♨️⚠️ *BID’AH-BID’AH YANG TERJADI DI BULAN MUHARRAM*
Saudaraku kaum Muslimin rohimakumulloh....
Di bulan Muharrom yang mulia ini, ternyata di tengah masyarakat kita kaum Muslimin banyak sekali berkembang dan beredar keyakinan-keyakinan atau kepercayaan bid’ah, atau amalan-amalan bid’ah.
Berikut ini akan kami sebutkan sebagian besarnya saja. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Meyakini bahwa bulan Muharrom (Suro) adalah bulan keramat atau bulan sial.
Ya, atas dasar keyakinan seperti ini, di masyarakat kita banyak yang tidak mau mengadakan hajatan, baik itu pernikahan, khitan, memulai membangun rumah, atau yang lainnya.
Alasannya, karena bila mengadakan hajatan di bulan ini akan mendatangkan kesialan atau kegagalan dalam rumah tangga, kegagalan usaha dan sebagainya.
Ketahuilah, keyakinan adanya kesialan karena bulan ini, adalah keyakinan/kepercayaan bathil !
Karena sesungguhya, kesialan itu tidak ada hubungannya dengan bulan tertentu, hari tertentu, angka tertentu dan sebagainya. (lihat pembahasan pada fawaid-fawaid sebelum ini, yang sudah kami sampaikan)
2. Melakukan doa khusus di akhir tahun dan di awal tahun.
Tentang masalah ini, Fadhilatus Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rohimahulloh pernah menjelaskan :
“Tidak ada sedikit pun dalam syari’at ini tentang doa atau dzikir untuk awal tahun (atau akhir tahun). Orang-orang jaman sekarang banyak yang membuat-buat bid’ah berupa doa-doa, dzikir, atau saling mengucapkan selamat.
Demikian pula melakukan puasa di awal tahun baru, menghidupkan malam pertama di bulan Muharrom dengan sholat, dengan dzikir atau doa, melakukan puasa akhir tahun dan sebagainya, semuanya ini tidak ada dalilnya sama sekali !”
( Tas-hih Ad-Duu’a (hal. 107), karya Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rohimahulloh)
Lihat pula lebih luas : Ishlaahul Masaajid (hal. 129), karya Al-Qoshimi, As-Sunan wal Mubtada’at (hal. 155), karya Muhammad Ahmad Abdussalam.
3. Peringatan Tahun Baru Hijriyyah
Tentang hal ini, tidak ada dalam Sunnah (tuntunan atau syari'at) Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam anjuran untuk mengadakan acara peringatan Tahun Baru Hijriyyah.
Bahkan perkara ini juga termasuk bid’ah yang sangat jelek !
(lihat : Bida’ wa Akhtho’, hal. 218)
4. Melakukan Puasa Awal Tahun Baru Hijriyyah
Ini juga adalah bid’ah yang mungkar. Demikian pula puasa sunnah Akhir Tahun Hijriyyah.
Amalan ini hanyalah dibuat-buat orang tanpa berpijak pada dalil-dalil yang shohih sama sekali !
Di tengah masyarakat kita, tersebar hadits dengan lafadz seperti ini :
من صام آخر يوم من ذي الحجة وأول يوم من المحرم فقد ختم سنة الماضية بصوم وافتتح السنة المستقبلة بصوم, جعل الله له كفارة خمسين سنة
"Barangsiapa berpuasa pada akhir hari (di bulan) Dzulhijjah, dan puasa di awal hari (di bulan) Muharrom, maka dia telah menutup tahun yang lalu (akhir tahun) dengan puasa, membuka tahun yang akan datang (tahun baru/awal tahun) dengan puasa. Semoga Alloh menghapuskan dosa-dosanya selama lima puluh tahun.”
Hadits ini adalah hadits yang PALSU !
