Kamis, 26 Agustus 2021

CONTOH BERBAKTI KEPADA ORANG TUA SAAT MEREKA MASIH HIDUP DI DUNIA.

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

*🔵. CONTOH BERBAKTI KEPADA ORANG TUA SAAT MEREKA MASIH HIDUP DI DUNIA. 🔵*

(01). Mendoakan mereka agar diberi hidayah dan kekuatan untuk menjalankan ibadah

(02). Membimbing mereka agar mengetahui tauhid dan mengikuti sunnah Nabi ﷺ

(03). Berdiri menyambut kedatangan mereka dengan wajah berseri dan ceria, mendahului mengucapkan salam dan mencium tangan keduanya, serta menempatkannya di tempat dimana mereka merasa nyaman

(04). Memberikan perhatian dan pelayanan yang baik ketika orangtua berada di rumah anaknya

(05). Berusaha membebaskan orangtua dari beban hutang dan menjenguknya ketika sakit

(06). Memohon maaf jika anak tidak dapat memenuhi suatu keinginan dari orangtua

(07). Menghindari hal2 yg membuat mereka bersedih, meskipun itu perkara yang sepele

(08). Menafkahi orangtua jika mereka berada dalam kekurangan dan tidak bersikap kikir

(09). Bersikap mengalah serta menerima pendapat dari orangtua apabila berbenturan dengan pendapat anak, selama pendapat itu tidak menyelisihi syariat

(10). Tidaklah memanggil orangtua dengan namanya, tetapi memanggil mereka dengan ucapan ibu, bapak dll

(11). Hendaknya berkata dengan lembut, sopan, tawadhu' & tidak mengeraskan suara atau berkata kasar kepada orangtua

(12). Tidak duduk sebelum mereka duduk, serta duduk di hadapan keduanya dengan santun, hormat dan tidak menjulurkan kaki

(13). Tidak menyela ketika mereka sedang berbicara, tetapi hendaknya berkata setelah orangtua menyelesaikan perkataannya

(14). Tidak mengagetkan orangtua ketika mereka sedang tidur atau beristirahat

(15). Menghadapkan wajah & badan kepada keduanya apabila mereka sedang berbicara

(16). Bersegera menjawab seruan orangtua, dan lebih mendahulukan mereka daripada perkara ibadah sunnah

(17). Meluruskan kedua orangtua dengan cara yang santun, apabila ada yang keliru dalam masalah dunia dan agama

(18). Membantu pekerjaan atau kesibukan kedua orangtua, & tidak membebani mereka dengan banyaknya tuntutan

(19). Memprioritaskan mereka dalam perkara makanan, minuman, pakaian dll

(20). Tidak duduk di tempat yang lebih tinggi dari tempat duduk kedua orangtua

(21). Sering mengunjungi kedua orangtua, serta memberikan kepada mereka hadiah

(22). Hendaknya meminta izin dulu kepada mereka ketika hendak keluar rumah

(23). Tidak pernah mengutamakan istri dan anak-anak daripada kedua orangtua

(24). Menjaga nama baik, kehormatan serta harta benda kedua orangtua

(25). Tidak mencela orangtua orang lain yang mengakibatkan orangtuanya juga dicela

(26). Bersikap menghormati sanak kerabat serta teman-teman dari orangtua

(27). Mendidik serta mengajarkan anak agar bersikap hormat dan sopan kepada nenek & kakek mereka

(28). Tidak masuk ke kediaman atau kamar orangtua sebelum mendapatkan izin dari keduanya, terutama di waktu istirahat atau sewaktu mereka tidur

(29). Mengantarkan orangtua apabila mereka berkeinginan utk mendatangi suatu tempat

(30). Memberangkatkan orangtua untuk haji dan umroh ketika mereka masih hidup, jika anak memiliki kemampuan secara materi

✍ Ustadz Najmi Umar Bakkar

Selasa, 10 Agustus 2021

Keutamaan Surat Al Mulk, Mencegah dari Siksa Kubur*

*📚 Keutamaan Surat Al Mulk, Mencegah dari Siksa Kubur*

*Muhammad Abduh Tuasikal, MSc*


*🌍Sumber https://rumaysho.com/1110-keutamaan-surat-al-mulk-mencegah-dari-siksa-kubur.html*

*Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya*

*Dalam beberapa kesempatan kita telah membahas tuntas surat Al Mulk berisi tafsir dan faedah berharga di dalamnya. Saat ini kami akan menghadirkan keutamaan surat Al Mulk. Akan kita saksikan nantinya bahwa surat Al Mulk memiliki fadhilah luar biasa yaitu untuk mencegah siksa kubur dan mudahnya mendapatkan syafa’at setelah kematian. Tentu saja hal ini mesti kita tinjau terlebih dahulu keshahihan hadits-haditsnya. Semoga sajian ini bermanfaat*

*Hadits Pertama*

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَبَّاسٍ الْجُشَمِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  إِنَّ سُورَةً مِنَ الْقُرْآنِ ثَلاَثُونَ آيَةً شَفَعَتْ لِرَجُلٍ حَتَّى غُفِرَ لَهُ وَهِىَ سُورَةُ تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ الْمُلْكُ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan pada kami Muhammad bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qotadah, dari ‘Abbas Al Jusyamiy, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada suatu surat dari al qur’an yang terdiri dari tiga puluh ayat dan dapat memberi syafa’at bagi yang membacanya, sampai dia diampuni, yaitu: “Tabaarakalladzii biyadihil mulku… (surat Al Mulk)” (HR. Tirmidzi no. 2891, Abu Daud no. 1400, Ibnu Majah no. 3786, dan Ahmad 2/299).

