Sabtu, 25 Mei 2019

HUKUM DAN ETIKA SHOLAT MALAM

𝗕𝗘𝗕𝗘𝗥𝗔𝗣𝗔 𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗗𝗔𝗡 𝗘𝗧𝗜𝗞𝗔 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗕𝗘𝗥𝗞𝗔𝗜𝗧𝗔𝗡 𝗗𝗘𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗦𝗛𝗢𝗟𝗔𝗧 𝗠𝗔𝗟𝗔𝗠

𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘈𝘥𝘢 𝘋𝘶𝘢 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘞𝘪𝘵𝘪𝘳 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘚𝘦𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮

Telah diketahui tentang keutamaan pelaksanaan shalat Tarawih bersama imam sampai selesai, walaupun pelaksanaan tersebut di awal malam. Juga diketahui bahwa dilarang mengerjakan shalat Witir sebanyak dua kali dalam semalam sebagaimana keterangan dalam hadits,

لَا وِتْرَانِ فِيْ لَيْلَةٍ

“Tidak ada dua (shalat) Witir dalam semalam.”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thayâlisy no. 1095, Ahmad 4/23, Ibnu Abi Syaibah 2/84, Abu Dâud no. 1439, At-Tirmidzy no. 469, An-Nasâ`iy 3/229, Ath-Thahâwy 1/342, Ibnu Khuzaimah no. 1101, Ibnu Hibbân no. 2449, Ath-Thabarâny 8/no. 8247, dan Al-Baihaqy 3/36 dari Thalq bin Ali radhiyallâhu ‘anhu. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albâny dalam beberapa bukunya.]

𝘗𝘦𝘭𝘢𝘬𝘴𝘢𝘯𝘢𝘢𝘯 𝘘𝘪𝘺𝘢𝘮𝘶𝘭 𝘓𝘢𝘪𝘭 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘈𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘔𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘚𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘗𝘦𝘭𝘢𝘬𝘴𝘢𝘯𝘢𝘢𝘯 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘞𝘪𝘵𝘪𝘳 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘈𝘸𝘢𝘭 𝘔𝘢𝘭𝘢𝘮

Bila ingin menambah shalat Lail pada akhir malam setelah mengerjakan shalat Tarawih dan Witir bersama imam pada awal malam, apa yang harus makmum lakukan?
[Bacalah pembahasan hal ini dalam Al-Mughny 2/597-598, Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/88-89, dan Majmû’ Fatâwâ wa Rasâ`il Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn 14/123-126.]

Ada dua penyelesaian dalam hal ini:
𝘗𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢, menggenapkan rakaat, yaitu, ketika imam bersalam pada akhir shalat Witirnya, makmum tidak ikut bersalam, tetapi berdiri untuk menambah satu rakaat sehingga shalat sang makmum menjadi genap. Sehingga, kalau ingin mengerjakan shalat Lail pada akhir malam, sang makmum tetap bisa mengerjakan shalat Witir. Dengan hal ini, seseorang tetap mendapatkan pahala shalat berjamaah bersama imam dan tetap bisa mengerjakan shalat pada akhir malam. Menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, ini adalah cara yang paling baik.
𝘒𝘦𝘥𝘶𝘢, makmum ikut mengerjakan shalat Witir bersama imam sampai selesai, dan ikut bersalam bersama imam. Kalau ingin bangun pada malam hari, ia boleh mengerjakan shalat lagi sebanyak dua rakaat-dua rakaat, berdasarkan keumuman hadits,

صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى

“Shalat malam (dikerjakan sebanyak) dua (rakaat)-dua (rakaat).”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry no. 472, 473, 990, 993, 995, 1137, Muslim no. 749, Abu Dâud no. 1326, At-Tirmidzy no. 437, An-Nasâ`iy 3/227-228, 233, dan Ibnu Mâjah no. 1318-1320.]

Akan tetapi, seseorang tidak boleh mengerjakan shalat Witir lagi agar tidak terjatuh ke dalam larangan pelaksanaan shalat Witir sebanyak dua kali dalam semalam.

𝘗𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘕𝘢𝘲𝘥𝘩𝘶𝘭 𝘞𝘪𝘵𝘳

Sebenarnya ada cara ketiga yang disebut dengan naqdhul witr, yaitu, setelah mengerjakan shalat Witir pada awal malam kemudian bangun untuk mengerjakan shalat pada akhir malam, seseorang memulai shalatnya dengan mengerjakan shalat satu rakaat dengan niat untuk menggenapkan rakaat shalat Witirnya (agar shalat Witir tersebut batal) yang telah ia lakukan pada awal malam. Namun, hal tersebut adalah lemah menurut pendapat jumhur ulama.
[Silakan membaca pembahasan hal di atas dalam Al-Istidzkâr 2/113-114, Fathul Bâry 6/250-257 karya Ibnu Rajab, Al-Mughny 2/597-598, Al-Inshâf 2/182, Al-Majmu’ 3/521, Tharhut Tatsrîb 3/81, dan Nailul Authâr 3/49.]

𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘓𝘢𝘪𝘭 𝘉𝘦𝘳𝘫𝘢𝘮𝘢𝘢𝘩 𝘚𝘦𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘋𝘶𝘢 𝘒𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘚𝘦𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮 (𝘗𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘛𝘢’𝘲𝘪𝘣)

Tidak disunnahkan, ta’qîb dalam shalat Tarawih, yaitu perbuatan sekelompok orang yang mengerjakan shalat Lail berjamaah pada awal malam, kemudian mengerjakan shalat berjamaah kembali pada akhir malam. Hal ini adalah perkara makruh menurut pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menguatkan pendapat ini. Namun, menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, kalau ta’qîb mereka lakukan setelah mengerjakan shalat Tarawih tanpa mengerjakan shalat Witir, hal itu bukanlah makruh. Sisi yang menunjukkan kekuatan simpulan ini tentunya bisa dipahami dari uraian-uraian yang telah berlalu.

𝘗𝘦𝘭𝘢𝘬𝘴𝘢𝘯𝘢𝘢𝘯 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘚𝘶𝘯𝘯𝘢𝘩 𝘈𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘙𝘢𝘬𝘢𝘢𝘵-𝘙𝘢𝘬𝘢𝘢𝘵 𝘛𝘢𝘳𝘢𝘸𝘪𝘩

Adapun pelaksanaan shalat sunnah antara rakaat-rakaat shalat Tarawih saat istirahat, hal tersebut adalah perkara yang makruh karena tidak ada dalil yang menunjukkan pensyariatan hal tersebut.
[Bacalah Al-Mughny 2/607, Al-Inshaf 2/183, dan Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/90-91 karya Ibnu ‘Utsaimin.]

𝘗𝘦𝘭𝘢𝘬𝘴𝘢𝘯𝘢𝘢𝘯 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘞𝘪𝘵𝘪𝘳 𝘥𝘪 𝘈𝘵𝘢𝘴 𝘒𝘦𝘯𝘥𝘢𝘳𝘢𝘢𝘯

Seseorang boleh mengerjakan shalat Witir di atas hewan tunggangan atau kendaraan menurut pendapat kebanyakan ulama berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa beliau berkata,
[Silakan membaca pembahasannya dalam Al-Istidzkâr 2/111, Fathul Bâry 6/265-267 karya Ibnu Rajab, dan Bidâyatul Mujtahid 1/204.]

إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوْتِرُ عَلَى الْبَعِيْرِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Witir di atas unta.”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry no. 999, Muslim no. 700, dan An-Nasâ`iy 3/232.]

𝘗𝘦𝘭𝘢𝘬𝘴𝘢𝘯𝘢𝘢𝘯 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘞𝘪𝘵𝘪𝘳 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘗𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘢𝘯

Shalat Witir juga tetap disunnahkan untuk dikerjakan, walaupun seseorang berada dalam safar/perjalanan, karena Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Witir dalam keadaan mukim dan safar. Banyak dalil yang menunjukkan tentang hal tersebut.
[Bacalah Majmu’ Fatâwâ 23/98 karya Ibnu Taimiyah, Fathul Bâry 6/258-259 karya Ibnu Rajab, dan Al-Majmu’ 2/517]

𝘉𝘦𝘳𝘥𝘰𝘢 𝘒𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘐𝘴𝘵𝘪𝘳𝘢𝘩𝘢𝘵 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘗𝘦𝘭𝘢𝘬𝘴𝘢𝘯𝘢𝘢𝘯 𝘛𝘢𝘳𝘢𝘸𝘪𝘩

Berdoa ketika istirahat pada pelaksanaan shalat Tarawih tidak disyariatkan, demikian pula tidak ada doa setelah shalat Tarawih.
[Bacalah Al-Inshâf 2/181 dan 182 karya Al-Mardâwy.]

𝘕𝘪𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘉𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘈𝘬𝘢𝘯 𝘛𝘪𝘥𝘶𝘳

Seseorang hendaknya berniat untuk bangun mengerjakan shalat malam ketika akan tidur sehingga niat tersebut bernilai kebaikan untuknya.

Telah sah dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

مَنْ أَتَى فِرَاشَهُ وَهُوَ يَنْوِى أَنْ يَقُومَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ حَتَّى أَصْبَحَ كُتِبَ لَهُ مَا نَوَى وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Barangsiapa yang mendatangi pembaringannya dengan niat untuk mengerjakan shalat pada malam hari, kemudian (rasa kantuk pada) kedua matanya lebih menguasainya (sampai dia tidak bangun) hingga waktu shubuh masuk, akan ditulis (sebagai amalan untuknya) amal sebagaimana hal yang telah dia niatkan, sementara tidurnya adalah sedekah dari Rabb-nya ‘Azza wa Jalla.”
[Diriwayatkan oleh An-Nasâ`iy, Ibnu Majah, Al-Bazzar, Muhammad bin Nashr, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hâkim, Al-Baihaqy, dan selainnya dari hadits Abu Darda` radhiyallâhu ‘anhu. Hadits ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ, yang dikeluarkan oleh An-Nasâ`iy, Al-Baihaqy, dan selainnya, juga semakna dengannya. Berdasarkan jalur-jalur tersebut, hadits di atas dikuatkan oleh Al-Albâny dalam Irwa`ul Ghalil no. 454.]

𝘉𝘦𝘳𝘴𝘪𝘸𝘢𝘬 𝘚𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘔𝘦𝘯𝘨𝘦𝘳𝘫𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘓𝘢𝘪𝘭

Hal tersebut diterangkan dalam sejumlah hadits, di antaranya adalah hadits Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa beliau bersabda,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ لِيَتَهَجَّدَ يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

“Adalah Nabi, bila bangun untuk bertahajjud, menggosok mulutnya dengan siwak.”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâud, An-Nasâ`iy, dan Ibnu Majah.]

𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘔𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘵𝘶𝘬

Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ meriwayatkan dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bahwa Nabi bersabda,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَعَلَّهُ يَذْهَبُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ

“Apabila salah seorang dari kalian mengantuk dalam shalat, hendaknya dia tidur hingga rasa kantuknya hilang, (karena) sesungguhnya, bila mengerjakan shalat dalam keadaan mengantuk, salah seorang dari kalian barangkali ingin beristighfar, tetapi (yang terjadi adalah) dia mencela dirinya.”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâud, At-Tirmidzy, An-Nasâ`iy, dan Ibnu Majah.]

𝘒𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘗𝘦𝘯𝘦𝘨𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘔𝘢𝘭𝘢𝘮

Seorang hamba hendaknya mengerjakan shalat malam dan membiasakan hal tersebut. Agar menjadi kebiasaan, shalat malamnya hendaknya dikerjakan sebanyak jumlah rakaat yang dia bisa kontinu dalam hal menjaganya.

Dalam hadits Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

“Wahai sekalian manusia, hendaknya kalian melakukan amalan yang kalian sanggupi karena Allah tidak bosan hingga kalian sendiri yang bosan, dan sesungguhnya sebaik-baik amalan di sisi Allah adalah yang terus menerus dilakukan, walaupun sedikit.”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâud, dan An-Nasâ`iy.]

𝘊𝘰𝘯𝘵𝘰𝘩 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘔𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘛𝘦𝘳𝘣𝘢𝘪𝘬

Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Ash radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا ، وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ ، كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ

“Puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa (Nabi) Dâud, yang beliau berpuasa sehari dan berbuka (yakni tidak berpuasa) sehari, serta shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat (Nabi) Dâud, yang beliau tidur pada seperdua malam, kemudian berdiri (untuk mengerjakan shalat) pada sepertiga (malam) itu, lalu tidur pada seperenam (malam) tersebut.”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, Abu Dâud, An-Nasâ`iy, dan Ibnu Majah.]

Ust. Dzulqarnain M. Sunusi

Sumber :
https://dzulqarnain.net/beberapa-hukum-dan-etika-yang-berkaitan-dengan-pembahasan.html

📝 MARI IKUTI SUNNAH
https://web.facebook.com/mariikutisunnah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar