangga hati.
Dengan kondisi prihatin pendidikan menjadi prioritas keluarga walaupun dengan biaya yang pas-pasan.
Tentunya dengan banyak halangan dan rintangan.
Sehingga saya bisa bekerja ditempat yang setidaknya cukup nyaman bagi saya,
Saya yakin Bapak sudah sangat paham dengan keadaan yang saya perjuangkan.
Wahai calon Mertua yang arif nan bijak.
Saya hadir dengan satu alasan
yaitu ingin melamar anak Bapak yang shaleha.
Saya sangat menghargai dan menghormati ia sebagai perempuan.
Saya tidak mau menciderai anugerah yang Allah berikan.
Karena alasan itulah saya beranikan hati untuk berbicara dengan Bapak.
Selayaknya saya tidak baik berbicara begini,
namun hati saya selalu berontak untuk berkata jujur apa adanya.
Saya rasa itu tidak salah, bukan?
Sedikit cerita tentang awal perkenalan dengan anak Bapak.
Ketika itu tidak sengaja kenal di dunia maya.
Saya tidak mungkin memendam perasaan sampai akhir kehidupan.
Menurut saya, Bapak lah yang menjadi jalan sebagai obat penenang.
Wahai calon Mertua yang saya muliakan.
Saya memang belum berkecukupan selayaknya orang-orang diluar sana.
Saya belum punya banyak penghasilan.
Belum punya banyak pendapatan untuk mengarungi samudera yang sewaktu-waktu karam ditengah jalan.
Pun begitu,
yakinilah wahai calon Calon Mertua.
Yakinilah, saya akan menjaga amanah ini dengan sebaik mungkin.
Karena saya percaya,
putri Bapak adalah seorang navigator ulung yang sudah sangat mengenali arah bintang kehidupan.
Wahai calon Mertua.
Ini bukanlah penutup dari percakapan kita.
Ini adalah percakapan pembuka kita supaya Bapak membuka ruang.
Sebagai permulaan Bapak memberikan saya kesempatan meniti kehidupan bersama putri Bapak yang shaleha.
#terkirim_surat_ini_tanpa_alamat
#Semoga_calon_Mertua_juga_sedang_Facebookan😜😜
Tidak ada komentar:
Posting Komentar