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “’Abbas Al Jusyamiy tidak diketahui mendengar hadits dari Abu Hurairah. Akan tetapi Ibnu Hibban menyebutkan perowi tersebut dalam Ats Tsiqqot. Hadits tersebut memiliki syahid (penguat) dari hadits yang shahih dari Anas, dikeluarkan oleh Ath Thobroni dalam Al Kabir dengan sanad yang shahih.” (Nailul Author 2/227)

*Penilaian hadits*

Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At Tirmidzi dalam Al Jaami’ Ash Shohih Sunan At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa (22/277) mengatakan bahwa hadits tersebut shahih.
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani dalam Nailul Author (2/227) mengatakan bahwa hadits tersebut memiliki penguat dengan sanad yang shahih.
Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ (2091) mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits tersebut tidak shahih. Karena yang mentsiqohkan ‘Abbas Al Jusyamiy hanyalah Ibnu Hibban, tidak yang lainnya. Sedangkan Ibnu Hibban sudah terkenal sebagai orang yang mutasahil (bermudah-mudahan dalam mentsiqohkan). Namun ada beberapa atsar yang menguatkan hadits ini.  (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)

*Hadits kedua*

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِى الشَّوَارِبِ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَمْرِو بْنِ مَالِكٍ النُّكْرِىُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى الْجَوْزَاءِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ ضَرَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- خِبَاءَهُ عَلَى قَبْرٍ وَهُوَ لاَ يَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ الْمُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى ضَرَبْتُ خِبَائِى عَلَى قَبْرٍ وَأَنَا لاَ أَحْسِبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الْمُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هِىَ الْمَانِعَةُ هِىَ الْمُنْجِيَةُ تُنْجِيهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ. وَفِى الْبَابِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Malik bin Abu Asy Syawarib telah menceritakan kepada kami Yahya bin ‘Amru bin Malik An Nukri dari Ayahnya dari Abul Jauza` dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat kemah di atas pemakaman, ternyata ia tidak mengira jika berada di pemakaman, tiba-tiba ada seseorang membaca surat Tabaarokalladzi bi yadihil mulk (Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan) “, sampai selesai. Kemudian dia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata; “Wahai Rasulullah sesungguhnya, aku membuat kemahku di atas kuburan dan saya tidak mengira jika tempat tersebut adalah kuburan, kemudian ada seseorang membaca surat Tabarok (surat) Al Mulk sampai selesai, ” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia adalah penghalang, dia adalah penyelamat yang menyelamatkannya dari siksa kubur.” Abu Isa (At Tirmidzi) berkata; Dari jalur ini, hadits ini hasan gharib. Dan dalam bab ini, ada hadits dari Abu Hurairah. (HR. Tirmidzi no. 2890)

Dalam hadits ini terdapat perowi dho’if yaitu Yahya bin Amru bin Malik. Yahya bin Ma’in, Abu Zur’ah, Abu Daud dan An Nasai menilainya dho’if. (Tahdzibul Kamal, 20/182)

*Penilaian hadits*

Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if sebagaimana dalam Dho’iful Jaami’ (6101).
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if. (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)

*Hadits ketiga*

حَدَّثَنَا هُرَيْمُ بْنُ مِسْعَرٍ – تِرْمِذِىٌّ – حَدَّثَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ عَنْ لَيْثٍ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لاَ يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ (الم تَنْزِيلُ) وَ (تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ الْمُلْكُ ). قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ رَوَاهُ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ لَيْثِ بْنِ أَبِى سُلَيْمٍ مِثْلَ هَذَا. وَرَوَاهُ مُغِيرَةُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- نَحْوَ هَذَا. وَرَوَى زُهَيْرٌ قَالَ قُلْتُ لأَبِى الزُّبَيْرِ سَمِعْتَ مِنْ جَابِرٍ فَذَكَرَ هَذَا الْحَدِيثَ. فَقَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ إِنَّمَا أَخْبَرَنِيهِ صَفْوَانُ أَوِ ابْنُ صَفْوَانَ وَكَأَنَّ زُهَيْرًا أَنْكَرَ أَنْ يَكُونَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ.

Telah menceritakan kepada kami Huraim bin Mis’ar At Tirmidzi telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Iyadh dari Laits dari Abu Az Zubair dari Jabir bahwa, “Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidur hingga beliau membaca Alif laam miim tanzil (surat As Sajdah) dan Tabarokalladzi bi yadihil mulk (surat Al Mulk).”

Abu Isa (At Tirmidzi) berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa perawi dari Laits bin Abu Sulaim seperti ini, dan diriwayatkan pula oleh Mughirah bin Muslim dari Abu Az Zubair dari Jabir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti ini. Zuhair meriwayatkan, katanya; “Aku bertanya kepada Abu Zubair; “Apakah kamu mendengar dari Jabir?” Ia pun menyebut hadits ini. Abu Az Zubair mengatakan; Hanya Shafwan atau Ibnu Shafwan yang mengabarkannya kepadaku. Sepertinya Zuhair mengingkari hadits ini dari Abu Az Zubair dari Jabir.

*Penilaian hadits*

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa hadits ini ghorib dan ada dua ‘illah (cacat), yaitu Abu Az Zubair, (seorang perowi mudallis ) yang meriwayatkan dengan mu’an’an dan dho’ifnya Al Laits.(Nataij Al Afkar, 3/265)
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits ini terdapat ‘illah (cacat). Laits bin Abu Sulaim adalah seorang perowi yang dho’if karena seringnya ia keliru. Juga Abu Az Zubair dinilai sebagai seorang perowi mudallis. Sedangkan di sini ia tidak gunakan lafazh mendengar, namun menggunakan lafazh ‘an (=dari), maka sanad hadits tersebut dho’if. (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)

*Hadits keempat*

أخبرنا عبيد الله بن عبد الكريم وقال حدثنا محمد بن عبيد الله أبو ثابت المدني قال حدثنا بن أبي حازم عن سهيل بن أبي صالح عن عرفجة بن عبد الواحد عن عاصم بن أبي النجود عن زر عن عبد الله بن مسعود قال : من قرأ { تبارك الذي بيده الملك } كل ليلة منعه الله بها من عذاب القبر وكنا في عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم نسميها المانعة وإنها في كتاب الله سورة من قرأ بها في كل ليلة فقد أكثر وأطاب

Telah menceritakan pada kami ‘Ubaidullah bin ‘Abdil Karim, ia berkata, telah menceritakan pada kami Muhammad bin ‘Ubaidillah Abu Tsabit Al Madini, ia berkata, telah menceritakan pada kami Ibnu Abi Hazim, dari Suhail bin Abi Sholih, dari ‘Arfajah bin ‘Abdul Wahid, dari ‘Ashim bin Abin Nujud, dari Zarr, dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Barangsiapa membaca “Tabarokalladzi bi yadihil mulk” (surat Al Mulk) setiap malam, maka Allah akan menghalanginya dari siksa kubur. Kami di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan surat tersebut “al Mani’ah” (penghalang dari siksa kubur).  Dia adalah salah satu surat di dalam Kitabullah. Barangsiapa membacanya setiap malam, maka ia telah memperbanyak dan telah berbuat kebaikan.” (HR. An Nasai dalam Al Kabir 6/179 dan Al Hakim. Hakim mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih)

*Riwayat di atas mauquf, hanya perkataan ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu*

Penilaian hadits:

Hakim mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih. Sebagaimana dinukilkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib wa At Tarhib (2/294).
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib (1589).

Kesimpulan Pembahasan Hadits

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa riwayat yang paling kuat yang membicarakan keutamaan surat Al Mulk adalah riwayat terakhir dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Riwayat tersebut bukanlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun hanya perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Keutamaan surat Al Mulk yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Mas’ud adalah:

Surat Al Mulk disebut dengan surat al Mani’ah, yaitu penghalang dari siksa kubur jika rajin membacanya di malam hari.
Membaca surat Al Mulk di malam hari adalah suatu kebaikan.
Catatan penting yang mesti diperhatikan:

Keutamaan surat ini bisa diperoleh jika seseorang rajin membacanya setiap malamnya, mengamalkan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, mengimani berbagai berita yang disampaikan di dalamnya.


Keterangan dari Para Ulama yang Duduk di Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa Saudi Arabia)

Pertanyaan: Apakah surat Al Mulk (tabaarokalladzi bi yadihil mulk …) jika dibaca setiap malam akan memberi syafa’at ketika mati bagi orang yang membacanya?

Jawaban: Hadits yang membicarakan hal tersebut dikeluarkan oleh Abu Daud dalam sunannya dengan teks:

Telah menceritakan pada kami ‘Amr bin Marzuq, telah menceritakan pada kami Syu’bah, telah menceritakan pada kami Qotadah, dari ‘Abbas Al Jusyamiy, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada suatu surat dari al Qur’an yang terdiri dari tiga puluh ayat dan dapat memberi syafa’at bagi yang membacanya, sampai dia diampuni, yaitu: “Tabaarakalladzii biyadihil mulku… (surat Al Mulk)”. Al Mundziri dalam mukhtashornya mengatakan bahwa hadits tersebut dikeluarkan oleh An Nasai dan Ibnu Majah. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan. Akan tetapi, dalam sanadnya terdapat perowi yang dho’if.

Oleh karena itu, diharapkan bagi siapa yang mengimani isi surat ini, menghapalkannya, mengharap wajah Allah dengan menarik pelajaran berharga di dalamnya serta mengamalkan hukum yang ada di dalamnya, semoga mendapatkan syafa’at karena membacanya.

Wa billahit taufiq. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

[Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan keenam dari fatwa no. 9604, 4/334-335. Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota]
 

Semoga kajian dari kami mengenai surat Al Mulk bisa menjadi ilmu yang bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Diselesaikan atas nikmat Allah, di Panggang-GK, 15 Rajab 1431 H (28/06/2010)

*Artikel www.rumaysho.com*

*Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal*
 


*Sumber https://rumaysho.com/1110-keutamaan-surat-al-mulk-mencegah-dari-siksa-kubur.html*

📚 Sembilan Faedah Surat al-Fatihah (1)*

*📚 Sembilan Faedah Surat al-Fatihah (1)*

*Ari Wahyudi, S.Si*


*🌍Sumber https://muslim.or.id/647-sembilan-faedah-surat-al-fatihah-1.html*

*Surat al-Fatihah* *menyimpan banyak pelajaran berharga. Surat yang hanya terdiri dari tujuh ayat ini telah merangkum berbagai prinsip dan pedoman dalam ajaran Islam. Sebuah surat yang harus dibaca setiap kali mengerjakan sholat. Di dalam surat ini, Allah ta’ala memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Di dalamnya, Allah mengajarkan kepada mereka tugas hidup mereka di dunia. Di dalamnya, Allah mengajarkan kepada mereka untuk bergantung dan berharap kepada-Nya, cinta dan takut kepada-Nya. Di dalamnya, Allah menunjukkan kepada mereka jalan yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan. Berikut ini kami akan menyajikan petikan faedah dari surat ini dengan merujuk kepada al-Qur’an, as-Sunnah, serta keterangan para ulama salaf. Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat untuk yang menyusun maupun yang membacanya*


*Faedah Pertama: Kewajiban untuk mencintai Allah*

*Di dalam ayat ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’ terkandung al-Mahabbah/kecintaan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan, “Di dalam ayat tersebut terkandung kecintaan, sebab Allah adalah Yang memberikan nikmat. Sedangkan Dzat yang memberikan nikmat itu dicintai sesuai dengan kadar nikmat yang diberikan olehnya.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 12)*

*Sebagaimana kita ketahui bahwa kecintaan merupakan penggerak utama ibadah kepada Allah ta’ala. Karena cintalah seorang hamba mau menundukkan diri dan menaati perintah dan larangan Allah ta’ala. Sebaliknya, karena sedikit dan lemahnya kecintaan maka ketundukan dan ketaatan seorang hamba kepada Rabbnya pun akan semakin menipis. Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Setiap pemberi kenikmatan maka dia berhak dipuji sesuai dengan kadar kenikmatan yang dia berikan. Dan hal ini melahirkan konsekuensi keharusan untuk mencintainya. Sebab jiwa-jiwa manusia tercipta dalam keadaan mencintai sosok yang berbuat baik kepadanya. Sementara Allah jalla wa ‘ala adalah Sang pemberi kebaikan, Sang pemberi kenikmatan dan pemberi keutamaan kepada hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu hati akan mencintai-Nya karena keutamaan dan kebaikan-Nya, sebuah kecintaan yang tak tertandingi dengan kecintaan mana pun. Oleh karena itu, kecintaan merupakan jenis ibadah yang paling agung. Maka alhamdulillahi Rabbil ‘alamin mengandung -ajaran kecintaan.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 12)*

*Allah ta’ala berfirman*

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

*Di antara manusia, ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai sesembahan tandingan. Mereka mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman lebih dalam kecintaannya kepada Allah.” (QS. al-Baqarah: 165)*

*Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang mencintai selain Allah sebagaimana kecintaannya kepada Allah ta’ala maka dia tergolong orang yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu. Ini merupakan persekutuan dalam hal kecintaan, bukan dalam hal penciptaan maupun rububiyah, sebab tidak ada seorang pun di antara penduduk dunia ini yang menetapkan sekutu dalam hal rububiyah ini, berbeda dengan sekutu dalam hal kecintaan, maka sebenarnya mayoritas penduduk dunia ini telah menjadikan selain Allah sebagai sekutu dalam hal cinta dan pengagungan*
*(Ighatsat al-Lahfan, hal. 20)*

*Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda*

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

*Ada tiga perkara, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan mendapatkan manisnya iman. Yaitu apabila Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripa selain keduanya. Apabila dia mencintai orang tidak lain karena kecintaannya kepada Allah. Dan dia membenci kembali ke dalam kekafiran sebagaimana orang yang tidak senang untuk dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu)*

*Oleh sebab itu jalinan kecintaan karena selain Allah akan musnah, sedangkan kecintaan yang dibangun di atas ketaatan dan kecintaan kepada-Nya akan tetap kekal hingga hari kemudian. Allah ta’ala berfirman*

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

*Pada hari itu orang-orang yang saling berkasih sayang akan saling memusuhi satu dengan yang lainnya, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67)*

*Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Tidak tersisa selain kecintaan sesama orang-orang yang bertakwa, karena ia dibangun di atas landasan yang benar, ia akan tetap kekal di dunia dan di akhirat. Adapun kecintaan antara orang-orang kafir dan musyrik, maka ia akan terputus dan berubah menjadi permusuhan.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 15)*

*Allah ta’ala berfirman*

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا  يَا وَيْلَتَا لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا  لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

*Dan ingatlah pada hari kiamat itu nanti orang yang gemar melakukan kezaliman akan menggigit kedua tangannya dan mengatakan, ‘Aduhai alangkah baik seandainya dahulu aku mengambil jalan mengikuti rasul itu. Aduhai sungguh celaka diriku, andai saja dulu aku tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman dekatku. Sungguh dia telah menyesatkanku dari peringatan itu (al-Qur’an) setelah peringatan itu datang kepadaku.’  Dan memang syaitan itu tidak mau memberikan pertolongan kepada manusia.” (QS. al-Furqan: 27-29)*

*Faedah Kedua: Kewajiban untuk berharap kepada Allah*

*Di dalam ayat ‘ar-Rahman ar-Rahim’ terkandung roja’/harapan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan, “Di dalam ayat tersebut terkandung roja’.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18). Harapan merupakan energi yang akan memacu seorang insan. Dengan masih adanya harapan di dalam dirinya, maka ia akan bergerak dan melangkah, berjuang dan berkorban. Dia akan berdoa dan terus berdoa kepada Rabbnya. Demikianlah karakter hamba-hamba pilihan. Allah ta’ala berfirman*

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

*Mereka itu -sosok orang salih yang disembah oleh orang musyrik- justru mencari jalan untuk bisa mendekatkan diri kepada Allah; siapakah di antara mereka yang lebih dekat dengan-Nya, mereka mengharapkan rahmat-Nya dan merasa takut dari siksa-Nya. Sesungguhnya siksa Rabbmu harus senantiasa ditakuti.” (QS. al-Israa’: 57)*

*Allah ta’ala berfirman*

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

*Rabb kalian berfirman; Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan permintaan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku maka mereka akan masuk ke dalam Neraka dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir: 60)*

*Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda*

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ وَلَكِنْ لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ وَلْيُعَظِّمْ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ

*Apabila salah seorang di antara kalian berdoa maka janganlah dia mengatakan, ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Kamu mau’ tetapi hendaknya dia bersungguh-sungguh dalam memintanya dan memperbesar harapan, sebab Allah tidak merasa berat terhadap apa pun yang akan diberikan oleh-Nya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)*

*Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda*

مَنْ لَمْ يَسْأَلْ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْه

*Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dihasankan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Tirmidzi [3373])*

*Harapan bukanlah angan-angan kosong, namun ia merupakan perbuatan hati yang mendorong pemiliknya untuk berusaha dan bersungguh-sungguh dalam mencapai keinginannya. Karena harapan itulah maka dia tetap tegar di atas keimanan, rela untuk meninggalkan apa yang disukainya demi mendapatkan keridhaan Allah, dan dia akan rela mengerahkan segala daya dan kekuatannya di jalan Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman*

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

*Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 218)*

*Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya harapan yang terpuji tidaklah ada kecuali bagi orang yang beramal dengan ketaatan kepada Allah dan mengharapkan pahala atasnya, atau orang yang bertaubat dari kemaksiatannya dan mengharapkan taubatnya diterima. Adapun harapan semata yang tidak diiringi dengan amalan, maka itu adalah ghurur/ketertipuan dan angan-angan yang tercela*
 *(Syarh Tsalatsatul*
 *Ushul, hal. 58)*

*Faedah Ketiga: Kewajiban untuk takut kepada Allah*

*Di dalam ayat ‘Maaliki yaumid diin’ terkandung ajaran untuk merasa takut kepada hukuman Allah. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Di dalamnya terkandung khauf/rasa takut.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18). Dengan adanya rasa takut inilah, seorang hamba akan menahan diri dari melanggar aturan-aturan Allah ta’ala. Dengan adanya rasa takut inilah, seorang hamba akan rela meninggalkan sesuatu yang disukainya karena takut terjerumus dalam larangan dan kemurkaan-Nya. Sebab pada hari kiamat nanti manusia akan mendapatkan balasan atas amal-amalnya di dunia. Barangsiapa yang amalnya baik, maka baik pula balasannya Dan barangsiapa yang amalnya buruk, maka buruk pula balasannya*

*Allah ta’ala berfirman*

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى  فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

*Adapun orang yang merasa takut kepada kedudukan Rabbnya dan menahan diri dari memperturutkan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggalnya. (QS. an-Nazi’at: 40-41)*

*Di hari kiamat nanti, semua orang akan tunduk di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada seorang pun yang berani dan mampu untuk menentang titah-Nya. Ketika itu langit dan bumi akan dilipat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda*

يَطْوِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَاوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ بِيَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ ثُمَّ يَطْوِي الْأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ

*Allah ‘azza wa jalla akan melipat langit pada hari kiamat nanti kemudian Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya, lalu Allah berfirman; ‘Akulah Sang raja, di manakah orang-orang yang bengis, di manakah orang-orang yang suka menyombongkan dirinya.’ Kemudian Allah melipat bumi dengan tangan kirinya, kemudian Allah berfirman; ‘Aku lah Sang Raja, di manakah orang-orang yang bengis, di manakah orang-orang yang suka menyombongkan diri.’.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma)*

*Di hari kiamat nanti, harta dan keturunan tidak ada gunanya, kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Allah ta’ala berfirman*

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ  إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ  وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ  وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِلْغَاوِينَ

*Pada hari itu tidak berguna harta dan keturunan kecuali bagi orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih, dan surga itu akan didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa, dan akan ditampakkanlah dengan jelas neraka itu kepada orang-orang yang sesat.” (QS. as-Syu’ara’: 88-91)*

*Suatu hari ketika kegoncangan di hari itu sangatlah dahsyat, sampai-sampai seorang ibu melalaikan bayi yang disusuinya dan setiap janin akan gugur dari kandungan ibunya. Allah ta’ala berfirman*

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ  يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ

*Hai umat manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian, sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah kejadian yang sangat besar. Ingatlah, pada hari itu ketika kamu melihatnya, setiap ibu yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan mengalami keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sesuangguhnya mereka tidak sedang mabuk, namun ketika itu adzab Allah sangatlah keras.” (QS. al-Hajj: 1-2)*

*Khauf kepada Allah semata merupakan bukti jujurnya keimanan seorang hamba. Allah ta’ala berfirman*

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

*Sesungguhnya itu hanyalah syaitan yang menakut-nakuti para walinya, maka janganlah kalian takut  kepada mereka, akan tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalin benar-benar beriman*
*(QS. Ali Imran: 175)*

*Syaikh Shalih al-Fauzan mengatakan, “Apabila ketiga perkara ini terkumpul: cinta, harap, dan takut, maka itulah asas tegaknya aqidah.” (Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 18)*

*Ketiga hal di atas Mahabbah, raja’ dan khauf– merupakan pondasi aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Oleh karena itu para ulama kita mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja maka dia adalah seorang Zindiq. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan rasa takut semata, maka dia adalah seorang Haruri/penganut aliran Khawarij. Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan rasa harap semata, maka dia adalah seorang Murji’ah. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan cinta, takut, dan harap maka dia adalah seorang mukmin muwahhid.” (Syarh Aqidah at-Thahawiyah tahqiq Ahmad Syakir [2/275] as-Syamilah)*

*Faedah Keempat: Kewajiban untuk mentauhidkan Allah*

*Di dalam ayat ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ terkandung ajaran untuk mentauhidkan Allah ta’ala. Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan kandungan ayat ini, “Maknanya adalah: Kami mengkhususkan ibadah dan isti’anah hanya untuk-Mu…” (Taisir al-Karim ar-Rahman [1/28]). Inilah hakikat ajaran Islam yaitu mempersembahkan segala bentuk ibadah kepada Allah semata. Karena tujuan itulah Allah menciptakan jin dan manusia. Untuk mendakwahkan itulah Allah mengutus para nabi dan rasul kepada umat manusia. Dengan ibadah yang ikhlas itulah seorang hamba akan bisa menjadi sosok yang bertakwa dan mulia di sisi-Nya. Allah ta’ala berfirman*

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

*Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)*

*Allah ta’ala berfirman*

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

*Tidaklah Kami mengutus sebelum seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya’: 25)*

*Allah ta’ala berfirman*

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

*Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian, yaitu yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian menjadi bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 21)*

*Allah ta’ala berfirman*

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

*Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 13)*

*Maka barangsiapa yang menujukan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah sungguh dia telah terjerumus dalam kemusyrikan. Sebagaimana kita meyakini bahwa Allah satu-satunya yang menciptakan alam semesta ini, yang menghidupkan dan mematikan, yang menguasai dan mengatur alam ini, maka sudah seharusnya kita pun menujukan segala bentuk ibadah kita yang dibangun di atas rasa cinta, harap, dan takut itu hanya kepada Allah semata*

*Faedah Kelima: Kewajiban untuk bertawakal kepada-Nya*

*Hal ini terkandung di dalam potongan ayat ‘wa iyyaka nasta’in’. Karena kita meyakini bahwa tidak ada yang menguasai kemanfaatan dan kemadharatan kecuali Allah, tidak ada yang mengatur segala sesuatu kecuali Dia, maka semestinya kita pun bergantung dan berharap hanya kepada-Nya. Kita tidak boleh meminta pertolongan dalam perkara-perkara yang hanya dikuasai oleh Allah kepada selain-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma*

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ

*Hai anak muda, aku akan mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan menemukan-Nya di hadapanmu. Apabila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah. Ketauhilah, seandainya seluruh manusia bersatu padu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu maka mereka tidak akan memberikan manfaat itu kepadamu kecuali sebatas apa yang Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka bersatu padu untuk memudharatkan dirimu dengan sesuatu maka mereka tidak akan bisa menimpakan mudharat itu kecuali sebatas apa yang Allah tetapkan menimpamu. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah mengering.” (HR. Tirmidzi, dia berkata; hasan sahih, disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [2516])*

*Allah ta’ala berfirman*

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا  وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

*Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan berikan baginya jalan keluar dan akan memberikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah pasti mencukupinya.” (QS. at-Thalaq: 2-3)*

*Orang-orang yang beriman adalah orang yang bertawakal kepada Allah semata. Allah ta’ala berfirman*

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

*Hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. al-Maa’idah: 23)*

*Apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Allah ta’ala juga berfirman*

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ  أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

*Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka hati mereka menjadi takut/bergetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka. Orang-orang yang mendirikan sholat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang mukmin yang sejati, mereka akan mendapatkan derajat yang berlainan di sisi Rabb mereka dan ampunan serta rezeki yang mulia.” (QS. al-Anfal: 2-4)*

*Dengan mengingat Allah maka hati mereka menjadi tenang. Allah ta’ala berfirman*

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

*Ingatlah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang.” (QS. ar-Ra’d: 28)*

*Berbeda halnya dengan orang yang bergantung dan berharap kepada selain Allah. Hati mereka tenang dan gembira ketika mengingat sesembahan dan pujaan selain Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman*

وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

*Apabila disebut nama Allah saja maka akan menjadi kesal hati orang-orang yang tidak beriman dengan hari akhirat itu, sedangkan apabila disebut selain-Nya maka mereka pun tiba-tiba merasa bergembira.” (QS. az-Zumar: 45)*

*Karena tawakal pula seorang hamba akan bisa masuk ke dalam surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda*

يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

*Akan masuk surga tujuh puluh ribu orang di antara umatku tanpa hisab, mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak mempunyai anggapan sial/tathayyur, dan hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. Bukhari dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma)*

*bersambung insya Allah*

*Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi*

*Artikel www.muslim.or.id*


*Ari Wahyudi, S.Si*

*Alumni dan pengajar Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, pengajar Ma'had Umar bin Khathab Yogyakarta, alumni S1 Biologi UGM, penulis kitab "At Tashil Fi Ma'rifati Qawa'id Lughatit Tanzil", pembina Ma'had Al Mubarok Yogyakarta*



*Sumber: https://muslim.or.id/647-sembilan-faedah-surat-al-fatihah-1.html*

HADITS-HADITS LEMAH DAN PALSU TENTANG KEUTAMAAN AMALAN-AMALAN DI BULAN MUHARRAM*

📚 *HADITS-HADITS LEMAH DAN PALSU TENTANG KEUTAMAAN AMALAN-AMALAN DI BULAN MUHARRAM*

❅ https://t.me/MuliaDenganSunnah

✒ Muhammad Wasitho Abu Fawwaz
Lebih.

♻ Hadits Pertama :

🍃 Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata :

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rozin bin Jami’ Al-Mishri Abu Abdillah Al-Mu’addal, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Al-Haitsam bin Habib, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Sallaam Ath-Thowil, dari Hamzah Az-Zayyaat, dari Laits bin Abi Saliim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ كَانَ لَهُ كَفَّارَةَ سَنَتَيْنِ وَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنَ الْمُحَرَّمِ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلاَثُوْنَ يَوْمًا

“Barangsiapa berpuasa pada hari Arofah maka puasa itu akan menghapuskan (dosa-dosa) selama dua tahun. Dan barangsiapa yang berpuasa satu hari di bulan Muharram maka baginya dari setiap hari (bagaikan berpuasa) 30 hari”. 

(Dikeluarkan oleh Ath-Thobaroni dalam Al-Mu’jam Ash-Shoghir II/164 no.963).

👉 DERAJAT HADITS :

Hadits ini derajatnya PALSU (Maudhu’).

📌 Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah: “Ini adalah hadits PALSU (maudhu’).

Di dalam sanadnya ada dua orang perowi pendusta (pemalsu hadits), yaitu :
1. Sallam Ath-Thowil dan dia adalah pendusta.

* Ibnu Khorrosy berkata tentangnya: “Dia seorang pendusta.”
Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Dia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari para perowi yang tsiqoh (terpercaya/kredibel), dan sepertinya dia yang sengaja memalsukannya.”

* Al-Hakim berkata tentangnya pula: “Dia meriwayatkan hadits-Hadits palsu.”

2. Al-Haitsam bin Habib diklaim oleh imam Adz-Dzahabi sebagi orang yang meriwayatkan hadits bathil”.

(Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/596 no.412, dan Dho’if At-Targhib wat Tarhib I/154 no. 615).

♻ Hadits Kedua :

🍃 Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata :

Telah menceritakan kepada kami Yusuf Al-Qodhi dan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, keduanya berkata : Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la bin Hammad An-Narsi, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Abdul Jabbar bin Al-Ward, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ubaidillah bin Abi Yazid, dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

لَيْسَ لِيَوْمٍ فَضْلٌ عَلَى يَوْمٍ فِي الصِّيَامِ إِلاَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَيَوْمُ عَاشُوْرَاءَ

“Tidak ada satu haripun yang memiliki keutamaan melebihi hari-hari yang lainnya dalam hal berpuasa kecuali bulan Ramadhan dan hari ‘Asyuro’”.

(Diriwayatkan oleh Ath-Thobroni di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XI/127 no.11253).

👉 DERAJAT HADITS :

Hadits ini derajatnya DHO’IF JIDDAN (Sangat Lemah).

Di dalam sanadnya terdapat seorang perowi yang bernama Abdul Jabbar bin Al-Ward.

📌 Imam Al-Bukhori rahimahullah berkata tentangnya : “Dia menyelisihi pada sebagian hadits-haditsnya” dan berkata Ibnu Hibban tentangnya: “Dia sering salah dan keliru (wahm).”

📌 Syaikh Al-Albani rahimahulla berkata: “Hadits ini MUNGKAR.”

(Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah I/453no. 285, dan Dho’if At-Targhib wa At-Tarhib I/155 no. 616).

♻ Hadits Ketiga :

🍃 Imam Ath-Thobroni rahimahullah berkata :

Telah menceritakan kepada kami Abdul warits bin Ibrahim Abu Ubaidah Al-Askari, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Ali bin Abu Tholib Al-Bazzaz, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Al-Haishom bin Asy-Syuddakh, dar Al-A’masy, dari Ibrahim, dari Alqomah, dari Abdullah (bin Mas’ud), dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda :

مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ فِيْ سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ

“Barangsiapa yang melapangkan (nafkah) kepada keluarganya pada hari ‘Asyura, niscaya ia akan senantiasa dalam kelapangan (rizkinya) selama setahun itu”. 

(Diriwayatkan oleh Ath-Thobroni X/77no.10007, dan Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’abul Iman VIII/312no.3635)

BID’AH-BID’AH YANG TERJADI DI BULAN MUHARRAM*

♨️⚠️ *BID’AH-BID’AH YANG TERJADI DI BULAN MUHARRAM*

Saudaraku kaum Muslimin rohimakumulloh....

Di bulan Muharrom yang mulia ini, ternyata di tengah masyarakat kita kaum Muslimin banyak sekali berkembang dan beredar keyakinan-keyakinan atau kepercayaan bid’ah, atau amalan-amalan bid’ah.

Berikut ini akan kami sebutkan sebagian besarnya saja. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Meyakini bahwa bulan Muharrom (Suro) adalah bulan keramat atau bulan sial.

Ya, atas dasar keyakinan seperti ini, di masyarakat kita banyak yang tidak mau mengadakan hajatan, baik itu pernikahan, khitan, memulai membangun rumah, atau yang lainnya. 

Alasannya, karena bila mengadakan hajatan di bulan ini akan mendatangkan kesialan atau kegagalan dalam rumah tangga, kegagalan usaha dan sebagainya.
 
Ketahuilah, keyakinan adanya kesialan karena bulan ini, adalah keyakinan/kepercayaan bathil !

Karena sesungguhya, kesialan itu tidak ada hubungannya dengan bulan tertentu, hari tertentu, angka tertentu dan sebagainya. (lihat pembahasan pada fawaid-fawaid sebelum ini, yang sudah kami sampaikan)

2. Melakukan doa khusus di akhir tahun dan di awal tahun.

Tentang masalah ini, Fadhilatus Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rohimahulloh pernah menjelaskan :

“Tidak ada sedikit pun dalam syari’at ini tentang doa atau dzikir untuk awal tahun (atau akhir tahun). Orang-orang jaman sekarang banyak yang membuat-buat bid’ah berupa doa-doa, dzikir, atau saling mengucapkan selamat.

Demikian pula melakukan puasa di awal tahun baru, menghidupkan malam pertama di bulan Muharrom dengan sholat, dengan dzikir atau doa, melakukan puasa akhir tahun dan sebagainya, semuanya ini tidak ada dalilnya sama sekali !”

( Tas-hih Ad-Duu’a (hal. 107), karya Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rohimahulloh)

Lihat pula lebih luas : Ishlaahul Masaajid (hal. 129), karya Al-Qoshimi, As-Sunan wal Mubtada’at (hal. 155), karya Muhammad Ahmad Abdussalam.

3. Peringatan Tahun Baru Hijriyyah

Tentang hal ini, tidak ada dalam Sunnah (tuntunan atau syari'at) Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam anjuran untuk mengadakan acara peringatan Tahun Baru Hijriyyah. 

Bahkan perkara ini juga termasuk bid’ah yang sangat jelek !

(lihat : Bida’ wa Akhtho’, hal. 218)

4. Melakukan Puasa Awal Tahun Baru Hijriyyah

Ini juga adalah bid’ah yang mungkar. Demikian pula puasa sunnah Akhir Tahun Hijriyyah. 

Amalan ini hanyalah dibuat-buat orang tanpa berpijak pada dalil-dalil yang shohih sama sekali !

Di tengah masyarakat kita, tersebar hadits dengan lafadz seperti ini :
من صام آخر يوم من ذي الحجة وأول يوم من المحرم فقد ختم سنة الماضية بصوم وافتتح السنة المستقبلة بصوم, جعل الله له كفارة خمسين سنة

"Barangsiapa berpuasa pada akhir hari (di bulan) Dzulhijjah, dan puasa di awal hari (di bulan) Muharrom, maka dia telah menutup tahun yang lalu (akhir tahun) dengan puasa, membuka tahun yang akan datang (tahun baru/awal tahun) dengan puasa. Semoga Alloh menghapuskan dosa-dosanya selama lima puluh tahun.”

Hadits ini adalah hadits yang PALSU ! 

Lihat pembahasannya pada : ( Al-Aala’i Al-Mashnu’ah (2/108) karya As-Suyuthi, Tanziihus Syari’ah (2/148), karya Ibnu Arroq, Al-Fawaid Al-Majmu’ah (no. 280) karya Al-Imam As-Syaukani, dan lain-lain)

5. Menghidupkan Malam Pertama di Bulan Muharrom

Tentang hal ini dijelaskan oleh Syaikh Abu Syamah rohimahulloh sebagai berikut :

“Tidak ada keutamaan sama sekali pada malam pertama bulan Muharrom. Aku sudah meneliti atsar-atsar yang shohih maupun yang lemah dalam masalah ini (tetapi tidak ada satupun yang menjelaskannya, edt.). Bahkan dalam hadits-hadits yang palsu pun (dalam masalah ini), juga tidak disebutkan. Aku kuatir – wal iyyadzu billah, bahwa perkara ini hanya muncul dari seorang pendusta yang membuat-buat hadits !”

(lihat : Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’ wal Hawadits (hal. 239), karya Syaikh Abu Syamah rohimahulloh)

6. Menghidupkan Malam di Hari Asyuro

Diantara masyarakat kita kaum Muslimin, ada yang menghidupkan malam hari Asyuro dengan sholat, doa, dzikir, atau hanya sekedar berkumpul-kumpul hingga pagi hari.

Perkara seperti ini, jelas tidak ada tuntunannya sama sekali.

Fadhilatus Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rohimahulloh pernah berkata : 

“Termasuk bentuk bid’ah dalam dzikir dan doa adalah menghidupkan malam hari Asyuro dengan dzikir dan ibadah, dan mengkhususkan doa pada malam itu dengan nama Doa Hari Asyuro, yang konon katanya barangsiapa membaca doa ini, tidak akan mati pada tahun tersebut !

Atau membaca surat dari Al-Qur’an yang disebutkan di dalamnya tentang Nabi Musa pada sholat Shubuh di hari Asyuro. Semuanya ini adalah perkara yang tidak dikehendaki oleh Alloh subhanahu wa ta’ala, Rosul-Nya, dan kaum Mukminin semuanya.”

(lihat : Tas-hih Ad-Du’aa (hal. 109) dan Bida’ Al-Qurro’ (hal. 9), keduanya karya Syaikh Bakr Abu Zaid rohimahulloh)   

7. Sholat Asyuro

Yang dimaksud dengan Sholat Asyuro ini adalah : sholat sunnah yang dikerjakan antara waktu Dhuhur dan Ashar di hari Asyuro, sebanyak empat roka’at, di dalam setiap roka’at membaca Al-Fatihah sekali, kemudian membaca Ayat Kursi sepuluh kali, Al-Ikhlas sepuluh kali, Al-Falaq dan An-Naas lima kali. Apabila selesai dari salam, dilanjutkan membaca istighfar tujuh puluh kali.
 
Ketahuilah, anjuran sholat model seperti ini, dasarnya hanyalah hadits-hadits yang maudhu’ (palsu).

As-Syuqoiri rohimahulloh pernah berkata :

“Hadits tentang Sholat Asyuro adalah adalah hadits PALSU ! Para perowinya majhul (tidak dikenal), sebagaimana disebutkan oleh As-Suyuthi rohimahulloh dalam kitab Al-Aala’i Al-Mashnu’ah. Tidak boleh meriwayatkan hadits seperti ini, lebih-lebih sampai mengamalkannya !”

(lihat : As-Sunan wal Mubtada’at (hal. 154), Fawaid Al-Majmu’ah no. 60, juga Al-Aala’i Al-Mashnu’ah (2/92) )

8. Doa Khusus di Hari Asyuro

Beredar sebuah riwayat yang menyatakan : 

“Barangsiapa mengucapkan doa/dzikir di hari Asyuro seperti ini : “Hasbiyalloh wa Ni’mal Wakil” sebanyak tujuh puluh kali, maka Alloh subhanahu wa Ta’ala akan menjaganya dari kejelekan di hari itu !” 

Riwayat seperti ini tidak ada asal usulnya dari Nabi shollallohu alaii wa sallam, para Sahabat maupun para Tabi’in. 

Tidak disebutkan dalam hadits-hadits yang lemah, apalagi di dalam hadits-hadits yang shohih. 

Doa seperti ini hanya berasal dari ucapan sebagian orang.

Bahkan di kalangan para tokoh-tokoh thoriqot shufi itu ada yang meyakini, bahwa siapa saja yang membaca doa ini pada hari Asyuro, dia tidak akan mati pada tahun tersebut. 

Ucapan tersebut jelas bathil, karena kematian seseorang itu adalah perkara yang telah ditetapkan oleh Alloh ta’ala. 

Apabila telah datang ajal seseorang, tidak bisa dimajukan atau diakhirkan oleh apapun.

9. Memperingati Hari Kematian Al-Husain bin Ali rodhiyallohu anhuma.

Ya, di bulan Muharrom seperti ini, orang-orang Syi’ah setiap tahunnya mengadakan upacara kesedihan dan ratapan, dengan cara berdemontrasi turun ke jalan-jalan dan ke lapangan, memakai pakaian serba hitam, untuk mengenang gugurnya atau wafatnya Al-Husain rodhiyallohu anhuma. 

Mereka memukuli pipi mereka sendiri, memukuli dadanya dan punggungnya, menyobek-nyobek saku bajunya, menangis dengan berteriak-teriak secara histeris, dengan menyebut-nyebut : “Ya Husain, ya Husain...”

Lebih-lebih lagi pada Hari Asyuro (tanggal 10 Muharrom), mereka melakukan lebih dari itu, yaitu mereka menyakiti tubuh-tubuh mereka sendiri dengan cambuk dan benda-benda tajam hingga tubuh mereka berlumuran darah. 

Anehnya, mereka menganggap bahwa hal itu bagian dari amalan ibadah kepada Alloh dan sebagai bagian dari syi’ar-syi’ar agama Islam !

Terhadap amalan seperti ini, Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Rojab Al-Hambali rohimahulloh pernah mengatakan :

“Adapun menjadikan Hari Asyuro sebagai hari kesedihan atau ratapan sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Rofidhoh (Syi’ah) karena terbunuhnya Al-Husain bin Ali rodhiyallohu anhuma, maka itu semua termasuk perbuatan orang-orang yang tersesat usahanya dalam kehidupan di dunia, sedangkan dia mengira telah berbuat kebaikan.

Diantaranya : meminta berkah dari benda-benda yang dianggap sakti dan keramat, seperti mencuci (menjamas) keris, pedang, tombak, dan benda-benda pusaka lainnya, dengan cara-cara dan ritual tertentu, termasuk di dalamnya mengirab kerbau bule yang mereka sebut sebagai Kyai Slamet. Juga acara Tapa Bisu (tidak mau berbicara selama ritual berlangsung), Tirakatan dengan berdoa dan menyaksikan pagelaran wayang kulit sepanjang malam, berendam di kali, mandi kembang, dan sebagainya yang semuanya itu mengandung keyakinan syirik.

Allohul Musta’an.....

Demikianlah beberapa bid’ah dan penyimpangan dalam amalan dan keyakinan, yang sering terjadi di bulan Muharrom. Dan mungkin masih banyak yang lainnya. 

Wallohu a’lamu bis showab.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semuanya, barokallohu fiikum .....

Surabaya, Jum'at pagi yg sejuk, 9 Muharram 1442 H / 22 Agustus 2020 M

✍️ Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby

======================
Alloh dan Rosul-Nya saja tidak pernah memerintahkan agar hari musibah dan kematian para Nabi dijadikan sebagai hari ratapan/kesedihan, lalu bagaimana dengan orang-orang yang selain mereka ?” ( Latho’iful Ma’arif, hal. 113)    

Catatan : 

Sekedar untuk mengetahui sebagian peristiwa sejarah, ketahuilah... bahwa Al-Husain bin Ali rodhiyallohu anhuma, adalah cucu Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, dari putri Nabi yaitu Fathimah rodhiyallohu anha dengan Sahabat yang mulia, Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu.

Al-Husain adalah cucu yang sangat dicintai Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, sehingga Nabi shollallohu alaihi wa sallam pernah bersabda :

حسين مني وأنا من حسين, أحب الله من أحب حسينا, حسين سبط من الأسباط

“Husain adalah bagianku, dan aku adalah bagian dari Husain. Semoga Alloh mencintai orang-orang yang mencintai Husain. Husain adalah termasuk cucu keturunanku.” (HR At-Tirmidzi no. 3775, Ibnu Majah no. 144, Ibnu Hibban no. 2240, Al-Hakim (3/177) dan Imam Ahmad (4/172), dihasankan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rohimahulloh dalam As-Shohihah no. 1227)

Dan ketahuilah pula..... Al-Husain rodhiyallohu anhuma terbunuh pada peristiwa yang sangat tragis, di sebiuah tempat yang bernama Karbala pada tanggal 10 Muharrom tahun 61 H. Sehingga peristiwa ini kemudian dikenal dalam sejarah sebagai peristiwa Karbala. 

(lihat kisah lengkapnya dalam kitab Al-Bidayah wan An-Nihayah (8/172-191), karya Al-Imam Ibnu Katsir rohimahulloh)

Akan tetapi, musibah apapun yang menimpa keluarga Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam dan kita sangat mencintai mereka, bukan suatu alasan yang dibenarkan jika kita berbuat melanggar aturan syari’at dengan memperingati hari kematian Al-Husain rodhiyallohu anhuma tersebut.

Hal itu karena, terbunuhnya dan meninggalnya orang-orang yang dicintai Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam sebelum Al-Husain rodhiyallohu anhuma sudah pernah terjadi, seperti terbunuhnya paman Nabi shollallohu alaihi wa sallam, yaitu Hamzah bin Abdul Muttholib rodhiyallohu anhu dalam perang Uhud.

Tetapi hal itu tidak menjadikan Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau mengenang atau memperingati peristiwa tersebut. 

Tetapi hanya orang-orang Syi’ah/Rofidzhoh yang sesat lah yang mengenang terbunuhnya Al-Husain rodhiyallohu anhuma.  

10. Peringatan hari Suka Cita (Kegembiraan)

Yang dimaksud dengan hari suka cita (kegembiraan) di sini adalah hari menampakkan kegembiraan di Hari Asyuro (tanggal 10 Muharrom), dengan menghidangkan makanan lebih dari biasanya dan memakai pakaian-pakaian yang bagus.
 
Hal ini dilakukan  untuk menyaingi dan mengganti hari kesedihan  atas peristiwa terbunuhnya Al-Husain (sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Rofidzoh atau Syi’ah), dengan kegembiraan yang luar biasa.

Sebagaimana hal ini dilakukan oleh kelompok An-Nawashib (orang-orang yang sangat membenci Ahlul Bait Nabi). 

Wallohu a’lamu bis showab.

Acara semacam ini pun tidak dibenarkan, bahkan termasuk bid’ah dalam agama. Tidak ada satupun dalil yang membenarkan amalan seperti itu. Bid’ahnya Rofidzhoh/Syi’ah, tidak boleh dilawan dengan Bid’ah yang lainnya. 

(lihat : Majmu’ Al-Fatawa (25/309-310) dan Iqtidho’ As-Shirothil Mustaqim (2/133), keduanya karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh, dan Tamamul Minnah (hal. 412), karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rohimahulloh) 

11. Melakukan Berbagai Ritual Adat Istiadat Yang Bukan Tuntunan Agama Islam

Hal seperti ini, banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat kita di Indonesia ini, umumnya bila tiba bulan Suro, dan khususnya di hari Asyuro (tanggal 10 Muharrom).  

Mereka melakukan berbagai amalan untuk menyambut hari Asyuro tersebut, yang penuh dengan ritual kesyirikan.