Lihat pembahasannya pada : ( Al-Aala’i Al-Mashnu’ah (2/108) karya As-Suyuthi, Tanziihus Syari’ah (2/148), karya Ibnu Arroq, Al-Fawaid Al-Majmu’ah (no. 280) karya Al-Imam As-Syaukani, dan lain-lain)
5. Menghidupkan Malam Pertama di Bulan Muharrom
Tentang hal ini dijelaskan oleh Syaikh Abu Syamah rohimahulloh sebagai berikut :
“Tidak ada keutamaan sama sekali pada malam pertama bulan Muharrom. Aku sudah meneliti atsar-atsar yang shohih maupun yang lemah dalam masalah ini (tetapi tidak ada satupun yang menjelaskannya, edt.). Bahkan dalam hadits-hadits yang palsu pun (dalam masalah ini), juga tidak disebutkan. Aku kuatir – wal iyyadzu billah, bahwa perkara ini hanya muncul dari seorang pendusta yang membuat-buat hadits !”
(lihat : Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’ wal Hawadits (hal. 239), karya Syaikh Abu Syamah rohimahulloh)
6. Menghidupkan Malam di Hari Asyuro
Diantara masyarakat kita kaum Muslimin, ada yang menghidupkan malam hari Asyuro dengan sholat, doa, dzikir, atau hanya sekedar berkumpul-kumpul hingga pagi hari.
Perkara seperti ini, jelas tidak ada tuntunannya sama sekali.
Fadhilatus Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rohimahulloh pernah berkata :
“Termasuk bentuk bid’ah dalam dzikir dan doa adalah menghidupkan malam hari Asyuro dengan dzikir dan ibadah, dan mengkhususkan doa pada malam itu dengan nama Doa Hari Asyuro, yang konon katanya barangsiapa membaca doa ini, tidak akan mati pada tahun tersebut !
Atau membaca surat dari Al-Qur’an yang disebutkan di dalamnya tentang Nabi Musa pada sholat Shubuh di hari Asyuro. Semuanya ini adalah perkara yang tidak dikehendaki oleh Alloh subhanahu wa ta’ala, Rosul-Nya, dan kaum Mukminin semuanya.”
(lihat : Tas-hih Ad-Du’aa (hal. 109) dan Bida’ Al-Qurro’ (hal. 9), keduanya karya Syaikh Bakr Abu Zaid rohimahulloh)
7. Sholat Asyuro
Yang dimaksud dengan Sholat Asyuro ini adalah : sholat sunnah yang dikerjakan antara waktu Dhuhur dan Ashar di hari Asyuro, sebanyak empat roka’at, di dalam setiap roka’at membaca Al-Fatihah sekali, kemudian membaca Ayat Kursi sepuluh kali, Al-Ikhlas sepuluh kali, Al-Falaq dan An-Naas lima kali. Apabila selesai dari salam, dilanjutkan membaca istighfar tujuh puluh kali.
Ketahuilah, anjuran sholat model seperti ini, dasarnya hanyalah hadits-hadits yang maudhu’ (palsu).
As-Syuqoiri rohimahulloh pernah berkata :
“Hadits tentang Sholat Asyuro adalah adalah hadits PALSU ! Para perowinya majhul (tidak dikenal), sebagaimana disebutkan oleh As-Suyuthi rohimahulloh dalam kitab Al-Aala’i Al-Mashnu’ah. Tidak boleh meriwayatkan hadits seperti ini, lebih-lebih sampai mengamalkannya !”
(lihat : As-Sunan wal Mubtada’at (hal. 154), Fawaid Al-Majmu’ah no. 60, juga Al-Aala’i Al-Mashnu’ah (2/92) )
8. Doa Khusus di Hari Asyuro
Beredar sebuah riwayat yang menyatakan :
“Barangsiapa mengucapkan doa/dzikir di hari Asyuro seperti ini : “Hasbiyalloh wa Ni’mal Wakil” sebanyak tujuh puluh kali, maka Alloh subhanahu wa Ta’ala akan menjaganya dari kejelekan di hari itu !”
Riwayat seperti ini tidak ada asal usulnya dari Nabi shollallohu alaii wa sallam, para Sahabat maupun para Tabi’in.
Tidak disebutkan dalam hadits-hadits yang lemah, apalagi di dalam hadits-hadits yang shohih.
Doa seperti ini hanya berasal dari ucapan sebagian orang.
Bahkan di kalangan para tokoh-tokoh thoriqot shufi itu ada yang meyakini, bahwa siapa saja yang membaca doa ini pada hari Asyuro, dia tidak akan mati pada tahun tersebut.
Ucapan tersebut jelas bathil, karena kematian seseorang itu adalah perkara yang telah ditetapkan oleh Alloh ta’ala.
Apabila telah datang ajal seseorang, tidak bisa dimajukan atau diakhirkan oleh apapun.
9. Memperingati Hari Kematian Al-Husain bin Ali rodhiyallohu anhuma.
Ya, di bulan Muharrom seperti ini, orang-orang Syi’ah setiap tahunnya mengadakan upacara kesedihan dan ratapan, dengan cara berdemontrasi turun ke jalan-jalan dan ke lapangan, memakai pakaian serba hitam, untuk mengenang gugurnya atau wafatnya Al-Husain rodhiyallohu anhuma.
Mereka memukuli pipi mereka sendiri, memukuli dadanya dan punggungnya, menyobek-nyobek saku bajunya, menangis dengan berteriak-teriak secara histeris, dengan menyebut-nyebut : “Ya Husain, ya Husain...”
Lebih-lebih lagi pada Hari Asyuro (tanggal 10 Muharrom), mereka melakukan lebih dari itu, yaitu mereka menyakiti tubuh-tubuh mereka sendiri dengan cambuk dan benda-benda tajam hingga tubuh mereka berlumuran darah.
Anehnya, mereka menganggap bahwa hal itu bagian dari amalan ibadah kepada Alloh dan sebagai bagian dari syi’ar-syi’ar agama Islam !
Terhadap amalan seperti ini, Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Rojab Al-Hambali rohimahulloh pernah mengatakan :
“Adapun menjadikan Hari Asyuro sebagai hari kesedihan atau ratapan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Rofidhoh (Syi’ah) karena terbunuhnya Al-Husain bin Ali rodhiyallohu anhuma, maka itu semua termasuk perbuatan orang-orang yang tersesat usahanya dalam kehidupan di dunia, sedangkan dia mengira telah berbuat kebaikan.
Diantaranya : meminta berkah dari benda-benda yang dianggap sakti dan keramat, seperti mencuci (menjamas) keris, pedang, tombak, dan benda-benda pusaka lainnya, dengan cara-cara dan ritual tertentu, termasuk di dalamnya mengirab kerbau bule yang mereka sebut sebagai Kyai Slamet. Juga acara Tapa Bisu (tidak mau berbicara selama ritual berlangsung), Tirakatan dengan berdoa dan menyaksikan pagelaran wayang kulit sepanjang malam, berendam di kali, mandi kembang, dan sebagainya yang semuanya itu mengandung keyakinan syirik.
Allohul Musta’an.....
Demikianlah beberapa bid’ah dan penyimpangan dalam amalan dan keyakinan, yang sering terjadi di bulan Muharrom. Dan mungkin masih banyak yang lainnya.
Wallohu a’lamu bis showab.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semuanya, barokallohu fiikum .....
Surabaya, Jum'at pagi yg sejuk, 9 Muharram 1442 H / 22 Agustus 2020 M
✍️ Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby
======================
Alloh dan Rosul-Nya saja tidak pernah memerintahkan agar hari musibah dan kematian para Nabi dijadikan sebagai hari ratapan/kesedihan, lalu bagaimana dengan orang-orang yang selain mereka ?” ( Latho’iful Ma’arif, hal. 113)
Catatan :
Sekedar untuk mengetahui sebagian peristiwa sejarah, ketahuilah... bahwa Al-Husain bin Ali rodhiyallohu anhuma, adalah cucu Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, dari putri Nabi yaitu Fathimah rodhiyallohu anha dengan Sahabat yang mulia, Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu.
Al-Husain adalah cucu yang sangat dicintai Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, sehingga Nabi shollallohu alaihi wa sallam pernah bersabda :
حسين مني وأنا من حسين, أحب الله من أحب حسينا, حسين سبط من الأسباط
“Husain adalah bagianku, dan aku adalah bagian dari Husain. Semoga Alloh mencintai orang-orang yang mencintai Husain. Husain adalah termasuk cucu keturunanku.” (HR At-Tirmidzi no. 3775, Ibnu Majah no. 144, Ibnu Hibban no. 2240, Al-Hakim (3/177) dan Imam Ahmad (4/172), dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rohimahulloh dalam As-Shohihah no. 1227)
Dan ketahuilah pula..... Al-Husain rodhiyallohu anhuma terbunuh pada peristiwa yang sangat tragis, di sebiuah tempat yang bernama Karbala pada tanggal 10 Muharrom tahun 61 H. Sehingga peristiwa ini kemudian dikenal dalam sejarah sebagai peristiwa Karbala.
(lihat kisah lengkapnya dalam kitab Al-Bidayah wan An-Nihayah (8/172-191), karya Al-Imam Ibnu Katsir rohimahulloh)
Akan tetapi, musibah apapun yang menimpa keluarga Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam dan kita sangat mencintai mereka, bukan suatu alasan yang dibenarkan jika kita berbuat melanggar aturan syari’at dengan memperingati hari kematian Al-Husain rodhiyallohu anhuma tersebut.
Hal itu karena, terbunuhnya dan meninggalnya orang-orang yang dicintai Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam sebelum Al-Husain rodhiyallohu anhuma sudah pernah terjadi, seperti terbunuhnya paman Nabi shollallohu alaihi wa sallam, yaitu Hamzah bin Abdul Muttholib rodhiyallohu anhu dalam perang Uhud.
Tetapi hal itu tidak menjadikan Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau mengenang atau memperingati peristiwa tersebut.
Tetapi hanya orang-orang Syi’ah/Rofidzhoh yang sesat lah yang mengenang terbunuhnya Al-Husain rodhiyallohu anhuma.
10. Peringatan hari Suka Cita (Kegembiraan)
Yang dimaksud dengan hari suka cita (kegembiraan) di sini adalah hari menampakkan kegembiraan di Hari Asyuro (tanggal 10 Muharrom), dengan menghidangkan makanan lebih dari biasanya dan memakai pakaian-pakaian yang bagus.
Hal ini dilakukan untuk menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas peristiwa terbunuhnya Al-Husain (sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Rofidzoh atau Syi’ah), dengan kegembiraan yang luar biasa.
Sebagaimana hal ini dilakukan oleh kelompok An-Nawashib (orang-orang yang sangat membenci Ahlul Bait Nabi).
Wallohu a’lamu bis showab.
Acara semacam ini pun tidak dibenarkan, bahkan termasuk bid’ah dalam agama. Tidak ada satupun dalil yang membenarkan amalan seperti itu. Bid’ahnya Rofidzhoh/Syi’ah, tidak boleh dilawan dengan Bid’ah yang lainnya.
(lihat : Majmu’ Al-Fatawa (25/309-310) dan Iqtidho’ As-Shirothil Mustaqim (2/133), keduanya karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh, dan Tamamul Minnah (hal. 412), karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rohimahulloh)
11. Melakukan Berbagai Ritual Adat Istiadat Yang Bukan Tuntunan Agama Islam
Hal seperti ini, banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat kita di Indonesia ini, umumnya bila tiba bulan Suro, dan khususnya di hari Asyuro (tanggal 10 Muharrom).
Mereka melakukan berbagai amalan untuk menyambut hari Asyuro tersebut, yang penuh dengan ritual kesyirikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar