Selasa, 29 Desember 2020

HUKUM DOA AKHIR TAHUN DAN DOA AWAL TAHUN ???

DOA AKHIR TAHUN  DAN DOA AWAL TAHUN ???

Ustadz. Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc. حفظه الله تعالى menjawab pernyataan Idrus Ramli tentang adanya doa akhir tahun.


Doa semacam ini murni bukan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak ada dasarnya.

(Tashih ad-Dua, hlm. 108).

🍃 Keterangan yang sama juga disampaikan Syaikh Khalid Abdul Mun’im Rifa’i,

ينبغي للمسلم اجتناب تخصيص نهاية العام أو بداية العام الجديد بشيء من العبادات؛ فكل خير في اتباع من سلف

Selayaknya bagi setiap muslim untuk tidak mengkhususkan akhir tahun atau awal tahun baru dengan ibadah apapun.
Karena kebaikan itu ada pada mengikuti ulama terdahulu.
Memahami keterangan di atas, satu prinsip yang layak kita pahami bersama, tidak ada doa tahun baru hijriyah.

👉 Sementara doa yang tersebar di masyarakat, yang bunyinya,

اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ….الخ.

Ya Allah, tampakkan bulan itu kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam…dst.

👉 Doa ini shahih, diriwayatkan Ahmad, Turmudzi dan yang lainnya, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth.

Hanya saja, doa ini bukan doa awal tahun, namun doa awal bulan.
Dianjurkan untuk dibaca setiap awal  bulan qamariyah.
Mengkhususkan doa ini hanya ketika tahun baru hijriyah, termasuk menyalahi fungsi dari doa.

♻ ADAPUN SYUBHAT GUS IDRUS bisa diberi tanggapan atas tulisan Gus Idrus Ramli di atas doa akhir tahun.

Doa merupakan ibadah agung dan berpahala besar serta murni hak Allah dalam membuat ketetapan, pengabulan dan pembalasannya, sehingga ibadah doa harus mengikuti petunjuk nabi.

Doa ada dua macam :

~ Doa mutlak.
~ Doa muqayyad.

👉 Doa mutlak adalah prosesi doa yang tidak terikat oleh tempat, waktu, tata cara tertentu, seremonial khusus, dan bacaan tertentu alias doa bebas.

👉 Doa muqayyad adalah doa yang terikat oleh waktu, tempat, tata cara, seremonial dan bacaan tertentu seperti doa jima, masuk masjid, melihat hilal, doa thawaf antara rukun yamani dan hajar aswad, doa mendengar adzan dll.

Adapun doa akhir tahun hijriyah tidak termasuk doa muqayyad sehingga tertolak sebab kalau doa tersebut baik, sementara Rasulullah tidak mengajarkan dan para shahabat tidak mempraktekkan maka hanya ada beberapa kemungkinan...

~ Mungkin tidak mengetahui kebaikan tersebut.
~ Mungkin beliau tahu tapi menyampaikan kepada kita.
~ Mungkin tahu bahwa itu bagus namun beliau benci pada kebaikan tersebut.
~ Mungkin beliau malas melakukannya.
~ Mungkin adanya penghalang untuk mengamalkan.
Jelas semuanya tidak mungkin !!!

Hanya ada kepastian yang terakhir yaitu Allah dan Rasul-Nya tidak menyariatkannya.

✨ Adapun bantahan terhadap dalih Gus Idrus Ramli tentang doa akhir tahun sebagai berikut :

👉 Gus Idrus berdalil dengan dalil mutlak dan umum tanpa ada dalil khususnya, maka demikian itu menyelisihi kaidah mu'tabar para ulama.

Sebab kaidah yang mu'tabar tersebut adalah :

المطلق يجري على إطلاقه إذا لم يقم دليل التقييد نصا أو دلالة
( درر الحكام في شرح مجلة الأحكام)
Dalil mutlak tetap pada kemutlakannya selama tidak ada dalil yang mentaqyidnya baik itu secara nash (eksplisit) maupun dilâlah (implisit).

Sedangkan Gus Idrus, tidak menyebutkan satupun dalil / nash yang menunjukkan taqyid doa pada akhir tahun atau awal tahun...

👉 Ternyata dalil yang digunakan Gus Idrus adalah QIYAS, padahal pendapat yang rajih di dalam ibadah adalah tidak ada qiyas di dalamnya.

Maka Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah berkata :

كان أحمد وغيره من فقهاء أهل الحديث يقولون: إن الأصل في العبادات التوقيف، فلا يشرع منها إلا ما شرعه الله، وإلا دخلنا في معنى قوله تعالى: أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ

Imam Ahmad dan selain beliau dari kalangan fuqoha ahli hadits berpendapat bahwa hukum asal di dalam ibadah adalah 'tauqîf' (berhenti/tdk dilakukan), dan tidak disyariatkan kecuali yang Allâh syariatkan.

Karena apabila tidak, maka kita akan masuk dalam firman Allâh Ta'âlâ :

"Apakah mereka memiliki sekutu² yang mensyariatkan bagi mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allâh."

👉 Kemudian, ada satu rukun qiyas yang tidak terpenuhi di dalam ibadah, yaitu 'illat, karena di dalam kaidah dikatakan

من أركان القياس العلة، فما لم تعرف علته لا يقاس عليه

Diantara rukun qiyas adalah adanya illat, apabila tidak diketahui illatnya, maka tidak bisa diqiyaskan...

Kemudian di dalam al-Mausû'ah al-Fiqhiyyah dikatakan :

الأصل في أحكام العبادات عدم التعليل، لأنها قائمة على حكمة عامة

Hukum asal di dalam hukum ibadah adalah tidaknya 'illat, karena ibadah tegak di atas hikmah yang luas (umum)...

Sehingga mengqiyaskan dalil² yang khusus dari Nabi, untuk melegitimasi amalan yang tidak pernah dianjurkan Nabi dan tidak pula diamalkan salaf, adalah bukan saja dikatakan qiyâs ma'al fâriq, namun QIYÂS FÂSID alias qiyas yang rusak.

♻ NASEHAT DAN PENUTUP

لو كان خيرا لسبقونا إليه

Sekiranya perbuatan tersebut baik, niscaya mereka (para salaf) akan mendahului kita

وكل خير في اتباع من سلف وكل شر في ابتداع من خلف

Segala kebaikan adalah di dalam ittiba' para salaf, dan segala keburukan adalah di dalam perbuatan bid'ah kaum kholaf

قف حيث وقف القوم  وقل فيما قالوا وكف عما كفوا عنه ،واسلك سبيل سلفك الصالح فإنه يسعك ما وسعهم

Berhentilah dimana kaum salaf berhenti, katakan apa yang mereka ucapkan, dan tahanlah dari apa yang mereka cegah, serta berjalanlah di atas jalan salafmu yang shalih, karena apa yang memadai bagimu telah memadai bagi mereka

اتبع طرق الهدى ولا يضرك قلة السالكين

Ikuti jalan² petunjuk dan tidaklah akan mencederaimu sedikitnya orang yang berjalan mengikutinya

وإياك وطرق الضلالة ولا تغتر بكثرة الهالكين

Dan jauhilah olehmu jalan-jalan kesesatan, dan janganlah tertipu dengan banyaknya orang-orang yang binasa.
_____

Minggu, 13 Desember 2020

SAKARATUL MAUT, DETIK-DETIK YANG MENEGANGKAN LAGI MENYAKITKAN[1]

Baca artikel yaa, biar semangat ibadah

SAKARATUL MAUT, DETIK-DETIK YANG MENEGANGKAN LAGI MENYAKITKAN[1]

 Oleh Dr Muhammad bin Abdul Aziz bin Ahmad Al’Ali 

Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut. Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana.
Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya”[2]. 

Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:

 وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ

 “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. [Qaaf: 19] 

Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian[3]. Juga ayat: 

كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ
 {26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ {27} وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ {28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29} إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ

 “Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]

 Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): 
“Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. 
Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya.
 Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan”.[4]

 Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut: Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) 

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ فِي أخرجه البخاري ك الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي ووفاته. الرَّفِيقِ الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ “

Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas”[5] Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:

 عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا أخرجه البخاري في المغازي باب مرض النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ “

Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…[al hadits]” [6] Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan: 

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه الترمذي ك الجنائز باب ما جاء في التشديد عند الموت وصححه الألباني 

“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.[7]

 Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (Ali ‘Imran: 185)

. Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda. [8] 

KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN. 

Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin:

 إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ 

Baca Juga  Mengakhirkan Penguburan Mayat Karena Menunggu Datangnya Kerabat “Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. 
Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. 
Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].[9] Malaikat memberi kabar gembira kepada insan mukmin dengan ampunan dengan ridla Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan mengatakan janganlah takut dan sedih serta membawa berita gembira tentang syurga. Allah berfirman:

 إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ “

Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.
 Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Fushshilat: 30] Ibnu Katsir mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata dan mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat Allah niscaya para malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang kalian persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara dunia yang akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat) memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”. 
Kemudian Ibnu Katsir menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada saat kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya dengan: “Tafsiran ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang bagus sekali dan memang demikian kenyataannya”. Firman-Nya: “Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya para malaikat berkata kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya, kami adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama kalian di akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan,

 Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan mengantarkan kalian menuju kenikmatan syurga”.[10] Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya:

 الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ 

“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. [An Nahl: 32] .

 Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]

 MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL MAUT?

 Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas. Ibnu Hajar mengatakan

 “Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus kesalahan-kesalahannya”[12]

 Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat : Pertama : Supaya orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut) tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar dengan mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian, kendati mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan ia rasakan dan dihadapi mayit secara mutlak, berdasarkan kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid. 

Kedua : Mungkin akan terbetik di benak sebagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?. Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan mereka seperti dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya.

 Allah ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk siksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meski mampu meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi bukan berarti Allah mempersulit proses kematian mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan mereka. Maka tidak bisa disamakan”.[13]

 Baca Juga  Memisahkan Pekuburan Muslim Dari Pekuburan Non Muslim

 KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.

 Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya: “Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain- yang jahat jika akan telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata memandang. 
Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang basah. [14] 

Secara ekspilisit, Al Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman:

 ” وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

 “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An’am: 93] 

Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari badan. Karena itu, para malaikat mengatakan: “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman (Allah).
 Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat dan enggan untuk keluar. Para malaikat memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”.. 
artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran) kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para rasul-Nya.
 Saat detik-detik kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat, dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan terkabulkan. Allah berfirman: 

حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ
 {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

 “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun: 99-100]

 Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah. Wallahu a’lamu bishshawab. Washallallahu ‘ala Muhamaad wa ‘ala alihi ajmain. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005.

 Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. Diadaptasi oleh M. Ashim dari kitab Ahwalu Al Muhtazhir (Dirasah Naqdiyyah) karya Dr. Muhammad bin ‘Abdul ‘Aziz bin Ahmad Al ‘Ali, dosen fakultas Ushuluddin di Riyadh. Majalah Jam’iah Islamiyah edisi 124 tahun XXXVI -1424 H. [2]. Al Maut hlm. 69 [3]. Lihat Jami’u Al Bayan Fii Tafsiri Al Quran (26/100-101) dan Fathul Qadir (5/75). [4]. Taisir Al Karimi Ar Rahman Fi Tafsiri Kalami Al Mannan hlm. 833. [5]. HR. Bukhari kitab Riqaq bab sakaratul maut (6510) dan kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446). [6]. HR. Bukhari kitab Maghazi bab sakit dan wafatnya Nabi (4446). [7]. HR. Tirmidzi kitab Janaiz bab penderitaan dalam kematian (979). Lihat Shahih Sunan Tirmidzi (1/502 no: 979). [8]. At Tadzkirah Fi Ahwali Al Mauta Wa umuri Al Akhirah (1/50-51). [9]. HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753). [10]. Tafsiru Al Quranil ‘Azhim (4/100-101). [11]. Adhwaul Bayan (3/266). [12]. Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari (11/363). [13]. At Tadzkirah Fi Ahwali Al Mauta Wa umuri Al Akhirah (1/48-50) dengan diringkas [14]. HR. HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753).
://almanhaj.or.id

Minggu, 06 Desember 2020

Waspadai Ghibah Terselubung


▪️AKHLAQ DAN NASEHAT

" Waspadai Ghibah Terselubung "

Siang dan malam setan tak pernah bosan untuk menggoda manusia. Tak bisa menggunakan cara ini, dia mencari cara lain untuk bisa melumpuhkan benteng ketakwaan seorang hamba. Imajinasi untuk mencari ide-ide baru, guna menjerumuskan manusia ke dalam nista dan dosa, selalu bergerak dan berkembang.

Bahaya ghibah :
Sebagai contoh adalah salah satu jerat setan yang dinamakan ghibah. Ternyata banyak model ghibah yang sering terjadi dan tidak disadari. Padahal sejatinya itu adalah dosa ghibah. Hanya saja dipoles lebih halus dan kreatif, sehingga tidak disadari sebagai ghibah.

Padahal kita tahu, betapa besar bahaya daripada dosa ghibah ini. Disamping menginjak-injak harga diri saudaranya sesama muslim tanpa hak, juga akan menjadi beban berat di hari kiamat kelak (bila orang yang dighibahi tidak memaafkan). Di saat sedikit pahala amat dibutuhkan untuk menambah beratnya timbangan amal kebaikan, tiba-tiba datang orang yang pernah Anda ghibahi, kemudian dia menuntut untuk mengambil pahala kebaikan Anda, sebagai tebusan atas kezaliman yang pernah Anda lakukan kepadanya. Bila amalan kebaikan tidak mencukupi sebagai tebusan, maka amalan buruknya akan dibebankan kepada Anda. –Na’udzu billah min dzaalik-.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan (seperti ghibah. pent) atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449, hadis Abu Hurairah.

Anda bisa bayangkan, betapa ruginya. Anda yang susah payah beramal, namun orang lain yang memetik buahnya. Orang lain yang berbuat dosa, sedang Anda yang merasakan pahitnya. Dan Allah tidak pernah berbuat zalim sedikitpun terhadap hambaNya. Namun ini adalah disebabkan kesalahan manusia itu sendiri. Ini dalil betapa tingginya harkat martabat seorang muslim, dan betapa besar bahaya daripada dosa ghibah.

Apakah hadis ini mengisyaratkan adanya pertentangan dengan ayat,

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS. Fathir: 18)?

Jawabannya adalah, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari, tidak ada sedikitpun pertentangan antara hadis tersebut dengan ayat. Karena sejatinya, dia medapatkan hukuman seperti itu karena disebabkan oleh perbuatan dosanya sendiri, bukan karena dosa orang lain yang dibebankan kepadanya begitu saja. Jadi, pahala kebaikan yang dikurangi, dan keburukan orang lain yang dibebankan kepadanya, sejatinya adalah bentuk dari akibat dosa dia sendiri. Dan ini adalah bukti akan keadilan peradilan Allah ta’ala. (Lihat: Fathul Bari jilid 5, hal. 127)

Dalam hadis lain, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan,

لَمَّا عُرِجَ بِيْ, مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَ صُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلآء يَا جِبْرِيْلُِ؟ قَالَ : هَؤُلآء الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسَ وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ

“Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Aku bertanya :”Siapakah mereka wahai Jibril?” Jibril menjawab :”Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia ( mengumpat ) dan mereka menginjak-injak kehormatan manusia.” (Hadis Sohih Riwayat Ahmad (3/223), Abu Dawud (4879).

Beberapa model ghibah terselubung adalah:

#Pertama, seorang menggunjing saudaranya untuk memeriahkan obrolan. Dia menyadari kalau ghibah ini tidak diteruskan, orang yang dia ajak bicara akan bosan, obrolan menjadi hambar. Untuk itu, dia jadikan ghibah sebagai pemeriah obrolan. Agar lebih manis dan tahan lama obrolannya. Barangkali dia berkilah untuk memupuk keakraban dan membahagiakan saudaranya (yang sedang dia ajak ngobrol).

#Kedua, mengumpat saudaranya di hadapan orang lain, untuk mengesankan bahwa dirinya adalah orang yang tidak suka ghibah, padahal sejatinya dia sedang menghibahi saudaranya. Sebagai contoh perkataan ini,” Bukan tipe saya suka ngomongin aib orang. Saya nda’ biasa ngomongin orang kecuali yang baiknya saja. Cuma, saya ingin berbicara tentang dia apa adanya… Sebenarnya dia itu orangnya baik. Cuma yaa itu.. dia itu begini dan begini (dia sebutkan kekurangannya).” Padahal sejatinya bermaksud untuk menjatuhkan harga diri saudaranya yang ia umpat. Sungguh ironi, apakah dia kira Allah akan tertipu dengan tipu muslihat yang seperti ini, sebagaimana ia telah berhasil menipu manusia?

Maha suci Allah dari sangkaan ini.

#Ketiga, menyebutkan kekurangan saudaranya, dengan niatan untuk mengangkat martabatnya dan merendahkan kedudukan orang yang dia ghibahi.Seperti perkataan seorang, “Dari kelas satu SMA sampai kelas tiga, rapornya selalu merah. Kalau saya alhamdulillah, walaupun ngga pernah rangking satu, tapi masuk tiga besar terus.” Padahal ada maksud terselubung dari ucapan itu. Yaitu untuk mengangkat martabatnya dan menghinakan kedudukan orang lain. Orang yang seperti ini sudah jatuh tertimpa tangga pula. dia sudah melakukan ghibah, disamping itu dia juga berbuat riya’.

#Keempat, ada lagi yang mengumpat saudaranya karena dorongan hasad. Setiap kali ada orang yang menyebutkan kebaikan saudaranya, diapun berusaha untuk menjatuhkannya dengan menyebutkan kekurangan-kekurannya. Orang seperti ini telah terjurumus ke dalam dua dosa besar sekaligus; dosa ghibah dan dosa hasad.

#Kelima, menyebutkan kekurangan orang lain, untuk dijadikan bahan candaan. Dia sebutkan aib-aib saudaranya, supaya orang-orang tertawa.

Dan lebih parah lagi, bila yang dijadikan bahan candaan adalah kekurangan guru atau ustadznya. -Nas alullah as-salaamah wal ‘aafiyah-.

#Keenam, terkadang ghibah juga muncul dalam bentuk ucapan keheranan, yang terselebung motif menjatuhkan kedudukan orang lain. Semisal ucapan,”saya heran sama dia.. dari tadi dijelaskan oleh ustadznya tapi tidak faham-faham.” atau ucapan lainnya yang semisal.

#Ketujuh, mengumpat dengan ungkapan yang seakan-akan mengesankan rasa kasihan. Orang yang mendengarnya menyangka bahwa dia sedang merasa kasihan dengan orang yang ia maksudkan. Padahal sejatinya dia sedang mengumpat saudaranya. Seperti ucapan,” Saya kasihan sama dia. Sudah miskin, tapi tidak mau ikut gotong royong. Kalau ada pengajian juga nda’ pernah datang.. dst”

#Kedelapan, mengumpat saat sedang mengingkari suatu maksiat. Seperti perkataan seorang ketika melihat anak-anak muda yang sedang main gitar di poskamling, “Kalian ini masih muda. Gunakanlah waktu kalian untuk hal-hal yang bermanfaat dan produktif. Supaya masa depan kalian lebih cerah, dan kalian bisa memetik buah manisnya nanti di masa tua. Jangan seperti anaknya pak lurah itu, kerjaannya hanya main kartu, gitaran, minum-minuman….” atau ucapan yang semisal.

Sejatinya pemaparan poin-poin di atas, merujuk kepada pengertian asal daripada ghibah, yang telah digariskan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau,

Saudaraku, demikianlah beberapa praktek ghibah yang sering terjadi dan tidak disadari. Padahal sejatinya ia adalah ghibah yang telah disinggung oleh Nabi shallallahu’alaihiwasallam dalam sabda beliau,

مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Tahukah kaliana apa itu ghibah?”tanya Rasulullah kepada para sahabatnya. Sahabat menjawab : Allah dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Yaitu engkau menyebutkan (mengumpat) sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Kemudian ada yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Bagaimanakah pendapat engkau bila yang disebutkan itu memang benar ada padanya ? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Kalau memang ia benar begitu berarti engkau telah mengumpatnya. Tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya” ( HR Muslim no 2589, Abu Dawud no 4874, At-Tirmidzi no 1999.

Semoga Allah ‘azza wa jalla menyelamatkan kita dari dosa ini. Dan senantiasa menambahkan taufik dan hidayahNya untuk kita semua.

Wasallallahu ‘ ala nabiyyina Muhammad wa ‘ ala alihi wa shahbihi wasallam.

بَارَكَ اللَّهُ فِيكُمْ

ORANG YANG MERASAKAN LEZATNYA SHOLAT MALAM--------------

🍁بســـــــــــــم الله الر حمن الر حيم

ORANG YANG MERASAKAN LEZATNYA SHOLAT MALAM-------------------
---------------------------------

*Abu Sulaiman* rohimahulloh pernah berkata :

أهْلُ اللَّيْلِ فِيْ لَيْلِهِمْ ألَذُّ مِنْ أهْلِ اللَّهْوِ فِيْ لَهْوِهِمْ، وَلَوْ لَا اللَّيْلُ مَا أحْبَبْتُ الْبَقَاءَ فِيْ الدُّنْيَا

_"Orang yang biasa menghidupkan malam harinya dengan sholat, *lebih merasakan kelezatan/kenikmatan di malam hari yang dilaluinya itu*, daripada orang-orang yang bercanda dengan candanya._ 

_Seandainya tidak ada waktu malam, aku tidak suka hidup lebih lama lagi di dunia ini !"_

( *Mukhtashor Minhajul Qoshidin*, hal. 64) 

*Catatan :

1. Ya, diantara sifat-sifat orang yang bertakwa itu adalah : *biasa bangun di akhir malam untuk menunaikan sholat tahajjud, membaca Al-Qur'an, berdoa, berdzikir dan banyak memohon ampun kepada Alloh ta'ala.*

Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ 

_"Mereka itu sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”_ [QS Adz-Dzaariyaat : 17-18] 

*Ibnu ‘Abbas* rodhiyallohu anhuma menjelaskan :

_"Tak ada satu pun malam yang terlewatkan oleh mereka, melainkan mereka melakukan shalat, walaupun hanya beberapa raka’at saja.”_ ( *Tafsir Ath-Thobari*,13/197) 

*Al-Hasan Al-Bashri* rohimahulloh juga menjelaskan :

_"Setiap malam, mereka itu tidak tidur, kecuali sangat sedikit sekali.”_

Beliau juga berkata :

_"Mereka melakukan shalat malam dengan lamanya dan penuh semangat, hingga tiba waktu memohon ampunan (kepada Alloh) di waktu sahur (yakni di akhir-akhir malam).”_ 

( *Tafsir Ath-Thobari,* 13/200)

2. Alloh subhanahu wa ta’ala juga *memuji dan menyanjung sifat-sifat mereka itu*, sebagaimana dalam firman-Nya :

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ 

_*“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Robb-nya dengan rasa takut dan harap,* dan mereka menafkah-kan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. *Seorang pun tidak mengetahui apa (yakni balasan) yang disembunyikan untuk mereka*, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”_ [QS As-Sajdah : 16-17]

*Al-Imam Ibnul Qayyim* rohimahulloh menjelaskan ayat tersebut di atas dengan mengatakan :

_"Cobalah renungkan, bagaimana Alloh membalas sholat malam yang mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi (di malam hari yang sepi), dengan *balasan yang Dia sembunyikan bagi mereka,* yakni yang tidak diketahui oleh semua jiwa (yang berupa kenikmatan-kenikmatan di dalam surga, pent.)._

_Juga bagaimana Allah membalas rasa gelisah, takut dan gundah gulana mereka di atas tempat tidur saat bangun untuk melakukan shalat malam, *dengan kesenangan jiwa di dalam Surga nanti.”*_

(lihat : *Hadil Arwah ilaa Bilaadil Afroh* (hal. 278) karya Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh) 

Demikianlah diantara sifat-sifat seorang Mu'min yang benar-benar bertakwa kepada Alloh. 

Mereka itu adalah orang-orang yang benar-benar *merasakan lezatnya ibadah di malam hari.* 

Dan yang seperti itu tentunya *jumlahnya tidak banyak,* kecuali orang-orang yang mendapatkan taufiq dari Alloh ta'ala untuk mudah dalam melakukannya. 

Semoga saya dan anda wahai saudaraku kaum Mualimin, termasuk dalam golongan mereka..... Aamiin...... 

_Allohu yubaarik fiikum......_

✍ Akhukum fillah, *Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby*

Semoga bermanfaat bagi kita semuanya.

Senin, 30 November 2020

APA SIH YANG DI MAKSUD DENGAN HAULAN ?

APA SIH YANG DI MAKSUD DENGAN HAULAN ?

Dicopy dari web abiubaidah.co

Definisinya

Haul yang sering disebut dengan khol adalah berasal dari kata Arab “haul” yang artinya secara bahasa adalah “tahun”. Adapun yang dimaksud dengan perayaan haul sebagaimana yang lazim berjalan di masyakat tanah air ialah acara peringatan hari ulang tahun kematian.

Waktu dan tempat

Acara ini biasanya diselenggarakan di halaman kuburan mayit yang diperingati atau sekitarnya, tetapi ada pula yang diselenggarakan di rumah, masjid, dan lain-lain. Adapun waktunya, biasanya diselenggarakan tepat pada hari ulang tahun wafat mayit yang diperingati, yang lazimnya tergolong orang yang berjasa kepada Islam dan kaum muslimin semasa hidupnya. Acara ini biasanya berlangsung sampai tiga hari tiga malam dengan aneka variasi acara. Dan bagi yang diselenggarakan secara pribadi, biasanya hanya secara sederhana dengan memakan waktu beberapa saat dengan sekadar penyelenggaraan acara tahlilan dan hidangan makan sesudahnya.

Suasana acara

Apabila acara haul ini untuk seorang yang berpengaruh besar di masa hidupnya, maka biasanya diselenggarakan besar-besaran dengan dibentuk panitia lengkap dengan bagian-bagiannya. Acara tersebut berjalan dengan meriah dengan berbagai acara seperti tilawah al-Qur‘an, bacaan tahlil secara massal dengan selingan acara kesenian seperti seni hadhroh (pemukulan rebana dengan bacaan sholawat Nabi). Dan di sepanjang jalan dalam jarak beberapa ratus meter dari pusat penyelenggaraan acara, biasanya penuh dengan aneka macam stan penjualan berbagai macam barang dagangan dan berbagai rupa makanan di samping penjualan mainan anak-anak yang menambah semaraknya suasana sehingga situasi pada hari-hari tersebut sangat meriah, tak ubahnya seperti pasar malam.

Maksud dan Tujuan Acara

Maksud penyelenggaraan acara ini antara lain untuk kirim pahala bacaan ayat-ayat suci al-Quran dan bacaan-bacaan lainnya di samping juga untuk tujuan seperti tawassul, tabarruk (ngalap berkah), istighotsah, dan pelepasan nadzar kepada si mayit. Disebutkan bahwa tujuan inti dari acara tersebut diadakan adalah dalam rangka mengenang sejarah atau biografi seorang yang ditokohkan. Oleh sebab itu, momentum haul selalu dinanti oleh umat Islam dengan tujuan, menapaktilasi dan meneladani rekam jejak perjuangan orang yang di-haul-i.

Sejarah Perayaan Haul

Ketahuilah wahai saudaraku—semoga Alloh ‘azza wajalla memberikan kepahaman kepadamu—bahwa perayaan haul ini tidaklah dikenal di zaman Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam, para sahabat, para tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Perayaan tersebut tidak pula dikenal oleh imam-imam madzhab: Abu Hanifah, Malik, Ahmad, dan Syafi’i. Karena memang perayaan ini adalah perkara baru dalam agama Islam. Adapun yang pertama kali mengadakannya adalah kelompok Rofidhoh (Syi’ah) yang menjadikan hari kematian Husain pada bulan Asyuro yang telah diingkari oleh para ulama.

Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullah, “Adapun menjadikan hari Asyuro sebagai hari kesedihan (ratapan) sebagaimana dilakukan oleh kaum Rofidhoh karena terbunuhnya Husain bin Ali, maka hal itu termasuk perbuatan orang yang tersesat usahanya dalam kehidupan dunia sedangkan dia mengira berbuat baik. Alloh dan rosul-Nya saja tidak pernah memerintahkan agar hari musibah dan kematian para nabi dijadikan ratapan, lantas bagaimana dengan orang yang selain mereka?”[8]

Husain bin Ali bin Abi Tholib adalah cucu Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam dari perkawinan Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu dengan putri beliau, Fatimah binti Rosulillah radhiallahu ‘anha. Husain sangat dicintai oleh Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam. Namun, apa pun musibah yang terjadi dan betapapun kita sangat mencintai keluarga Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam tidak boleh menjadi alasan untuk bertindak melanggar aturan syari’at dengan memperingati hari kematian Husain!! Sebab, peristiwa terbunuhnya orang yang dicintai Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam sebelum Husain juga pernah terjadi, seperti terbunuhnya Hamzah bin Abdil Mutholib radhiallahu ‘anhu, dan hal itu tidak menjadikan Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum mengenang atau memperingati hari terjadinya peristiwa tersebut, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Syi’ah untuk mengenang terbunuhnya Husain!![9]

Apalagi kalau kita telusuri bersama, sejatinya perayaan kematian seperti ini adalah berawal dari kepercayaan-kepercayaan nonmuslim tentang kembalinya arwah-arwah mayit sehingga perlu dibuatkan sajen-sajen. Tentu saja, kepercayaan-kepercayaan tersebut adalah batil menurut pandangan syari’at Islam.[10]

Hukum Perayaan Haul

Menghukumi sesuatu ini boleh atau tidak bukanlah perkara yang amat mudah. Tidak boleh kita gegabah dalam menghukumi, apalagi tentang permasalahan ini yang sudah mendarah daging di masyarakat hingga saat ini.

 Marilah kita tinggalkan semua fanatisme golongan, hawa nafsu, dan adat yang tidak berdasar. Marilah kita kembalikan semua perselisihan kepada al-Qur‘an dan sunnah Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam, sebagaimana firman Alloh:

فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَ‌ٰلِكَ خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al-Qur‘an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. an-Nisa‘ [4]: 59)

Setelah kita mengembalikan masalah ini kepada al-Qur‘an dan Sunnah, ternyata tidak kita dapati satu pun dalil yang menunjukkan disyari’atkannya perayaan ini. 

Demikian juga kita tidak mendapati bahwa Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam, para sahabat radhiyallahu ‘anhum, dan para ulama/imam salaf mengadakan perayaan maulid, sehingga jelaslah bagi orang yang hendak mencari kebenaran dan jauh dari kesombongan bahwa perayaan maulid Nabi adalah perbuatan yang tertolak. Sekali lagi, janganlah standar kita adalah kebanyakan orang tetapi jadikan standar hukum kita adalah al-Qur‘an dan sunnah Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam.

Selasa, 24 November 2020

WAHABI DINISBATKAN KE ARAB SAUDI

Awas! Jangan Ada Wahabi Diantara Kita_✍

Ust.Dr Muhammad Arifin Badri M.A

ⓂIDB

🔰ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ⁣📕

Nama wahabi begitu buruk di telinga banyak ummat Islam, identik dengan kekerasan, anarkis, dan kebencian. Namun demikian, kebanyakan ummat Islam tidak tahu apa dan siapakah sebenarnya kelompok wahabi tersebut?

Banyak orang menduga bahwa wahabi adalah kelompok ummat Islam yang mengikuti paham Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab At Tamimi, yang termasuk salah satu pendiri negara Saudi Arabia. Akibatnya, semua yang berbau saudi, tak ayal dianggap sebagai bagian dari wahabi, dan akhirnya dibenci dan dimusuhi.

Namun demikian, pernahkah anda mengkaji seberapa besar kadar akurasi anggapan tersebut?

Berikut beberapa data yang semoga membantu anda meluruskan persepsi tentang “wahabi”.

➡1. Secara bahasa, penisbatan paham radikal, dan anarkis yang selalu menghantui masyarakat kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidaklah tepat, karena nama beliau adalah Muhammad, bukan Abdul Wahhab. Dengan demikian seharusnya penisbatannya adalah “Muhammadiyah”. Karena secara defacto nama “Abdul Wahhab” adalah nama ayahnya. Sedangkan ayah beliau bersebrangan paham dengan Syeikh Muhammad. Abdul Wahhab sang ayah, termasuk kaum adat, yang berusaha mempertahankan adat yang berkembang di masyarakatnya, walaupun banyak yang terbukti menyimpang dari ajaran Islam, semisal kultus kepada wali, dan arwah orang yang telah meninggal dunia.

➡2. Sejarah saat ini membuktikan bahwa Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam urusan fiqih, menganut mazhab Hambali. Dan itu terbukti dari karya karya tulis beliau, dan juga kondisi negri yang beliau dirikan yaitu Saudi Arabia, yang sampai saat ini menganut mazhab Hambali. Dan anda pasti sadar bahwa menganut mazhab Hambali adalah sah-sah saja, sebagaimana halnya menganut mazhab Syafii.

➡3. Dan dalam urusan idiologi, beliau tidak megajarkan sikap anarkis dan radikal sebagaimana yang dituduhkan kepada beliau. Yang beliau lakukan hanyalah sebatas upaya pemurnian Islam dari berbagai budaya dan paham yang menyimpang. Beliau berusaha keras menyadarkan masyarakat akan haramnya kultus kepada selain Allah, baik kultus kepada sesama manusia, atau benda, kuburan dan lainnya.

Diantara buktinya, praktek agama di masyarakat dan negri yang beliau dirikan, yaitu Saudi Arabia. Berbagai mazhab di negri tersebut dibiarkan berkembang, dan bahkan sebagian tokoh ulama’ dari berbagai mazhab tersebut direkrut dalam lembaga fatwa “Ha’iah Kibarul Ulama’ .

Sebagai contoh: formasi keanggotaan lembaga ini pada tahun 1391 H diantaranya diisi oleh Syeikh Muhammad Amin As Syinqithy bermazhabkan Maliki, Syeikh Abdurrazzaq Al Afify yang bermazhabkan Hanafi, Syeikh Abdul Majid Hasan bermazhabkan Syafii, demikian pula dengan Syiekh Mihdhar ‘Aqiil yang juga bermazhabkan Syafii.

Dan keanggotaan lembaga tersebut pada saat ini juga masih diisi oleh perwakilan dari keempat mazhab. Syeikh Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As Syinqiti merepresentasikan mazhab Maliki, Syeikh Abdul Wahhab Abu Sulaiman yang merepresentasikan mazhab Hanafi. Dan Dr. Qais bin Muhammad Alu Mubarak sebagai perwakilan dari penganut mazhab Syafii. Dan saya al hamdulillah mendapat kehormatan karena ketika mempertahankan disertasi doktoral saya, Dr. Qais bin Muhammad Alu Mubarak berkenan menjadi salah satu penguji saya. Dan salah satu hal yang juga patut anda ketahui di sini, bahwa salah satu duta besar Kerajaan Saudi Arabia yang mendapat kesempatan bertugas di Jakarta ialah Dr. Mustofa bin Ibrahim Alu Mubarak yang kebetulan juga sepupu Dr. Qais Muhammad Alu Mubarak, yang tentunya juga seorang penganut mazhab Syafii.

Anda bisa bayangkan, lembaga fatwa tertinggi di negri yang selama ini dituduh sebagai penebar paham wahabi ternyata selalu mengakomodir perwakilan dari keempat Mazhab Fiqih yang ada. Masih layakkah mereka dituduh eksklusif, dan anarkis atau radikal?

➡4. Tahun 1343 H, menjadi bukti sejarah peran negri yang didirikan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dalam menyatukan ummat Islam. Telah beruluh puluh tahun di Masjid Haram Makkah dan juga Masjid Nabawi, setiap kali waktu sholat tiba, maka ummat Islam yang ada kala itu terbagi menjadi empat kelompok besar, berdasarkan aliran keempat mazhab fiqih . Masing masing akan mendirikan sholat sendiri sendiri lengkap dengan muazzin dan imamnya.  Penganut Mazhab Hanafi akan azan, lalu iqamat dan mendirikan sholat sendiri, sedangkan penganut mazhab yang lain, duduk menanti giliran. Dan selanjutnyasetelah selesai, segera muazzin mazhab Maliki mengumandangkan azan kembali lalu iqamah dan selanjutnya mendirikan sholat sesuai dengan mazhab mereka. Dan demikian seterusnya hingga pengikut keempat mazhab tersebut mengumandangkan azan, iqamah dan sholat sendiri sendiri. 

Bisa anda bayangkan, betapa buruknya kondisi saat itu, namun al hamdulillah berkat karunia Allah, lalu jasa Raja Abdul Aziz bin Abdurrahman Alussuud, ummat Islam berhasil disatukan, sehingga mereka dengan berbagai latar belakang mazhabnya, bersatu dengan sekali azan, iqamah dan sholat berjamaah, sehinga persatuan ummat Islampun terwujud kembali. 

Bila demikian, siapa sebenarnya wahabi yang selama ini terkesan begitu mengerikan:
Ketahuilah sobat! Wahabi yang begitu mengerikan itu sebenarnya adalah nama salah satu sekte Khawarij yang memang hobi mengakfirkan orang-orang yang bersebrangan dengan mereka, apalagi bila terbukti orang tersebut melakukan dosa besar.

Sekte ini muncul di benua Afrika dibawah pimpinan Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum, yang menganut paham khawarij. Perlu diketahui bahwa paham khawarij yang salah satu pelopor dan tokohnya bernama Ma’dan Al Iyadhi dan Abdullah bin Waheb Ar Rasiby dikenal sebagai sekte yang hobi mengkafirkan kelompok lain, bahkan semua orang yang bersebrangan paham dengan mereka tanpa terkecuali para sahabat. Hingga akhirnya mereka tega membunuh sebagian sahabat diantaranya sahabat Khabbab bin Al Arat radhiallahu ‘anhu.

Paham ini, dikemudian hari menyebar hingga sampai ke negeri negri Andalus, dan Afrika belahan barat. Dan Abdul Wahhab bin Rustum ialah salah satu tokoh sekte ini yang sangat terkenal di negri Afrika, karena ia pernah berkuasa di sebagian daerah di sana dan memiliki pasukan yang cukup kuat.

Karena itu sebutan wahabiyah atau wahbiyah hanya ada di referensi referensi ulama’ ulama’ Afrika, Maroko, dan Andalus, semisal kitab: Al-Mi’yaar al-Mu’rib wa al-Jaami’ al-Mughrib ‘an Fataawaa Ifriiqiyyah wa al-Andalus wa al-Maghrib, karya  Ahmad bin Yahya Al-Wansyarisi, dan Tarikh Ibnu Khaldun.

Adapun di negri Islam belahan timur, semisal Mesir, Syam, Iraq dan sekitarnya sekte ini tidak dikenal dengan sebutan wahbiyah atau wahhabi, namun dikenal dengan sebutan khawarij.

Sebagian orang meyakini bahwa orang pertama yang melontarkan sebutan wahhabi kepada murid murid Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah saudara beliau sendiri yaitu Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab. Klaim ini dikuatkan oleh adanya satu kita yang mereka yakini buah karya beliau, yaitu

الصواعق الإلهية في الرد على الوهابية

Namun demikian, penisbatan buku ini kepada Syeikh Sulaiman sangat meragukan, karena beberapa alasan berikut: 👇

👉A. Logika dan budaya arab tidak sejalan dengan judul buku ini dan penisbatan sekte dengan nama “wahabiyah” seperti ini. Karena bila bliau benar benar menulis buku ini, maka itu sama saja menjelek jelekkan ayahnya sendiri, bukan hanya saudaranya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab saja. Karena yang bernama “Abdul Wahhab” adalah ayah mereka berdua, dan bukan saudaranya.

👉B. Dalam karya karaya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, tidak pernah ada bantahan atau satu katapun yang mengisyaratkan adanya perseteruan serius apalagi sampai pada level saling menuduh sesat. Andai buku ini benar benar ditulis oleh Syeikh Sulaiman, niscaya kita menemukan bantahan atau minimal sikap syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kitab tersebut.

👉C. Dan kalaupun tulisan itu benar, maka itu tidak cukup sebagai bukti bahwa beliau dan ajaran beliau sesat seperti yang dituduhkan, misalnya hobi mengkafirkan setiap orang yang berbeda pendapat dengannya. Sikap yang tepat dalam menyikapi perbedaan antara dua orang ialah dengan membandingkan dan mengkaji karya karya keduanya secara kritis untuk mengetahui siapakah dari mereka yang lebih berbobot keilmuannya. Walau demikian, fakta di lapangan, baik karya karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab sampai fakta murid dan negri yang beliau bangun semuanya mendustakan berbagai tuduhan keji yang selama ini dituduhkan kepada beliau.

👉D. Dan kalaupun terbukti saudara beliau yaitu Syeikh Sulaiman memusuhi dan menyelisihi ajaran Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maka itu bukan hal yang aneh. Dahulu Nabi Ibrahim dimusuhi oleh ayahnya sendiri, Nabi Nuh alaihissalam dimusuhi oleh anaknya sendiri. Nabi Luth alaihissalam juga dimusuhi oleh istrinya sendiri. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam juga dimusuhi oleh paman dan kerabat beliau sendiri. Karena itu yang menjadi standar penilaian setiap manusia adalah hasil karyanya, bukan tuduhan yang menyebar, apalagi dari orang yang membenci atau memusuhinya.

👉E. Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, murid-murid beliau dan juga negara Saudi Arabia hingga saat ini tidak pernah menamakan dirinya sebagai sekte wahabi atau penganut paham wahabi. Sebutan tersebut selalu muncul dari tuduhan sepihak orang-orang yang terbukti membenci mereka. Dengan demikian penamaan ini kurang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiyah. Apalagi dalam banyak kesempatan mereka membantah tuduhan dan penyebutan tersebut.

👉F. Karya, peran dan jasa negri Saudi Arabia bagi ummat Islam secara umum, baik pembangunan fasilitas ibadah dan penerapan hukum hukum Islam tidak terbantahkan lagi. Diantara karya besar mereka adalah pencetakan karya-karya ulama’ lintas mazhab, dan berbagai kegiatan sosial baik dalam skala  regional ataupun internasional terbukti nyata dan dirasakan oleh semua orang termasuk orang-orang yang selama ini lantar membenci dan mendiskreditkan Saudi Arabia dengan tuduhan wahabi. Sepatutnya mereka malu, lidahnya masih mengecapkan manisnya jasa baik pemerintah Saudi Arabia, namun di saat yang sama lisannya tiada lelah menuduh keji saudara mereka sendiri sesama ummat Islam. Anehnya lagi, banyak dari mereka yang tiada lelah membela negara kafir dan agama lain, hasbunallahu wa ni’mal wakil.

➡5. Orang-orang terpelajar pantang untuk terperdaya dengan tuduhan sepihak seperti yang saat ini banyak beredar tentang dakwah pemurnian agama yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Hanya orang-orang yang tingkat pendidikannya rendah yang mudah terperdaya oleh klaim klaim sepihak semacam ini. Islam sebagai agama, dan juga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membawa agama Islam, bahkan seluruh nabi sebelum beliau ternyata tidak luput dari tuduhan sepihak semisal ini. 

Allah Ta’ala berfirman:

كَذَلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلَّا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ  {52} أَتَوَاصَوْا بِهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ 

Demikianlah tidak seorang rasulpun yang datang kepada orang-orang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: "Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila“. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. 
(📖Az Dzariyat 52-53)

Sobat, Akankah hingga saat ini anda masih begitu mudah terperdaya oleh klaim sepihak tentang dakwah permurnian Islam yang sering kali dituduh miring dan keji tanpa bukti? Masihkah anda mudah terperdaya dengan tuduhan sepihak bahwa islam yang murni adalah radikal, fundamental atau kepanjangan dari alirah wahabi yang diidentikkan dengan paham dan sikap radikal?. 

Sudah saatnya anda bersikap kritis, dan melihat pada fakta dan data. Kalau anda bersikap kritis dan tidak mudah percaya kepada setiap tuduhan sepihak yang dialamatkan kepada penganut agama lain, mengapa anda mudah percaya kepada tuduhan sepihak yang dilemparkan kepada saudara anda sendiri? 

Lihat dan saksikan betapa indah dan terang fakta yang ada pada saudara saudara anda para penggiat pemurnian Islam? 

Zaman gini bukan waktunya anda menjadi korban propaganda orang-orang yang benci kepada Islam dan ummat Islam. 

Wallahu Ta’ala a’lam bisshawab.

CARA SHOLAT MALAM DAN TRAWEH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

⬛TATA CARA SHALAT MALAM

➡️Perlu kita ketahui bahwa tata cara shalat malam atau tarawih dan shalat witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ada beberapa macam. Dan tata cara tersebut sudah tercatat dalam buku-buku fikih dan hadits. Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua tata cara tersebut adalah hukumnya sunnah.

➡️Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Kalau kita hanya memilih salah satu saja berarti kita mengamalkan satu sunnah dan mematikan sunnah yang lainnya. Kita juga tidak perlu membuat-buat tata cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengikuti tata cara yang tidak ada dalilnya.

➡️Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
Kemudian shalat witir 1 rakaat.

➡️Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani, beliau berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, Kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim)

⬛Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2 rakaat sebelum shalat tarawih.

➡️Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.
Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Setelah itu beliau shalat delapan rakaat dengan bersalam setiap 2 rakaat kemudian beliau melakukan shalat witir lima rakaat yang tidak melakukan salam kecuali pada rakaat yang kelima.”

⬛Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

➡️Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يُصَلىِّ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَ هِيَ الَّتِي يَدْعُوْ النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلىَ الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ بَيْنَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam atau tarawih setelah shalat Isya’ – Manusia menyebutnya shalat Atamah – hingga fajar sebanyak 11 rakaat. Beliau melakukan salam setiap dua rakaat dan beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)

⬛Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

➡️Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata:

مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ إِحْدَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam maka jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat.” (HR Muslim)

⬛Tambahan: 

➡️Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada larangan menyerupai shalat maghrib.

⬛Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

➡️Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:

كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ (رواه مسلم)

“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)

⬛Faedah, Hadits ini merupakan dalil atas:

➡️Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

➡️Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

…ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَأَطَالَ فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدَ ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى نَفَغَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ سِتُّ رَكَعَاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يَشْتاَكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يَقْرَأُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ

“…Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.” (HR. Muslim)

⬛Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur membatalkan wudhu

➡️Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:

Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits no.5 beliau berkata: “Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Dan beliau melakukan shalat 2 rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau melakukannya pada tata cara yang pertama (dengan duduk). Sehingga jumlah seluruhnya 9 rakaat.” (HR. Muslim 1233)

➡️Disunnahkan pada shalat witir membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Ikhlas pada rakaat yang kedua dan membaca surat al-Falaq atau an-Naas pada rakaat yang ketiga. Atau membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat yang kedua dan membaca al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.

➡️Tata cara tersebut di atas semua benar. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti. Karena bila hanya memilih satu cara berarti menghidupkan satu sunnah tetapi mematikan sunnah yang lainnya. Bila melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin.

➡️Adapun pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu Kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13 rakaat, 21 rakaat dan 23 rakaat. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah Umar radhiyallahu ‘anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah (sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah) karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini (shalat tarawih lebih dari 13 rakaat). Dalil tersebut telah disebutkan di atas ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »

“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)

➡️Pada hadits tersebut jelas tidak disebutkan adanya batasan rakaat pada shalat malam baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir.

➡️Para ulama berbeda sikap dalam menanggapi perbedaan jumlah rakaat tersebut. Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat tersebut dengan metode al-Jam’u bukan metode at-Tarjih (Metode tarjih adalah memilih dan memakai riwayat yang shahih serta meninggalkan riwayat yang lain atau dengan kata lain memilih satu pendapat dan meninggalkan pendapat yang lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat ini. Metode al-Jam’u adalah menggabungkan yaitu memakai semua riwayat tanpa meninggalkan dan memilih satu riwayat tertentu. Metode ini dipilih oleh jumhur ulama dalam permasalahan ini). Berikut ini beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u) tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut:

➡️Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”
Adapun kaum muslimin akhir jaman di saat ini khususnya di Indonesia adalah umat yang paling lemah. Kita shalat 11 rakaat (Paling sedikit) dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!!!

⬛Doa Qunut dalam Shalat Witir⬛

➡️Doa qunut nafilah yakni doa qunut dalam shalat witir termasuk amalan sunnah yang banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya. Karena tidak mengetahuinya banyak kaum muslimin yang membid’ahkan imam yang membaca doa qunut witir. Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal ini berdasarkan hadits:

كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي رَكْعَةِ الْوِتْرِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)

يَجْعَلُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ

“➡️Beliau membaca qunut itu sebelum ruku.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro, Ahmad, Thobroni, Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad shahih)

➡️Adapun doa qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ atau boleh juga sebelum ruku’. Doa tersebut dibaca keras oleh imam dan diaminkan oleh para makmumnya. Dan boleh mengangkat tangan ketika membaca doa qunut tersebut.

Di antara doa qunut witir yang disyariatkan adalah:

« الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِناَ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَباَرِكْ لَناَ فِيْماَ أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ ماَ قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ »

Maraji’:

Shohih Muslim
Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.
Timika, 3 Ramadhan 1428 H

Kumpulan artikel fikih shalat atau sifat shalat Nabi silakan simak Kumpulan Artikel Fikih Shalat Sesuai Sunnah Nabi

***

Penulis: R. Handanawirya (Alumni Ma’had Ilmi)
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/111-tata-cara-shalat-malam-dan-witir-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html

PERJALANAN ZAENAL ABIDIN LC MM. TENTANG BERAGAMA ISLAM

بسم الله الرحمن الرحیم

KISAH PENENTANG SUNNAH

🍂🍂

AKHIRNYA KUGAPAI HIDAYAH 

                                                       🍂🍂

Dahulu aku gemar baca kitab Barzanji dan Daiba’.
Dahulu aku tukang Tahlilan dan Yasinan.
Dahulu aku pelopor pemuda dan pemudi untuk acara Maulidan dan Nuzul Qur’an.

Berbagai jimat dan barang betuang aku kumpulkan dengan harapan mendapat kesaktian. Dengan bekal itu katanya bisa sukses dalam berdakwah.

Akhirnya orang pintar alias dukun aku banggakan. Baju onto kusumo, wesi kuning, keris nabi Adam, watu Kul Buntet, Cincin nabi Sulaiman dan berbagai jimat aku rawat baik-baik.

Agar aku bisa mendapat kesaktian, aku belajar ngelmu (angel ditemu) karomah dengan menghidupkan dulur limo.

ADI ARI-ARI
KAKANG KAWAH
SUKMO SEJATI
RUH SEJATI
GURU SEJATI

Tempat kramat aku datangi hingga kuburan Sunan Giri aku kunjungi dengan sepeda Gunung alias Ontel saat aku umur 14 tahun yang jaraknya dari desaku ke Gresik cukup lumayan, dengan keyakinan mendapatkan barakohnya dan ketularan medan mahnit spiritual para wali.

Aku berpikir saat itu juru dakwah sukses harus sakti, harus kebal, harus bisa shalat jumat di Mekah dan seambrek Karomah.

Bahkan wali dalam benakku harus SEKTI MONDRO GUNO ORA TEDAS PALUNING PANDE OTOT KAWAT BALUNG WESI BERJAYA WIJAYAN.

Ibadah paforitku yang paling shahih adalah

Tahlilan
Yasinan
Tawasulan
Marhabaan
Shalawatan
Rasulan
Istighasahan
Tingkeban
Ruwatan

Kemudian aku mendengar ada sekolah yang gratis malah dapat bayaran.
Heran, kagum, tak masuk akal kok ada belajar model gituan.

Hati kecilku bergumam “Hebat banget……Kaya banget ya negara Saudi” bisa membuat sekolah gratis di negeri orang lain.

Cuma yang menjadi ganjalan adalah pesan para Kyai agar hati-hati terhadap tiga firqah sesat:

Khawarij tokohnya Ibnu Taimiyah?

Rafidhah Ibnu Qayyim?

Wahabi Muhammad bin Abdul Wahhab?

Kalau masuk LIPIA hati-hati ambil bahasanya apalagi Reyalnya saring Aqidahnya.

MEMANG BENAR… PENGALAMAN SPRITUAL ORANG BEDA-BEDA

Proses penerimaan Mahasiswa ku ikuti, sambil merokok aku masuk LIPIA untuk menengok pengumuman hingga namaku masuk daftar yang diterima.

Kelas persiapan bahasa menjadi awal pengalamanku, kebat-kebit hatiku….. penasaran diriku…kayak apa sih Wahabi itu.

Aku ikuti pelajaran Aqidah dengan seksama…. tiap diskusi tauhid kita terlibat aktif… hingga tiap syubhat tauhid aku tanyakan dan gulirkan kadang membuat gaduh di kelas.

Aku merasa perubahan dan peralihan agamaku amat terasa dengan pelajaran AQIDAH atau TAUHID.

‼ Hati tersentak…..
Tatkala tahlilan dan makanan kematian diharamkan.

‼ Maulid Nabi, Nuzul Qur’an dan Isra’ miraj dibid’ahkan.

‼ Istighatsah, tarekat, shalawat badar dan nariyah serta shalawat burdah dipersoalkan.

‼ Membaca manaqib Syaikh Abdul Qadir, membaca berzanji dan Daiba’ disalah-salahkan.

Saat di rumah kontrakan aku sering berdiskusi dan berdebat dengan kakak kelas soal amalan tradisi katanya peninggalan nenek moyang tapi menurutku ajaran para wali nan sembilan.

Berbagai jamaah dan ormas islam ku masuki untuk mengasah ketajaman agama tapi selalu tak maksimal.

Akhirnya daurah syariyah dengan Syekh Ibrahim ad-Duwaisy yang diadakan Yayasan al-Sofwa, Jakarta sebagai awal perkenalan dengan para juru dakwah salafiyah.

Hatiku tertawan dan pikiranku tersungging dengan argumen mereka terutama Syekh Ibrahim tentang penetapan masalah aqidah dan manhaj ahli sunnah.

Setelah lulus LIPIA Alhamdulillah aku bisa mendapatkan kesempatan ke Riyadh untuk mengabdi dakwah di MAKTAB JALIYAT sambil belajar di SYEKH BIN BAZ.

Menurutku yang paling membekas, berkesan, menarik dan membalikkanku setelah taufiq dari Allah dari dakwah ini adalah:

💥SUMBER PENGAMBILAN DALIL YANG BENAR.

💥METODE PENGAMBILAN DALIL YANG BENAR.

💥CARA MEMAHAMI AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH YANG BENAR.

💥BERAQIDAH DAN BERTAUHID SECARA BENAR.

💥LANDASAN DAKWAH TEGAS DAN BENAR.

​​Kalau akhlak dulu sudah aku pelajari.

Penyakit hati sudah amat sering dibahas dipesantrenku lewat Ihya Ulumuddin.

Rumah tangga SAMARA jamiyahku juga lebih mantap dan matang penyampaiannya.

Semangat berbisnis dan etika mencari harta para motivator kawakan lebih hebat bahkan dengan non muslim hanya bidang halal haram yang berbeda.

Yang tidak ada di jamiyah masa laluku dan ada di dakwah salafiyah dan sangat menawan hatiku adalah:

Aqidah lurus

Cara beragama benar

Tauhid bersih dari TBC

Ibadah tanpa bidah

Ikhlas menyampaikan kebenaran sunnah

Berani bicara haq dengan berbagai macam resikonya.

*Sabar dan tegar dalam mengemban amanah dakwah anti syirik, anti bidah dan anti maksiat tanpa basa-basi.*

Dan dalam hidupku pengalaman dakwah paling membekas adalah orang tuaku sebelum meninggal……

SUDAH MENINGGALKAN

Kebiasaan merokok yang sudah kecanduan 40 tahun.

Meninggalkan tahlilan, yasinan dan maulidan serta shalawatan hingga kebiasaan ziarah makam sunan-sunan.

Dan paling berat meninggalkan tarikat dengan berbagai hujatan.

Semoga dakwah ini dan juru dakwahnya masih tetap istiqamah dalam menyampaikan.

Aqidahnya

Tauhidnya

Manhajnya

Anti syiriknya

Anti TBC nya (Tahayul, Bid'ah, Curafat)

DENGAN TETAP MELURUSKAN NIATNYA DAN MEMPERBAIKI CARANYA

☝🏻 Memang berat…memang panas….memang terasing..

Saat fitnah dakwah menghadang maka kita hanya bisa bersikap seperti nasehat ulama mulia.

قال الإمام الذهبي رحمه الله :

“إذا وقعت الفتن ؛
فتمسك بالسنة
والزم الصمت
ولا تخض فيما لايعنيك
وماأشكل عليك فرده إلى الله ورسوله
وقف ، وقل : الله أعلم “.

[ السير(20/141) ]

Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata,

“Jika terjadi berbagai fitnah, maka berpeganglah dengan As Sunnah, diamlah, dan jangan membicarakan perkara yang tidak berguna bagimu. Dan perkara apa saja yang masih musykil, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam serta berhentilah dan katakanlah, “Wallahu a’lam (Allah lebih mengetahui).”(As Siyar)

Insya Allah kita dakwah

Bukan cari masa
Bukan cari popularitas
Bukan cari aman
Bukan cari senang orang
Bukan cari pujian jammaah
Bukan posisi dunia

TAPI CARI RIDHA ALLAH INSYA ALLAH…..

@abusalma

------

Kisah di atas adalah kisah nyata Ustadz Zainal Abidin Lc, hafidzohullahu ta'ala...

Semoga Allah memberkahi ilmu beliau dan menjaga beliau, juga kita semua, amin.

Sabtu, 21 November 2020

👥 CIRI-CIRI ORANG YANG MENDAPAT HIDAYAH ALLAH...

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاته

( Dibaca Pelan-pelan ya biar kita tambah ilmu Dan Kira-kira Antum dipoin yang mana jawabnya cukup didalam hati )

👥 CIRI-CIRI ORANG YANG MENDAPAT HIDAYAH ALLAH...

➡1. Dipahamkan perkara agama, dapat membedakan mana yang sesuai Al-Qur'an dan Hadits (Sunnah Rosululloh & sunnah Khulafaur Rasyidin).

➡2. Mulai mencari-cari (haus) kajian ilmu agama, senang menghadiri majlis ta'lim, senang mendengarkan ceramah agama, senang mempelajari Al-Qur'an dan Hadits.

➡3. Membenahi ibadah sholatnya sesuai sifat sholat Nabi dan sunnah-sunnahnya, membenahi cara wudhu'nya dan bacaan dzikir usai sholatnya dan lainnya.

➡4. Mulai menanyakan / mencari apa dalil dari suatu ibadah, tidak pernah lagi Taqlid Buta, tidak mau lagi ikut-ikutan saja.

➡5. Membenahi bacaan Al-Qur'an-nya dan menambah hafalannya dengan niat bisa hafal al-Qur'an.

➡6. Mulai berpenampilan sebagai seorang Mukmin. Bagi pria berjenggot dan bercelana diatas mata kaki (tidak isbal). Bagi wanita memakai hijab Syar'i.

➡7. Selalu sholat fardhu di awal waktu. Bagi laki-laki selalu sholat fardhu berjamaah di Masjid kecuali ada udzur syar'i. Bagi Perempuan sholat fardhu di rumah.

➡8. Semakin giat mengerjakan sholat sunnah, terutama sunnah rawatib, tahajud, witir, dhuha, dll.

➡9. Menjauhi dan meninggalkan perkara agama yang bid'ah dan syubhat.

➡10. Mulai rajin bersedekah walaupun sedikit dan meninggalkan Riba. Bagi laki-laki langsung berhenti merokok. Bagi perempuan langsung meninggalkan ghibah.

➡11. Tidak mengenyangkan perut saat makan minum, khawatir ibadah sholatnya akan terganggu. Mulai mengemari memakan buah kurma dan apa pun yang disukai Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam.

➡12. Seringkali terbangun sendiri di sepertiga akhir malam, Qiyamul Lail.

➡13. Mulai menjalankan sunnah Rasulullah di kehidupan sehari-hari, menghafal doa masuk keluar rumah/ masjid/ kamar mandi, doa makan minum/ tidur bangun/ naik kendaraan, dsb.

➡14. Tidak mau lagi bersalaman dengan orang-orang yang bukan Mahramnya. Bagi laki-laki menundukkan pandangannya terhadap wanita. Bagi perempuan tidak mengunakan parfum yang berlebihan dan membantu kaum lelaki dalam menjaga pandangannya.

➡15. Sering mengingat Mati, bertambah baguslah persiapannya. Menanggalkan ilmu tenaga dalamnya dan semua ilmu bantuan dari JIN, hanya hafalan Al Qur'an dan pengetahuan Hadits pegangannya.

➡16. Selalu berbicara diatas kebenaran, menyampaikan yang benar, menjauhi debat (apalagi debat kusir dengan orang-orang Jahil/ Bodoh)

➡ 17. Sangat senang berada di bulan yang penuh berkah yaitu bulan Ramadhan. 

⁉ Yang mana poin-poinmu saudaraku, hitunglah sendiri di dalam hati kemudian tambahkan/ tingkatkan ketakwaanmu. Tapi, ingat... rahasiakan ketakwaanmu hanya kepada Alloh Subhanahu Wa Ta'ala.

Semoga Alloh senantiasa memberikan Hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.

🌍 Sumber : Group Doa & Dzikir.
Manhaj Salaf.

#Copas.

Silahkan gabung.
https://www.facebook.com/groups/318551779366723/?ref=share

Rabu, 18 November 2020

RUKYAH MANDIRI

✅Allah berfirman, “Katakanlah, ‘AlQur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang orang yang beriman.'” (Qs. Fushilat: 44)

✅RUKIYAH MANDIRI 
RUKIYAHLAH DIRI ANDA SENDIRI 
KALAU PUNYA ANAK BAYI REWEL JANGAN DIBAWA KE USTADZ, KIAI
COBA DIRUKIYAH SENDIRI 
RUKIAH MANDIRI BUKTI KETAUHIDAN KEPADA ALLAH KUAT 
INSYA ALLAH 
CARANYA 

✅Letakkan tangan di bagian tubuh yang sakit
Baca “bismillah” 3 kali
Lanjutkan dengan membaca doa berikut 7 kali,
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
(A’uudzu bi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru )
“Aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan.”
Dalilnya:

♻Dari Utsman bin Abil Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau mengadukan rasa sakit di badannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam..  Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya,  “Letakkanlah tanganmu di atas tempat yang sakit dari tubuhmu,”  lalu beliau ajarkan doa di atas.
 (HR. Muslim 5867 dan Ibnu Hibban 2964)

♻ Membaca 6 surat Ruqyah
Inilah surat dan ayat untuk ruqyah sesuai sunnah Rasul.
1. AlFatihah (3x) tiup 3x
2. Ayat Kursi (3x) tiup 3x
3. AlKaafirun (3x) tiup 3x
4. An Nass (3x) tiup 3x
5. Al Falaq (3x) tiup 3x
6. Al Ikhlas (3x) tiup 3x

✅Gabungkan dua telapak tangan, lalu dibacakan surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, ayat kursi, al kaafirun,alfatihah
lalu tiupkan ke kedua telapak tangan. Kemudian usapkan kedua telapak tangan itu ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau. Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan.

✅Kemudian diulang sampai tiga kali.
Ini berdasarkan hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, yang menceritakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelulm tidur. (HR. Bukhari 5017 dan Muslim 2192).

♻Setiap selesai membaca, tiupkan ke telapak tangan. 
Bisa juga ditiupkan pada air putih, makanan, dan apapun yang ingin Anda ruqyah.

♻Setelah 3 kali ditiupkan 3x ke telapak tangan. 
Usapkan ke seluruh badan untuk mendeteksi sumber sakit. 

♻Usapkan dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Bahkan pada kemaluan juga. Usapkan dengan penuh keyakinan. 

♻. Mendeteksi sumber sakit
Setelah mengusap seluruh bagian tubuh, biasanya jin/setan bereaksi dengan tanda-tanda sebagai berikut.

♻Ada sakit pada bagian tertentu. Contohnya dada. 

Mual dan muntah.
Rasa panas.
Merinding
Bersendawa
Rasa dingin.
Kesemutan
Badan bergerak dengan sendirinya
Ingin buang air besar maupun buang air kecil

♻Terus Usapkan
Usapkan terus dengan telapak tangan Anda bagian yang sakit tersebut sembari membaca ayat Kursi. 

♻Bacalah terus hingga rasa sakit tersebut hilang.
Catatan:

♻Ada kalanya kita perlu melakukan ruqyah mandiri secara rutin. Artinya harus dilakukan berulang-ulang hingga keluhan Anda benar-benar hilang. 

♻Untuk meruqyah rumah, kendaraan, kantor, ataupun tempat lainnya. Bacakan ayat ruqyah di atas. 

♻Lalu tiupkan pada air yang ditempatkan di baskom atau ember. 

♻Setelah itu masukan air pada alat semprotan. Kemudian semprotkan pada rumah Anda. 

Semprotkan pada semua ruangan rumah Anda. Termasuk lantai. 

🍀 Niatkan untuk meruqyah. Bacaan ruqyah harus diniatkan untuk meruqyah. Bukan yang lainnya. 
Kedudukan niat sangat penting. 
Dengan niat meruqyah, efek bacaan Quran dan doa Anda langsung memberikan dampak luar biasa. 

🍀 Ikhlas karena Allah. Semakin ikhlas hati Anda, semakin hebat efek bacaan Anda. 
Bahkan walaupun tanpa diniatkan meruqyah, ketika Anda membaca Quran dengan ikhlas akan memberikan efek pada tubuh.
Itulah yang banyak dirasakan beberapa pasien. 
Bacaan Quran yang ikhlas itu bisa membakar jin yang mengganggu. Oleh karena itu, tetapkan hati di atas keikhlasan.

🍀NIAT "Hancurkan dan Musnahkan semua sihir/setan yang ada ditubuh saya" . 

🍀 mungkin akan merasakan beberapa gejala, sepert : kesemutan di punggung, tiba tiba kepal pusing, mules ingin buang air, sakit perut, sendawa, dll. Maka tetap usap dengan tangan dari kepala sampai kaki ( tangan,kaki, punggung, perut, daerah sekitar kemaluan,dll) dengan telapak tangan yang sudah di bacakan ayat ayat ruqyah tadi

Semoga bermanfaat 
Wallahu a lam 

Disusun oleh Humaira Medina

Kamis, 12 November 2020

BAGAIMANA JIKA “KETURUNAN” RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM YANG SEKARANG DAN SAAT INI YANG DIKENAL DENGAN ISTILAH HABAIB/DZURIYAT MELAKUKAN KESYIRIKAN, KEBIDAHAN, KEMUNGKARAN, KEMAKSIATAN, KESESATAN DAN KEBATILAN


.
Bismilahirrahmanirrahim. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
.
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Sulaiman : telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu 'anha : bahwa orang-orang Qurasy diresahkan seorang wanita bani Makhzum yang mencuri, kemudian mereka berujar : “Tidak ada yang bisa bicara dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak ada yang berani (mengutarakan masalah ini) kepadanya selain Usamah bin Zaid” Akhirnya Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berbicara kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi Rasulullah bertanya : "Apakah kamu hendak memberikan syafa'at (pembelaan/pertolongan) dalam salah satu perkara had (hukuman) Allah ?" kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan berkhutbah,
.
"Wahai manusia, hanya saja orang-orang sebelum kalian tersesat karena, sesungguhnya mereka jika mencuri orang terhormat mereka membiarkannya, namun jika yang mencurinya orang lemah, mereka menegakkan hukuman terhadapnya. demi allah, kalaulah Fathimah binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mencuri, niscaya Muhammad yang memotong tangannya."
.
- HR. Bukhari no. 3965, 6290 | Fathul Bari no. 4304, 6788, Muslim no. 3196, 3167 | Syarh Shahih Muslim no. 1688, Tirmidzi no. 1350 | no. 1430 dan Darimi no. 2200 | no. 2348. Sanad dan lafazh diatas milik Bukhari no. 6290 | Fathul Bari no. 6788
.
Hadits diatas menunjukkan bahwasannya Ahlu Bait atau yang sekarang dikenal dengan istilah Habaib atau Dzuriyah atau yang dikenal dengan “Keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” TIDAKLAH MENDAPATKAN TEMPAT DAN HAK ISTIMEWA JIKA SUDAH MELAKUKAN SUATU KESYIRIKAN, KEBIDAHAN, KEMUNGKARAN, KEMAKSIATAN, KESESATAN DAN KEBATILAN MAKA IA HARUS DIHUKUM SESUAI DENGAN KETENTUAN DAN BATAS HUKUM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
.
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Syuja' bin Makhlad seluruhnya dari Ibnu 'Ulayyah, Zuhair berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim : telah menceritakan kepadaku Abu Hayyan : telah menceritakan kepadaku Yazid bin Hayyan dia berkata,
.
"Pada suatu hari saya pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam. Hai Zaid, kamu telah memperoleh kebaikan yang   banyak.  Kamu pernah melihat Rasulullah. Kamu   pernah mendengar sabda beliau. Kamu pernah bertempur menyertai beliau. Dan kamu pun pernah shalat jama'ah bersama beliau. Sungguh kamu  telah  memperoleh kebaikan yang banyak. OIeh karena itu hai Zaid. sampaikanlah kepada kami apa yang pernah kamu dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Zaid bin Arqam berkata; “Hai kemenakanku, demi Allah sesungguhnya aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu, apa yang bisa aku sampaikan, maka terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan. maka janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya."  Kemudian Zaid bin Arqam meneruskan perkataannya. Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang  disebut Khumm, yang terletak   antara   Makkah   dan   Madinah.   Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata,
.
“Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu:
.
PERTAMA, AL-QUR 'AN YANG BERISI PETUNJUK DAN CAHAYA. OLEH KARENA ITU, LAKSANAKANLAH ISI AL QUR'AN DAN PEGANGLAH.” Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al Qur'an.
.
“KEDUA, KELUARGAKU (AHLU BAIT), AKU INGATKAN KEPADA KALIAN SEMUA AGAR BERPEDOMAN KEPADA HUKUM ALLAH (AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH) DALAM MEMPERLAKUKAN KELUARGAKU." (BELIAU UCAPKAN SEBANYAK TIGA KALI).”
.
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn : "HAI ZAID, SEBENARNYA SIAPAKAH AHLUL BAIT (KELUARGA) RASULULLAH ITU ? BUKANKAH ISTRI-ISTRI BELIAU ITU ADALAH AHLU BAIT (KELUARGA) NYA?" ZAID BIN ARQAM BERKATA : "ISTRI-ISTRI BELIAU ADALAH AHLU BAITNYA. TAPI AHLU BAIT BELIAU YANG DIMAKSUD ADALAH ORANG YANG DIHARAMKAN UNTUK MENERIMA ZAKAT SEPENINGGALAN BELIAU." HUSAIN BERTANYA : "SIAPAKAH MEREKA ITU ?" ZAID BIN ARQAM MENJAWAB : "MEREKA ADALAH KELUARGA ALI, KELUARGA AQIL. KELUARGA JA'FAR, DAN KELUARGA ABBAS." HUSAIN BERTANYA; "APAKAH MEREKA SEMUA DIHARAMKAN UNTUK MENERIMA ZAKAT?" ZAID BIN ARQAM MENJAWAB."YA."
.
- HR. Muslim  no. 4425 | Syarah  Shahih  Muslim no. 2408
.
Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
.
“KELUARGAKU (AHLU BAIT), AKU INGATKAN KEPADA KALIAN SEMUA AGAR BERPEDOMAN KEPADA HUKUM ALLAH (AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH) DALAM MEMPERLAKUKAN KELUARGAKU." (BELIAU UCAPKAN SEBANYAK TIGA KALI).”
.
Maksudnya adalah memperlakukan Ahlu Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai dengan ketentuan dan batasan hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang karenanya jika keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekarang saat ini, baik yang memang keturunan beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- atau hanya yang sekedar mengaku-aku atau diaku-aku, telah berbuat KESYIRIKAN, KEBIDAHAN, KEMUNGKARAN, KEMAKSIATAN, KESESATAN DAN KEBATILAN maka harus dihukum atau ditegakkan hukum sesuai dengan ketentuan dan batasan hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjanji memotong tangan putri tercintanya, Fathimah radhiyallahu ‘anha jika memang mencuri.
.
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Sulaiman : telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha : bahwa orang-orang Qurasy diresahkan seorang wanita bani Makhzum yang mencuri. kemudian mereka berujar : Tidak ada yang bisa bicara dengan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan tidak ada yang berani (mengutarakan masalah ini) kepadanya selain Usamah bin Zaid, kekasih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Akhirnya Usamah berbicara kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi Rasulullah bertanya : "Apakah kamu hendak memberikan syafa'at (pembelaan) dalam salah satu perkara had (hukuman) Allah ?" kemudian beliau berdiri dan berkhutbah,
.
"Wahai manusia, hanyasanya orang-orang sebelum kalian tersesat karena, sesungguhnya mereka jika mencuri orang terhormat mereka membiarkannya, namun jika yang mencurinya orang lemah, mereka menegakkan hukuman terhadapnya. DEMI ALLAH, KALAULAH FATHIMAH BINTI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM MENCURI, NISCAYA MUHAMMAD YANG MEMOTONG TANGANNYA."
.
- HR. Bukhari no. 3965, 6290 | Fathul Bari no. 4304, 6788, Muslim no. 3196, 3167 | Syarh Shahih Muslim no. 1688, Tirmidzi no. 1350 | no. 1430 dan Darimi no. 2200 | no. 2348. Sanad dan lafazh diatas milik Bukhari no. 6290 | Fathul Bari no. 6788
.
PERLU DICATAT DISINI, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam SAJA tidak memberikan keringanan hukuman jika yang melakukannya adalah putrinya sendiri yaitu Fathimah radhiyallahu ‘anha, APALAGI kepada yang memang benar keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sekarang saat ini atau yang hanya mengaku-aku atau yang diaku-aku Habaib/Dzuriyah sebagai merk dagang jualan yang sekarang banyak bermunculan yang melakukan dan menyerukan umat untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya yaitu kesyirikan baik dalam bentuk aqidah atau amalan perbuatan, dan bid’ah dalam syari’at, baik dalam aqidah, i’tiqad, pemahaman dan amalan perbuatan
.
DAN KETAHUILAH, jika dibandingkan bahwasannya mencuri hanyalah merugikan satu orang saja yang dicuri hartanya SEDANGKAN menyerukan dan mengajak umat kepada kesyirikan baik dalam bentuk aqidah, i’tiqad, pemahaman dan amalan perbuatan, ATAU menyerukan dan mengajak umat kepada bid’ah dalam syari’at, baik dalam aqidah, i’tiqad, pemahaman dan amalan perbuatan DAMPAK KERUGIANNYA SANGATLAH BESAR YANG AKAN DITERIMA OLEH SELURUH UMAT ISLAM DAN ISLAM ITU SENDIRI YAKNI MERUSAK DAN MENGHANCURKAN KESEMPURNAAN ISLAM DAN KEMURNIAN SUNNAH BAIK SEBAGIAN MAUPUN KESELURUHAN DARI DALAM SEHINGGA MENJEBAK UMAT DI DALAM KERANCUAN (SYUBHAT) YANG TIDAK DAPAT MEMBEDAKAN DAN MEMISAHKAN ANTARA TAUHID DAN SYIRIK, SUNNAH DAN BID’AH, PETUNJUK DAN KESESATAN, PEMAHAMAN YANG HAQ DAN PEMAHAMAN YANG BATIL, DAN MENJEBAK UMAT DALAM PERANGKAP KESESATAN DAN KEBATILAN AQIDAH, MANHAJ, I’TIQAD DAN PEMAHAMAN.
.
Maka hal seperti ini harus dilawan dan ditentang bahkan dihapuskan dan dihancurkan demi menjaga kesempurnaan Islam dan kemurnian Sunnah sebagaimana perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
.
Telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Abu Bakar bin an-Nadlr serta Abd bin Humaid dan lafazh tersebut milik Abd. Mereka berkata : telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd dia berkata : telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih bin Kaisan : dari al-Harits : dari Ja'far bin Abdullah bin al-Hakam : dari Abdurrahman bin al-Miswar : dari Abu Rafi' : dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
"Tidaklah seorang Nabi yang diutus oleh Allah pada suatu umat sebelumnya melainkan dia memiliki Pembela dan Sahabat yang memegang teguh Sunnah-Sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya, KEMUDIAN DATANGLAH SETELAH MEREKA SUATU KAUM YANG MENGATAKAN SESUATU YANG TIDAK MEREKA LAKUKAN, DAN MELAKUKAN SESUATU YANG TIDAK DIPERINTAHKAN. Barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan sebiji sawi."
.
- HR. Muslim no. 71 | Syarh Shahih Muslim no. 50
.
Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
.
“DAN MENGAMALKAN APA YANG TIDAK DIPERINTAHKAN.”
.
Maksudnya adalah para penyeru, pelaku bid’ah dan ahlinya karena sudah sangat ma’ruf bahwa para penyeru, pelaku bid’ah dan ahlinya mengamalkan ajaran, pemahaman dan amalan menyimpang dan menyesatkan, baik aqidah, manhaj, i’tiqad, amalan dan pemahaman yang tidak pernah ada dasar contohnya, tidak  pernah ada petunjuknya, tidak  pernah ada ajarannya dan tidak pernah ada perintahnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wsallam dan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu ajma’in, khususnya Al-Khulafa Ar-Rasyidin.
.
Dan apa Sunnah (petunjuk) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
.
“MAKA BARANGSIAPA YANG BERJIHAD DENGAN TANGAN MELAWAN MEREKA MAKA DIA SEORANG MUKMIN, BARANGSIAPA YANG BERJIHAD DENGAN LISAN MELAWAN MEREKA MAKA DIA SEORANG MUKMIN, BARANGSIAPA YANG BERJIHAD DENGAN HATI (DOA) MELAWAN MEREKA MAKA DIA SEORANG MUKMIN, DAN SETELAH ITU TIDAK ADA KEIMANAN SEBIJI SAWI.”
.
Jadi merupakan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta suatu kewajiban atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan derajat paling tinggi dalam amar ma’ruf nahi mungkar bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk melawan, menentang, menghapuskan dan menghancurkan seruan para penyeru, pelaku dan ahli bid’ah, kesyirikan, kesesatan dan kebatilan yang menyesatkan umat baik dalam bentuk aqidah, manhaj, i’tiqad, amalan dan pemahaman.
.
KETAHUILAH ! penyeru kesyirikan, kebidahan, kesesatan dan kebatilan dalam aqidah, manhaj, i’tiqad, pemahaman dan amalan yang berujung kepada Neraka-Nya BISA SIAPA SAJA, baik orang awam hingga yang memang benar-benar keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sekarang saat ini yang dikenal dengan istilah Habaib/Dzuriyyat atau yang hanya sekedar mengaku-aku atau yang diaku-aku oleh pengikutnya berdasarkan KEUMUMAN DALIL PARA DAI PEMBAWA KE PINTU NERAKA YANG DISABDAKAN OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM.
.
Telah bercerita kepada kami Yahya bin Musa : telah bercerita kepada kami Al Walid berkata : telah bercerita kepadaku Ibnu Jabir berkata : telah bercerita kepadaku Busr bin 'Ubaidullah Al Hadlramiy berkata : telah bercerita kepadaku Abu Idris Al Khawlaniy bahwa dia mendengar dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata : “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perkara-perkara kebaikan sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut akan menimpaku. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah ! Kami dahulu berada dalam kejahilan dan keburukan, karena itu Allah mendatangkan kebaikan (Islam) ini kepada kami. Mungkinkah sesudah kebaikan akan timbul keburukan ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“Ya !” Aku bertanya lagi : “Apakah setelah keburukan itu akan datang lagi kebaikan ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“YA ! AKAN TETAPI DI DALAMNYA ADA “DUKHN” (KOTORANNYA)” Saya bertanya : “Apa kotorannya itu ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasalam menjawab,
.
“YAITU SUATU KAUM YANG MEMIMPIN TANPA MENGIKUTI PETUNJUKKU, KAMU MENGENALNYA TAPI SEKALIGUS KAMU INGKARI.” Saya bertanya : “Apakah setelah kebaikan (yang ada kotorannya itu) akan timbul lagi keburukan ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“YA. YAITU PARA PENYERU YANG MENGAJAK KE PINTU JAHANAM. SIAPA YANG MEMENUHI SERUANNYA MAKA AKAN DILEMPARKAN KE DALAMNYA.” Aku kembali bertanya : “Wahai Rasulullah ! Berikan sifat-sifat (ciri-ciri) mereka kepada kami ?.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“MEREKA ITU BERASAL DARI KULIT-KULIT KALIAN DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KALIAN.”
.
- HR. Bukhari no. 3338 dan 6557 | Fathul Bari no. 3606 dan 7084 dan Ibnu Majah no. 3969 | no. 3979. Lafazh dan sanad di atas milik Bukhari no. 3338 | Fathul Bari no. 3606
.
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna : telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Maslim : telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Yazid bin Jabir : telah menceritakan kepadaku Busr bin 'Ubaidullah Al Hadlrami bahwa dia mendengar Abu Idris Al Haulani berkata : saya mendengar dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata : “Biasanya orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam tentang kebajikan. Namun justru saya bertanya kepada beliau tentang kejahatan, karena saya khawatir akan menimpaku. Lalu saya bertanya : “Wahai Rasulullah ! Kami dahulu berada dalam kejahilan dan kejahatan, karena itu Allah Ta’ala menurunkan kebaikan (Islam) ini kepada kami. Mungkinkah sesudah ini akan timbul kejahatan ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“Ya !” Saya bertanya lagi : “Apakah setelah itu ada lagi kebaikan ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
.
“YA ! AKAN TETAPI ADA CACATNYA.” Saya bertanya : “Apa cacatnya ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasalam bersabda,
.
“KAUM YANG MENGAMALKAN SUNNAH SELAIN DARI SUNNAHKU, DAN MEMIMPIN TANPA HIDAYAHKU, KAMU TAHU MEREKA TAPI KAMU INGKARI” Saya bertanya : “Apakah setelah itu akan ada kejahatan lagi ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“YA. YAITU MUNCULNYA ORANG-ORANG (PARA DA’I) YANG MENYERU MENUJU KE NERAKA JAHANNAM, BARANGSIAPA MEMENUHI SERUANNYA MAKA IA DILEMPARKAN KE DALAM NERAKA ITU.” Maka saya bertanya lagi : “Wahai Rasulullah ! Tunjukanlah kepada kami ciri-ciri mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“BAIK. KULIT MEREKA SEPERTI KULIT KITA DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KITA.”
.
- HR. Muslim no. 3434 | Syarah Shahih Muslim no. 1847
.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
.
“YA ! AKAN TETAPI DI DALAMNYA ADA “DUKHN” (KOTORANNYA)” dan “YA ! AKAN TETAPI ADA CACATNYA.”
.
Yakni kekotoran dan kekeruhan karena “dukhn” diartikan sebagai asap, yang menunjukkan bahwa kebaikan yaitu Islam sudah tertutupi oleh kabut asap dan tidak bersih lagi, telah bercampur dengan kejahatan dan keburukan sehingga kebaikan itu menjadi keruh dan kotor.
.
Dan yang dimaksud dengan kekotoran dan kekeruhan di atas langsung dijawab oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjawab pertanyaan Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu,
.
“KAUM YANG MEMIMPIN TANPA MENGIKUTI PETUNJUKKU” dan “KAUM YANG MENGAMALKAN SUNNAH SELAIN DARI SUNNAHKU, DAN MEMIMPIN TANPA HIDAYAHKU”
.
Inilah kekeruhannya, kotorannya dan cacatnya yaitu BID’AH. Dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka telah beramal dengan cara mereka sendiri BUKAN DENGAN Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian juga mereka tidak mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Abdul Wahhab bin Abdul Majid : dari Ja’far bin Muhammad : dari Bapaknya : dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
“Amma Ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara perkara yang diada-adakan dan setiap Bid’ah adalah sesat.”
.
- HR. Muslim no. 1435 | Syarh Shahih Muslim no. 867, Ibnu Majah no. 44 | no. 45, Nasa’i no. 1294 | no. 1311, Darimi no. 208 | no. 212, Ahmad no. 13815, 14455 dan Al-Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, I/373 no. 85. Lafazh dan sanad di atas milik Muslim.
.
Telah mengabarkan kepada kami 'Utbah bin 'Abdullah dia berkata : telah memberitakan kepada kami Ibnul Mubarak : dari Sufyan : dari Ja'far bin Muhammad : dari Bapaknya : dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Apabila Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkhutbah, maka beliau memuji dan menyanjung Allah dengan hal-hal yang menjadi hak-Nya, kemudian bersabda,
.
“Barangsiapa telah diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa telah disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang bisa memberikan petunjuk kepadanya. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al Qur'an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek jelek perkara adalah hal-hal yang baru, setiap hal yang baru adalah Bid'ah dan setiap Bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan di dalam neraka.”
.
- HR. Nasa’i no. 1560 | no. 1578
.
DAN BID’AH ADALAH LAWAN DARI SUNNAH, SUNNAH ADALAH LAWAN DARI BID’AH sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan Ad Dimasyqi berkata : telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim berkata : telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al 'Ala` berkata : telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abi Al Mutha' ia berkata; aku mendengar 'Irbadl bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
"Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meski kepada seorang budak Habasyi. Dan sepeninggalku nanti, kalian akan melihat perselisihan yang sangat dahsyat, maka hendaklah kalian berpegang dengan SUNNAHKU dan Sunnah Para Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan jangan sampai kalian mengikuti perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya semua BID'AH ITU ADALAH SESAT.”
.
- HR. Ibnu Majah no. 42 | no. 42, Abu Dawud no.  3991 | no. 4607, Tirmidzi no. 2600 | no. 2676, Ahmad no. 16521, 16522 dan Darimi no. 95 | no. 96. Kitab ash-Shahihah no. 2735 dan no. 937 (1746 dan 2474). Sanad dan Lafazh di atas milik Ibnu Majah
.
Dari hadits yang mulia ini kita mengetahui akan bahaya dan kerusakan bid’ah dalam syari’at, penyerunya dan ahlinya yang dapat mengotori kesempurnaan risalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan merusak Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga tidak menjadi bersih dan murni lagi.
.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
“YAITU MUNCULNYA ORANG-ORANG (PARA DA’I) YANG MENYERU MENUJU KE NERAKA JAHANNAM.” dan “YAITU PARA PENYERU YANG MENGAJAK KE PINTU JAHANAM”
.
Du’aatun bentuk jamak dari da’i. Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata,
.
“Para ulama menjelaskan bahwa mereka ini adalah PARA PEMIMPIN YANG MENYERUKAN KEPADA BID’AH ATAU KESESATAN LAINNYA, seperti Khawarij, Al-Qaramithah dan tokoh-tokoh pembawa fitnah (pemikiran sesat).”
.
- Syarh Shahih Muslim, XII/237
.
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah (wafat 852 H) berkata,
.
“Kata du’at merupakan bentuk jamak dari kata da’i. Maksudnya adalah penyeru kepada kebatilan (kesyirikan, kebidahan dan kesesatan).”
.
- Fathul Bari, XXXV/118
.
Sungguh sangat jelas sekali bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi, da’i, yang “diulamakan”, yang bergelar habaib sekalipun ataupun ustadz yang menyerukan kepada bid’ah, kesyirikan, kesesatan, kebatilan dan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta pemikiran-pemikiran sesat menyesatkan dalam aqidah, manhaj, i’tiqad dan pemahaman yang mengotori serta merusak risalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kesempurnaan Islam dan kemurnian Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana juga KEUMUMAN SABDA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAHI WASALLAM MENGENAI AL-A`IMMAH AL-MUDHILLUN yang ditakuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atas umat beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam-
.
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id : telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abu Asma` Ar Rahbi dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
"Yang aku takutkan atas umatku adalah pemimpin-pemimpin / imam-imam yang menyesatkan.”
.
- HR. Tirmidzi no. 2155 | no. 2229
.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb dan Muhammad bin Isa keduanya berkata : telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abu Asma dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
.
“Sesungguhnya yang saya khawatirkan (akan merusak) umatku hanyalah para imam (tokoh) yang menyeru kepada kesesatan.”
.
- HR. Abu Dawud no. 3710 | no. 4252
.
SIAPAKAH AL A`IMMAH AL-MUDHILLUN ?
.
Begitu bahayanya para pemimpin yang menyesatkan ini, sehingga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam mensifatinya dengan menyesatkan. al-A`immah al-Mudhillûn  berasal dari bahasa Arab yang tersusun dari dua Kosa kata yaitu al-A`immah dan al-Mudhillun
.
Kata al-A`immah adalah bentuk plural dari kata al-Imâm yang berarti yang diikuti oleh sebuah kaum dan pemimpin mereka serta orang yang mengajak mereka untuk mengikuti sebuah perkataan atau perbuatan atau keyakinan (Mulla Ali Qari, Mirqâtul Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, VIII/3389
.
Al Munawi rahimahullah (wafat 1031 H) berkata,
.
“Imam-imam yang menyesatkan (Al-A`immah Al-Mudhillun) artinya seburuk-buruk pemimpin, yang menyimpang dari kebenaran dan menyelewengkan kebenaran.”
.
- At-Taisir Bisyarhil Jami Ash Shaghir, II/728
.
Al Munawi rahimahullah (wafat 1031 H) berkata,
.
“Para imam yang menyesatkan adalah yang berpaling dari kebenaran dan memalingkan orang lain darinya. Kata ‘aimmah’ sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘imam’ yang maknanya adalah orang yang dijadikan panutan oleh suatu kaum dan menjadi pemimpin mereka, dan juga bermakna siapa saja yang mengajak kepada sebuah ucapan, perbuatan, atau keyakinan. Jadi bisa bermakna para pemimpin dalam bidang ilmu dan juga penguasa. Seorang penguasa jika tersesat dari sikap adil dan menyelisihi kebenaran maka semua orang awam akan mengikutinya, karena takut terhadap kekuasaannya dan mengharapkan kedudukannya. SEDANGKAN PEMIMPIN DALAM BIDANG ILMU TERKADANG TERJATUH PADA SYUBHAT DAN TERTIMPA KETERGELINCIRAN, LALU DIA TERSESAT DENGAN SEBAB HAWA NAFSU ATAU BID’AH, KEMUDIAN KAUM MUSLIMIN YANG AWAM MENGIKUTINYA KARENA TAQLID, MEREMEHKAN DOSA KARENA MEMPERTURUTKAN HAWA NAFSU, ATAU BEREBUTAN MENGEJAR DUNIA DARI HARTA PENGUASA, ATAU DENGAN BERBUAT MAKSIAT, SEHINGGA ORANG-ORANG AWAM TERTIPU DENGANNYA.”
.
- Faidh Al Qadir, II/653
.
As-Shan’ani rahimahullah (wafat 1182 H) berkata, 
.
“Ada juga ulama yang menyatakan : al-Imâm adalah orang yang dicontoh dan diikuti dalam perkataan dan perbuatannya, baik sesat atau tidak sesat. Hal ini ditakutkan atas umat ini karena ia diikuti oleh orang lalu menyesatkan orang banyak dengan kesesatannya. Ada juga yang menyatakan: Yang diinginkan adalah orang yang diikuti sehingga mencakup para ulama, karena kesesatan mereka menjadi sebab kesesatan orang jahil.”
.
- At-Tanwir Syarh al-Jami’ ash-Shaghir, IV/174
.
Al Adzim Abadi rahimahullah (wafat 1320 H) berkata,
.
“Sedangkan kata al-Mudhillûn adalah bentuk plural dari al-Mudhil yang berarti menyesatkan atau mengajak kepada kesesatan. Oleh karena itu penulis kitab ‘Aunul Ma’bûd t menyatakan: al-A`immah al-Mudhillîn adalah para penyeru kepada kebid’ahan, kefasikan dan kefajiran (kebatilan/keburukan)”
.
- Aunul Ma’bud XI/218. Lihat juga Tuhfatul Ahwadzi, VI/401
.
Al-Mubarakfuri rahimahullah (wafat 1427 H) berkata,
.
“Imam-imam yang menyesatkan, artinya penyeru-penyeru kepada BID’AH-BID’AH, KEFASIKAN (PELANGGARAN-PELANGGARAN) DAN FUJUR (KEJAHATAN-KEJAHATAN).”
.
- Al Mubarakafuri, Tuhfatul Ahwadzi, VI/401
.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh (wafat 1285 H) berkata,
.
“Mereka adalah para pemimpin, tokoh agama dan ahli ibadah YANG MENGARAHKAN MANUSIA TANPA ILMU (pemahaman agama yang benar) sehingga mereka menyesatkan manusia sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Dan mereka (orang-orang yang sesat) berkata “Ya Rabb Kami ! Sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahzab [33] : 67”
.
- Fathul Majid, hlm 323
.
Sehingga telah sah bahwasannya “Para Da’i yang mengajak ke pintu Neraka” adalah orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi agama, ulama atau yang “diulamakan” yang menyerukan kepada Bid’ah dalam Syari’at, yang dari Bid’ah dalam Syari’at tersebut berujung menciptakan kesesatan dan kebatilan dalam aqidah, amaliyah, manhaj (metode beragama) dan pemahaman serta pemikiran yang sesat yang menyelewengkan, merubah dan merusak risalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, merusak kesempurnaan Islam dan merusak kemurnian Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik yang bersifat haqiqiyah, idhaifiyyah ataupun tarkiyah dan juga berujung kepada kesyirikan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan sabdanya,
.
“YA. YAITU MUNCULNYA ORANG-ORANG (PARA DA’I) YANG MENYERU MENUJU KE NERAKA JAHANNAM, BARANGSIAPA MEMENUHI SERUANNYA MAKA IA DILEMPARKAN KE DALAM NERAKA ITU.”
.
Yakni, barangsiapa yang mendengarkan dan mengikuti seruan mereka yakni orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi agama, ulama atau yang “diulamakan” yang menyerukan kepada Bid’ah dalam Syari’at, maka ia akan dilemparkan ke dalam Neraka.
.
Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Utsaimin rahimahullah (wafat 1421 H) berkata,
.
“Mereka adakah para penyeru menuju gerbang pintu neraka Jahanam yang senantiasa mengajak umat manusia. Barangsiapa yang mengikutinya maka mereka akan menjerumuskannya ke dalam neraka. ANCAMAN INI BERLAKU (UMUM) BAGI PARA PELAKU KESESATAN, BID’AH DAN FITNAH.”
.
- Syarh Shahih Al Bukhari , IX/1060
.
Dan ini juga telah diberitakan secara jelas dan terang benderang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firman-Nya,
.
“Pada hari muka mereka dibolak-balikan dalam Neraka, mereka berkata, “Alangkah baiknya, andaikata kami dulu taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata “Ya Rabb kami ! Sesungguhnya kami dulu telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Wahai Rabb kami ! Timpakanlah kepada mereka dua kali dari adzab dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.”
.
- QS. Al Ahzab [33] : 66-68
.
Tafsir Muyassar,
.
“Orang-orang kafir (ingkar) berkata di hari Kiamat, “Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami menaati imam-imam (ulama) kami dalam kesesatan dan tokoh-tokoh kami dalam kesyirikan, lalu mereka menyelewengkan kami dari jalan petunjuk dan iman. Wahai Rabb kami, siksalah mereka dengan siksalah mereka dengan siksaan dua kali lipat siksaan yang Engkau timpakan kepada kamu dan usirlah mereka dengan keras dari rahmat-Mu.”
.
- Tafsir Muyassar, II/378
.
Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat 774 H) berkata,
.
“Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Pada hari muka mereka dibolak-balikan dalam Neraka” Yaitu mereka dijerumuskan di dalam api Neraka (di) atas wajah-wajah mereka serta memanggang wajah-wajah mereka di Neraka Jahanam. Mereka berkata dalam keadaan demikian dengan penuh angan-angan, ““Alangkah baiknya, andaikata kami dulu taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang yang kafir (ingkar) itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim (QS. Al Hijr : 2). Demikianlah Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengabarkan tentang mereka, bahwa mereka menginginkan seandainya dahulu mereka menaati Allah dan menaati (Sunnah) Rasul di dunia.
.
“Dan mereka berkata “Ya Rabb kami ! Sesungguhnya kami dulu telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”
.
Thawus bin Kaisan berkata : yaitu pembesar dan para ulama. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa kami mengikuti para pemimpin dan pembesar kami, yakni para ulama kami dan kami menentang Rasul dengan keyakinan bahwa pemimpin (ulama) kami berada dalam jalan petunjuk, dan sekarang ternyata mereka bukan berada dalam jalan petunjuk. 
.
“Wahai Rabb kami ! Timpakanlah kepada mereka dua kali dari adzab” Yaitu, dengan sebab kekafiran (keingkaran) dan tipu daya mereka kepada kami. “Dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.”
.
- Tafsir min Ibnu Katsir, VI/540
.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi rahimahullah (wafat 1373 H) berkata,
.
“Pada hari muka mereka dibolak-balikan dalam Neraka” dan mereka pun merasakan panasnya, dan sengatannya pun makin dasyat menimpa mereka, dan mereka menyesali amal yang telah mereka lakukan dahulul dan “mereka berkata, “Alangkah baiknya, andaikata kami dulu taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Maka kami tentu selamat dari azab ini, dan kami tentu berhak menerima seperti halnya orang-orang yang taat, pahala yang berlipat ganda. Namun semua itu adalah angan-angan yang waktunya telah berlalu, maka ia sama sekali tidak berguna bagi mereka kecuali sebagai penyesalan, kesedihan, kepiluan dan kepedihan.
.
“Dan mereka berkata “Ya Rabb kami ! Sesungguhnya kami dulu telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami” dan kami bertaqlid kepada mereka (ulama, pemimpin, pembesar, pemuka, petinggi dan tokoh agama yang sesat) dalam kesesatan mereka “lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”. Ini sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala
.
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Qur'an) ketika (Al-Qur'an) itu telah datang kepadaku. Dan syetan memang pengkhianat manusia. (Al Furqan [25] : 27-29).”
.
Setelah mereka mengetahui bahwa mereka dan para pemimpin mereka sudah pasti menerima azab, maka mereka ingin menghinakan orang-orang yang telah menyesatkan mereka, maka mereka mengatakan, “Wahai Rabb kami ! Timpakanlah kepada mereka dua kali dari adzab dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.”
.
- Taisir Al Karim Ar Rahman, V/653-6454
.
juga dalam firman-Nya,
.
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Wahai, celaka aku ! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Qur'an) ketika (Al-Qur'an) itu telah datang kepadaku. Dan syetan memang pengkhianat manusia.”
.
- QS. Al Furqan [25] : 27-29
.
Dan juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat. Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginan (hawa nafsu) nya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”
.
- QS. Al A’raf [7] : 175-176
.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah (wafat 751 H) berkata,
.
“Para ulama Su’ (ulama yang sesat dan menyesatkan) mengikuti hawa nafsu, MEREKA PASTI BERBUAT BID’AH DALAM AGAMA DAN MELAKUKAN KEBURUKAN. Dengan demikian, kedua perbuatan ini terhimpun di dalam diri mereka. Ini terjadi karena mengikuti hawa nafsu membuat mata hati menjadi buta, sehingga tidak dapat membedakan mana yang Sunnah dan mana yang Bid’ah, atau, hawa nafsu itu akan memutarbalikkan hakikat keduanya, hingga yang Bid’ah dikatakan Sunnah dan yang Sunnah dikatakan Bid’ah. Demikianlah bencana yang akan menimpa para Ulama apabila mereka mengutamakan dunia serta menuruti hawa nafsu dan syahwatnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, BERITA ORANG YANG TELAH KAMI BERIKAN AYAT-AYAT KAMI KEPADANYA, KEMUDIAN DIA MELEPASKAN DIRI DARI AYAT-AYAT ITU, LALU DIA DIIKUTI OLEH SYETAN (SAMPAI DIA TERGODA), MAKA JADILAH DIA TERMASUK ORANG YANG SESAT. Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat) nya dengan (ayat-ayat) itu, TETAPI DIA CENDERUNG KEPADA DUNIA DAN MENGIKUTI KEINGINAN (HAWA NAFSU) NYA (YANG RENDAH), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al A’raf [7] : 175-176)
.
Orang yang seperti digambarkan dalam ayat itulah yang disebut dengan ulama Su’ (ulama yang sesat dan menyesatkan).”
.
- Fawaid Al Fawaid, hlm 342-343
.
Sehingga tidak setiap manusia yang dijuluki dan diberi gelar habib, ulama, imam, pembesar agama, pemuka agama, petinggi agama dan tokoh agama oleh para pengikut fanatiknya ataupun yang berjubah seperti ulama, imam, pembesar agama, pemuka agama, petinggi agama dan tokoh agama, walau setinggi apa pun gelarnya, titelnya, pendidikannya dan kedudukannya di mata masyarakat, itu akan membawa manusia kepada jalan yang lurus, petunjuk, jalan Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan secara haq bahwa terdapat ulama, imam, pemuka, pembesar, petinggi dan tokoh agama yang menyesatkan dan menyelewengkan umat dari jalan yang lurus, petunjuk, jalan Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam menuju kepada kesyirikan, kebidahan, kerancuan (syubhat), kesesatan dan kebatilan. Begitu pun juga ulama, imam, pemuka, pembesar, petinggi dan tokoh agama tersebut telah disesatkan dari jalan yang lurus, petunjuk, jalan Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam oleh para ulama, imam, pemuka, pembesar, petinggi dan tokoh agama panutan mereka yang mereka taqlid terhadapnya, dan begitu seterusnya. Hendaknya setiap Muslim mewaspadai hal ini setiap saat dan waktu hingga kematian itu datang. Jangan lupakan hal ini.
.
Allahu Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan Kami jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka dan pada hari Kiamat mereka tidak akan ditolong.”
.
- QS. Al Qashash [28] : 41
.
Allahu Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami”
.
- QS. Al Anbiya [21] : 73
.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, sahabat dan ulama Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu jami’an, berkata,
.
“Allah menjadikan Imam (pemimpin) bagi di dunia ini yang mengajak manusia kepada kesesatan atau kepada kebaikan.”
.
Kemudian beliau –radhiyallahu ‘anhu- membaca : “Dan Kami jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka (QS. Al Qashash [28] : 41)” dan “Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami (QS. Al Anbiya [21] : 73)”
.
- Tafsir Al Baghawi, V/109
.
Yang karena itu, hendaknya seorang Muslim harus selalu waspada dalam mengambil ilmu dan menjadikan seseorang sebagai rujukkan ilmu, dan jangan sampai menjadikan orang-orang yang menyerukan Bid’ah dalam Syari’at sebagai tempat mengambil ilmu, mengingat besar bahayanya bagi yang mengikuti seruan para Da’i penyeru ke pintu Neraka, yakni orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi agama, ulama atau yang “diulamakan” yang menyerukan kepada Bid’ah dalam Syari’at.
.
Adapun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
.
“MEREKA ITU BERASAL DARI KULIT-KULIT KALIAN DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KALIAN.” dan “BAIK. KULIT MEREKA SEPERTI KULIT KITA DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KITA.”
.
Disini terdapat dua pendapat bahwasannya,
.
(1) SECARA UMUM yaitu orang-orang secara umum yang berjubah (berkulit) Islam dan berbicara fasih dengan bahasa Islam atau mengenai Islam namun menyesatkan.
.
(2) SECARA KHUSUS yaitu orang-orang berkulit seperti kulit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu ajma’in yakni Arab, dan berbicara dengan bahasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu ajma’in yakni Arab.
.
Dari dua pendapat itu adalah sama-sama menguatkan bahwasannya penyeru kesyirikan, kebidahan, kesesatan dan kebatilan yang mengajak ke pintu neraka-Nya berlaku umum yang menunjuk kepada siapa saja dan bisa siapa saja, bisa kepada orang-orang secara umum atau keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sekarang saat ini atau yang hanya mengaku-aku atau yang diaku-aku oleh pengikutnya.
.
Atha bin Yussuf
Al Ikhwan As Sunnah