*PENJELASAN RINGKAS SEPUTARA ZAKAT MAAL*
KARENA banyaknya pertanyaan seputar Zakat Maal yang diutarakan kepada saya, dan juga melihat ini adalah bulan yang sangat agung, dimana kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba di dalamnya akan dilipatgandakan, sehingga tak sedikit dari kalangan muslimin yang ingin mengeluarkan zakatnya di bulan Ramadhan yang mulia ini, maka saya pun berinisiatif untuk sedikit memberi penjelasan ringkas seputar Zakat Maal.
ZAKAT EMAS DAN PERAK.
Dalil tentang wajibnya zakat dari emas dan perak adalah nash Al-Qur'an, hadits dan kesepakatan ulama Islam.
Adapun dari Al-Qur'an adalah, firman-Nya:
والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها في سبيل الله فبشرهم بعذاب أليم"
[التوبة: ٣٤"
Artinya:
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, namun tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka beritakanlah kepada mereka akan azab yang pedih"
[QS.Attaubah: 34]
Sedangkan dari hadits adalah sabdanya:
"ما من صاحب ذهب ولا فضة لا يؤدي منها حقها، إلا إذا كان يوم القيامة صفحت له صفائح من نار، فأحمي عليها في نار جهنم، فيكوى بها جنبه وجبينه وظهره، كلما بردت أعيدت عليه في يوم كان مقداره خمسين ألف سنة، حتى يقضي الله بين العباد"
Artinya:
"Siapapun yang memiliki emas dan perak, namun tidak mau mengeluarkan zakatnya, melainkan pada hari kiamat akan menjadi lempengan yang dipanaskan dari api neraka, lalu dengan itu diseterika dahi, lambung, dan punggung mereka. Setiap kali mendingin, maka kembali dipanaskan. Pada suatu hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai Allah menyelesaikan antara hamba-hambanya"
[HR. Imam Muslim No. 987, dari Abu Hurairah]
Adapun ijma' kesepakatan ulama, telah dinukilkan oleh sekian ulama dalam buku-buku fiqih mereka, diantaranya Al Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mugni pada zakat emas dan perak.
1. Nishab emas:
Nishab emas sebanyak 20 dinar.
Dalil nishab ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"وليس عليك شيء -يعني في الذهب- حتى يكون لك عشرون دينارا، فإذا كان لك عشرون دينارا، وحال عليه الحول، ففيها نصف مثقال"
Artinya:
“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat setengah dinar (seperempat puluh)”
[HR. Imam Abu Daud, No. 1573]
1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.
Dari nishab tersebut, diambil 2,5% atau 1/40. Dan jika lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab awal. Demikian menurut pendapat yang paling kuat.
Contoh:
Seseorang memiliki 87 gram emas (sudah sampai nishab). Maka, jika telah sampai haulnya (setahun dari semenjak sampai nishabnya), wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.
2. Nishab Perak
Nishab perak adalah 200 dirham, setara 595 gram.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
"وفي الرقة كل مائتي درهم ربع العشر"
Artinya:
"Pada setiap perak yang berjumlah dua ratus dirham, maka dikeluarkan seperempat puluh"
[HR. Imam Bukhari, No.1454, dari Anas bin Malik]
Maka emas yang sudah sampai nishab yaitu 85gr, dan sudah satu haul maka wajib dikeluarkan zakat darinya seperempat puluh/2,5%, baik itu perhiasan atau emas simpanan.
Demikian pula dengan perak. Tidak seperti anggapan sebagian manusia, bahwa emas bila itu perhiasan maka tidak wajib di keluarkan zakatnya.
Dalil untuk hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud No:1563, Imam Nasai dan Imam Baihaqi dalam sunannya:
"Bahwa suatu hari ada seorang wanita bersama anak perempuannya mendatangi Nabi dan di tangan putrinya terdapat dua gelang dari emas, maka Nabi berkata:
"أتؤدين زكاة هذا؟ قالت: لا، قال: أيسرك أن يسورك الله بهما سوارين من نار، فخلعتهما، وألقتهما إلى النبي - صلى الله عليه وسلم -"
Artinya:
"Apakah engkau menunaikan Zakat dari emas ini (dua gelang tersebut, pent)?
Maka wanita tersebut menjawab: Tidak, maka Nabi pun bersabda:
"Apakah kamu mau Allah jadikan dua gelang tersebut, gelang dari api neraka?
Maka wanita tersebutpun melepaskan dua gelang tersebut dan melemparkannya kepada Nabi.
Adapun zakat uang, maka dikiaskan kepada perak, karena perak yang paling murah dari dua mata uang di zaman Nabi, yaitu emas dan perak. Maka apabila jumlah uang yang dimiliki seseorang sudah seharga 595 gr perak dan sudah melalui satu haul (satu tahun), maka wajib dikeluarkan zakat darinya seperempat puluh/2,5%.
Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa zakat itu wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Sampai nishabnya: emas = 85 gr dan perak = 595 gr.
2. Sudah melalui satu haul/setahun dari semenjak sempurna nishabnya.
Maka dari itulah para ulama Islam menetapkan tidak adanya zakat profesi yang diharuskan dari para pegawai (PNS) sekarang ini.
Pertanyaan:
Dari uraian di atas bahwa zakat tidak wajib dikeluarkan apabila salah-satu dari dua syarat di atas tidak ada, maka apabila harta kita telah sempurna nishabnya namun belum sampai satu haul, apakah boleh kita mengeluarkan zakat darinya?
Jawabannya:
Boleh (bukan wajib), ini merupakan pendapat mayoritas para ulama, selain Imam Malik dan Mazhab Dhahiri.
Dengan beberapa alasan:
1. Nabi pernah menerima zakat dari Abbas untuk dua tahun mendatang. (sebagaimana dalam riwayat Abu Daud No. 1624 dan Tirmizi No. 678, dihasankan oleh Syaikh Al Bani.
2. Karena sebab wajib sudah ada, hanya saja belum datang waktu wajib melakukannya.
Sebagaimana bolehnya membayar hutang sebelum jatuh tempo pembayaran. Dan sebagaimana bolehnya membayar kaffarah sumpah, setelah bersumpah namun belum menyelisihi sumpahnya.
3. Bab Zakat adalah ibadah harta, beda halnya dengan shalat dan puasa yang memang murni ibadah badan semata, dimana tidak boleh pada selain waktunya.
4. Permasalahan zakat berkaitan dengan kemaslahatan orang lain yaitu orang-orang miskin. Maka mengeluarkan zakat setelah sempurna nishabnya dan belum sampai haulnya, merupakan bentuk rahmah kepada mereka kaum miskin dan fuqara.
5. Imam Syafi'i berdalil atas bolehnya hal ini, dimana para shahabat mereka mengeluarkan zakat fitrah satu atau dua hari sebelum malam hari-raya. Sehingga beliau berkata:
"و بهذا نأخذ به"
Pendapat yang menyatakan boleh, merupakan fatwa lajnah daimah, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu 'Utsaimin.
Silahkan baca:
1. Al Bidayah, karya Ibnu Rusyd.
2. Majmu' Syarhul Muhazzab, karya Imam Nawawi.
3. Nailul Authar, karya Imam Syaukani.
4. Al mugni, karya Imam Ibnu Qudamah.
5. Mulakhosh Fiqih, karya Syaikh Fauzhan.
6. Fiqhul Muyasaar, karya kumpulan beberapa ulama Saudi Arabia.
7. Fatwa Lajnah Daimah.
8. Fatwa Syaikh Bin Baz
9. Fatwa Syaikh Ibnu 'Utsaimin.
Semoga bermanfaat.
Akhukum thuwailibul 'ilm:
📝Ust. Farhan Bin Ramli Bin Ahmad Al asyi ~Hafizhahullah📝
🌍 Sumber : Grup WA "Matan Al-Ajurumiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar