Hukum Muslimah Berboncengan Motor Dengan Lelaki Non Mahram
↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔↔
Bolehkah seorang wanita berboncengan motor dengan lelaki yang bukan mahramnya? Mari kita bahas dalam artikel singkat ini.
📙 Apakah termasuk khalwat?
Khatwat atau khulwah artinya berdua-duaan antara wanita dan lelaki yang bukan mahram. Khulwah haram hukumnya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Imam An Nawawi berkata: “adapun jika lelaki ajnabi dan wanita ajnabiyah berduaan tanpa ada orang yang ketiga bersama mereka, hukumnya haram menurut ijma ulama. Demikian juga jika ada bersama mereka orang yang mereka berdua tidak malu kepadanya, semisal anak-anak kecil seumur dua atau tiga tahun, atau semisal mereka, maka adanya mereka sama dengan tidak adanya” (Syarh Shahih Muslim, 9/109).
Namun khulwah yang dilarang dalam hadits ini adalah jika lelaki dan wanita tersebut berduaan dalam suatu tempat yang tertutup atau terhalangi dari pandangan orang-orang. Disebutkan dalam Mu’jam Al Wasith:
الخلوة مكان الانفراد بالنفس أو بغيرها .والخلوة الصحيحة في الفقه : إغلاق الرجل الباب على زوجته وانفراده بها
“Al Khulwah adalah tempat seseorang bersendirian, baik satu orang atau bersama yang lainnya. Sedangkan khulwah dalam istilah fikih artinya: seorang suami menutup pintu untuk berduaan dengan istrinya”(Dinukil dari web Alifta.Net).
Ibnu Muflih dalam kitab Al Furu’ mengatakan:
الخلوة هي التي تكون في البيوت أما الخلوة في الطرقات فلا تعد من ذلك
“Khulwah itu biasanya di dalam bangunan. Adapun berduaan di jalanan maka tidak termasuk khulwah”(Dinukil dari web Alifta.Net).
Maka wanita berboncengan motor dengan lelaki di jalanan tidak termasuk khulwah.
📙 Beberapa hal yang perlu diketahui Sebelum membahas masalah hukum Muslimah berboncengan motor dengan lelaki non mahram, perlu diketahui beberapa dasar pemikiran yang menjadi modal dalam bahasan ini. Yaitu:
↔↔ 1. Fitnah wanita
Wِanita adalah fitnah (cobaan) bagi kaum lelaki. Perhatikan firman-firman Allah Ta’ala berikut ini:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nur: 30-31).
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” (QS. Al Ahzab: 53).
Semua perintah dan anjuran menundukkan pandangan dan menunaikan suatu keperluan dari belakang tabir, menunjukkan bimbingan Allah Ta’ala untuk menjauhkan diri dari fitnah wanita. Syaikh As Sa’di dalam menjelaskan surat An Nur ayat 30 beliau mengatakan: “Allah membimbing kaum Mu’minin dan berfirman kepada orang-orang yang memiliki iman, untuk mencegah apa-apa yang bisa mencacati iman mereka dengan ‘menundukkan pandangan mereka’ dari memandang kepada aurat wanita non mahram dan para amrad yang dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dengan memandangnya” (Tafsir As Sa’di).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sangat mewanti-wanti kita terhadap hal ini, beliau bersabda:
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740)
Beliau juga bersabda:
إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون . فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في النساءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuatan (disana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742).
Fitnah di sini maknanya cobaan yang dapat merusak agama seseorang atau menjerumuskan orang dalam dosa. Maka dengan mengetahui bimbingan dan peringatan ini semestinya membuat kita berhati-hati dalam bergaul dengan wanita, mengikuti anjuran dan tidak keluar dari koridor syariat, agar tidak menjadi fitnah yang merusak agama kita.
↔↔ 2. Menyentuh wanita
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227,dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).
Hadits ini jelas melarang menyentuh wanita yang bukan mahram secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat.
Imam Nawawi berkata: “Ash-hab kami (para ulama syafi’iyyah) berkata bahwa setiap yang diharamkan untuk dipandang maka haram menyentuhnya. Dan terkadang dibolehkan melihat (wanita ajnabiyah) namun haram menyentuhnya. Karena boleh memandang wanita ajnabiyah dalam berjual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tetap tidak boleh untuk menyentuh mereka dalam keadaan-keadaan tersebut” (Al Majmu’: 4/635).
Dan menyentuh wanita ini terlarang secara mutlak baik dengan adanya pelapis ataupun tidak. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “Tidak diperbolehkan kepada wanita tua renta, ataupun wanita muda, ini pendapat yang tepat. Baik dilakukan dengan penghalang, walaupun ia memakai sesuatu di tangannya, maka hendaknya ia tidak bersalaman secara mutlak. Karena bersalaman dengan penghalang itu adalah wasilah kepada bersalaman lain yang tanpa penghalang” (Sumber: web http://binbaz.or.sa).
Beliau juga mengatakan: “tidak ada bedanya bersalaman antara lelaki dan wanita yang bukan mahram baik dengan pelapis maupun tanpa pelapis, berdasarkan keumuman dalil-dalil yang ada, dan dalam rangka saddudz dzari’ah (menutup sarana) yang mengantarkan kepada fitnah” (Sumber: web http://binbaz.org.sa).
↔↔ 3. Zina maknawi
Perlu diketahui bahwa ada zina secara maknawi, yang pelakunya memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau cambuk namun tetap diancam dosa karena merupakan pengantar menuju zina hakiki. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari 6243).
Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).
↔↔ 4. Penyakit Al ‘Isyq
Dari semua hal yang di atas yang tidak kalah berbahaya dan bersifat destruktif dari pacaran adalah penyakit al isyq. Makna al isyq dalam Al Qamus Al Muhith:
عُجْبُ المُحِبِّ بمَحْبوبِه، أو إفْراطُ الحُبِّ، ويكونُ في عَفافٍ وفي دَعارةٍ، أو عَمَى الحِسِّ عن إدْراكِ عُيوبِهِ، أو مَرَضٌ وسْواسِيٌّ يَجْلُبُه إلى نَفْسِه بتَسْليطِ فِكْرِهِ على اسْتِحْسانِ بعضِ الصُّوَر
“kekaguman seorang pecinta pada orang yang dicintainya, atau terlalu berlebihan dalam mencinta, terkadang (kekaguman itu) pada kehormatan atau pada kemolekan, atau menjadi buta terhadap aib-aibnya, atau timbulnya kegelisahan yang timbul dalam jiwanya yang memenuhi pikirannya dengan gambaran-gambaran indah (tentang yang dicintainya)”.
Singkat kata, al ‘isqy adalah mabuk asmara; kasmaran; kesengsem (dalam bahasa Jawa). Al Isyq adalah penyakit, bahkan penyakit yang berbahaya. Ibnul Qayyim mengatakan: “ini (al isyq) adalah salah satu penyakit hati, penyakit ini berbeda dengan penyakit pada umumnya dari segi dzat, sebab dan obatnya. Jika penyakit ini sudah menjangkiti dan masuk di hati, sulit mencari obatnya dari para tabib dan sakitnya terasa berat bagi orang yang terjangkiti” (At Thibbun Nabawi, 199). Orang yang terjangkit al ‘isyq juga biasanya senantiasa membayangkan dan mengidam-idamkan pujaannya, padahal ini merupakan zina hati sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa betapa al isyq banyak menjerumuskan pria shalih menjadi pria bejat, wanita shalihah menjadi wanita bobrok. Betapa virus cinta ini membuat orang berani menerjang hal-hal yang diharamkan, berani melakukan hal-hal yang tabu dan malu untuk dilakukan, sampai-sampai ada pepatah “cinta itu buta”, buta hingga aturan agama pun tidak dilihatnya, juga pepatah “karena cinta, kotoran ayam rasanya coklat” sehingga yang buruk, yang memalukan yang membinasakan pun terasa indah bagi orang yang terjangkit al isyq.
Dari al isyq ini akan timbul perbuatan-perbuatan buruk lain yang bahkan bisa lebih parah dari poin-poin yang disebutkan di atas. Bukankah kita ingat kisah Nabi Yusuf yang ketampanannya membuat Zulaikha kasmaran? Ia tidak menahan padangan dan dalam hatinya tumbuh penyakit al isyq. Apa akibatnya? Ia mengajak Yusuf berzina.
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan zina) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24).
Seorang yang kasmaran, akan selalu teringat si ‘dia’. Bahkan ketika beribadah pun ingat si ‘dia’, melakukan kebaikan pun demi si ‘dia’. Allah diduakan. Ibadah bukan karena Allah, dakwah pun tidak ikhlas, ikut taklim karena ada si ‘dia’, sibuk mengurus dakwah karena bertemu si ‘dia’. Tidak jarang gara-gara penyakit al isyq, seseorang datang ke dukun lalu berbuat kesyirikan, tidak jarang pula yang saling membunuh, atau bunuh diri. Wallahul musta’an.
📙 Hukum Muslimah Berboncengan Motor Dengan Lelaki Non Mahram
Jika telah dipahami beberapa bahasan di atas, maka bisa kita simpulkan bahwa Muslimah berboncengan motor dengan lelaki non-mahram bukan termasuk khalwat namun hukumnya terlarang karena terdapat banyak perkara yang dilarang dalam agama di dalamnya. Diantaranya:
✔✔ Dapat menimbulkan fitnah.
Baik sang lelaki yang terkena fitnah ataupun sang Muslimah yang terfitnah. Jika Allah Ta’ala memerintahkan lelaki dan wanita untuk menundukkan pandangan, lalu meminta sesuatu dari balik tabir, dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mewanti-wanita kita bahwa wanita itu adalah fitnah, maka layakkah jika mereka yang ditujukan hal-hal ini malah berboncengan motor?
✔✔ Sangat rawan terjadi persentuhan.
Walaupun terdapat pelapis berupa kain pakaian, namun persentuhan tetap terlarang sekalipun dengan pelapis.
Dapat menimbulkan zina maknawi.
Berboncengannya wanita dan lelaki sangat rawan terjadi persentuhan tangan yang merupakan zina tangan, persentuhan kaki yang bisa termasuk zina kaki, perbincangan yang menimbulkan godaan dan fitnah yang ini merupakan zina lisan, dan juga muncul perasaan-perasaan tidak sehat diantara keduanya yang ini merupakan zina hati. Yang semua ini bisa mengantarkan kepada zina yang sebenarnya. Wallahul musta’an.
✔✔ Dapat menimbulkan penyakit al isyq.
Diantara bentuk zina hati adalah munculnya penyakit al ‘isyq antara lelaki dan wanita yang berboncengan tersebut. Dan al isyq adalah penyakit, bahkan ia penyakit yang destruktif sebagaimana telah kami jelaskan.
Dewan Fatwa Islamweb ketika ditanya: “apa hukum Muslimah berboncengan motor dengan suami dari saudari perempuannya dengan keadaan terbuka kakinya dan saling menempel pahanya?“. Mereka menjawab:
فإنّ زوج الأخت ليس من المحارم، وإنما هو أجنبي، فإذا لم تكن أخت الزوجة صغيرة دون حد الاشتهاء، فلا يجوز لها الركوب خلف زوج أختها، ولا سيما إذا كانت مماسة له على النحو المذكور، فلا شكّ أنّ ذلك منكر ظاهر وباب فتنة وفساد، وركوب المرأة خلف الأجنبي بهذه الصورة المذكورة من الملاصقة واللمس لا شك أنه غير جائز، جاء في الموسوعة الفقهية الكويتية: وَأَمَّا إِرْدَافُ الْمَرْأَةِ لِلرَّجُل الأَْجْنَبِيِّ، وَالرَّجُل لِلْمَرْأَةِ الأَْجْنَبِيَّةِ فَهُوَ مَمْنُوعٌ، سَدًّا لِلذَّرَائِعِ، وَاتِّقَاءً لِلشَّهْوَةِ الْمُحَرَّمَةِ.
“Suami dari saudari perempuan (kakak ipar) bukanlah mahram, ia termasuk lelaki ajnabi. Jika Muslimah yang dibonceng ini bukan anak kecil yang belum sampai usia istisyha’ (berakal dan bisa membedakan baik-buruk), maka tidak boleh berboncengan dengan kakak iparnya. Terlebih lagi dengan praktek yang disebutkan oleh penanya tersebut. Tidak ragu lagi bahwa ini adalah kemungkaran yang nyata dan merupakan pintu fitnah dan kerusakan. Wanita berboncengan motor dengan lelaki ajnabi dengan keadaan yang disebutkan yaitu saling menempel dan bersentuhan tidak diragukan lagi keharamannya. Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah disebutkan: ‘Wanita membonceng kendaraan pada lelaki ajnabi, atau lelaki membonceng kendaraan pada wanita ajnabiyah, hukumnya terlarang. Dalam rangka sadd adz dzariah (menutup jalan kemungkaran) dan menjauhkan dari syahwat yang haram‘” (Sumber: web http://islamweb.net).
Oleh karena itu kami nasehatkan kaum Mu’minin dan Mu’minat agar tidak bermudah-mudahan berboncengan antara lelaki dan wanita yang bukan mahram. Karena ini adalah perkara yang dilarang dalam agama. Demikian juga saudaraku yang berprofesi sebagai pengendara ojek atau semisalnya, hendaknya bertaqwa kepada Allah dan tidak membonceng lawan jenis yang bukan mahram. Semoga dengan begitu terhindar dari pelanggaran syariat dan penghasilan yang didapatkan lebih berkah insya Allah.
Wallahu waliyut taufiq wa sadaad.
______________________
http://Www.Situssunnah.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar