Selasa, 06 Maret 2018

SHOLAT YANG MEDAHULUI ATAU TERTINGGAL BAGEKAN KEPALA KELEDAI

ORANG YANG SHALAT TETAPI BERKEPALA KELEDAI

Oleh : Abu Fadhel Majalengka

Tidak sedikit dari kaum muslimin yang menjadi makmum pada saat shalat berjamaah tidak paham kalau dia seorang makmum yang harus mengikuti imam. Kadang dia mendahului, bersamaan atau tertinggal dalam mengikuti imam.

Dalam tulisan kali ini penulis mencoba untuk memaparkan satu persatu keadaan makmun tersebut.

Pertama, Mendahului Imam

Ada makmum yang takbiratul ihram sebelum imam takbiratul ihram. Ada pula yang ruku, i'tidal, sujud, duduk diantara sujud bahkan salam sebelum imam melakukan hal tersebut.

Perkara ini menyelisihi sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang keras perbuatan seperti itu.

Berkata Anas Bin Malik radhiyallahu anhu, pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat. Ketika telah selesai shalat, beliau menghadap kami dengan wajahnya, lalu berkata:

أيها الناس إني إمامكم فلا تسبقوني بالركوع ولا بالسجود ولا بالقيام ولا بالانصراف فإني أراكم أمامي ومن خلفي

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah kalian mendahuluiku dalah hal rukuk, sujud, berdiri, atau salam, sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari depanku dan dari belakangku”. (HR. Muslim, 1/320).

Makmum yang mendahului imam adalah makmum yang ubun-ubunnya dikendalikan dan digenggam setan.

Berkata Abu Hurairah radhiyallahu anhu :

الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ وَيَخْفِضُهُ قَبْلَ الْإِمَامِ فَإِنَّمَا نَاصِيَتُهُ بِيَدِ شَيْطَانٍ

“Orang yang mengangkat dan menurunkan kepalanya sebelum imam, maka ubun-ubunnya berada di genggaman setan.” (HR. Malik no.194, Muslim no.647&648, Ahmad no.7344, Ibnu Majah no.951, Nasa’I no.819, Tirmidzi no.531).

Bahkan kalau terus menerus demikian keadaannya yang senantiasa mendahului imam, maka lambat atau cepat akan dirubah kepalanya menjadi kepala keledai.

Kalau dia sengaja melakukannya, bukan karena lupa atau ada udzur, maka batal shalatnya dan tidak sah shalatnya.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam  bersabda :

أما يخشى أحدكم أو ألا يخشى أحدكم إذا رفع رأسه قبل الإمام أن يجعل الله رأسه رأس حمار أو يجعل صورته صورة حمار

“Tidakkah salah seorang diantara kalian takut, jika mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai atau bentuk tubuhnya seperti tubuh keledai (HR. Bukhari Muslim).

Berkata Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah:

وظاهر الحديث يقتضي تحريم الرفع قبل الإمام؛ لكونه توعد عليه بالمسخ وهو أشد العقوبات، وبذلك جزم النووي في شرح المهذب، ومع القول بالتحريم فالجمهور على أن فاعله يأثم وتجزئ صلاته. وعن ابن عمر تبطل. وبه قال أحمد في رواية وأهل الظاهر بناء على أن النهي يقتضي الفساد، وفي المغني عن أحمد أنه قال في رسالته ليس لمن سبق الإمام صلاة لهذا الحديث، قال ولو كانت له صلاة لرجي له الثواب ولم يخش عليه العقاب. انتهى

Dan yang tampak dalam hadits ini menunjukkan diharamkannya mengangkat kepala sebelum imam, karena ia diancam dengan perubahan bentuk, di mana dia merupakan siksaan yang paling pedih.” Meskipun ada pendapat yang mengharamkan, namun jumhur ulama menyatakan, bahwa makmum yang mendahului imam tetap berdosa akan tetapi shalatnya tetap sah.

Ada riwayat lain yakni dari Ibnu Umar bahwa shalatnya batal, Ahmad dan Ahlu Zhohir sependapat dengan Ibnu Umar, yakni berdasarkan pada kaidah, bahwa larangan tersebut menunjukkan batalnya sesuatu.

Dalam Al-Mughni disebutkan, dari Imam Ahmad, bahwa dalam risalahnya dia berkata, “Tidak sah sholatnya orang yang mendahului imam berdasarkan hadits ini”. Dia juga mengatakan, “Seandainya sholatnya sah, niscaya akan diharapkan pahala baginya dan tidak dikhawatirkan akan mendapat siksa”.” (Fathul Baari, 2/182-183).

Kedua, Bersamaan Dengan Imam

Bersamaan imam dalam setiap gerakan, baik ketika rukuk, i'tidal, sujud, bangkit dari sujud sampai salam, maka ini suatu kesalahan, sesuatu yang dibenci (makruh) dan menyelisihi sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا ، فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا ، وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ

“Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikutinya. Kalau dia shalat berdiri, maka shalatlah kamu semua dalam kondisi berdiri. Kalau rukuk, maka rukuklah kamu semua. Kalau dia bangun (dari rukuk) maka bangunlah kalian semua. Kalau dia mengatakan samiallahu liman hamidah, maka katakan,”Rabbana wa lakal hamdu’ kalau dia shalat dalam kondisi berdiri, shalatlah kamu semua dalam kondisi berdiri. Kalau dia shalat dalam kondisi duduk, maka shalatlah kalian dalam kondisi duduk. (HR. Muslim).

Berkata Imam Nawawi rahimahullah :

فِيهِ وُجُوب مُتَابَعَة الْمَأْمُوم لِإِمَامِهِ فِي التَّكْبِير وَالْقِيَام وَالْقُعُود وَالرُّكُوع وَالسُّجُود ، وَأَنَّهُ يَفْعَلهَا بَعْد الْمَأْمُوم فَيُكَبِّر تَكْبِيرَة الْإِحْرَام بَعْد فَرَاغ الْإِمَام مِنْهَا ، فَإِنْ شَرَعَ فِيهَا قَبْل فَرَاغ الْإِمَام مِنْهَا لَمْ تَنْعَقِد صَلَاته ، وَيَرْكَع بَعْد شُرُوع الْإِمَام فِي الرُّكُوع وَقَبْل رَفْعه مِنْهُ ، فَإِنْ قَارَنَهُ أَوْ سَبَقَهُ فَقَدْ أَسَاءَ ، وَكَذَا السُّجُود ، وَيُسَلِّم بَعْد فَرَاغ الْإِمَام مِنْ السَّلَام ، فَإِنْ سَلَّمَ قَبْله بَطَلَتْ صَلَاته إِلَّا أَنْ يَنْوِي الْمُفَارَقَة فَفِيهِ خِلَاف مَشْهُور ، وَإِنْ سَلَّمَ مَعَهُ لَا قَبْله وَلَا بَعْده فَقَدْ أَسَاءَ. انتهى .

Dalam hadits tersebut ada kewajiban makmum mengikuti imam dalam takbir, berdiri, duduk, rukuk dan sujud. Dan bahwa hal itu dilakukan setelah imam, sehingga ketika imam selesai takbirotul ihram, dia bertakbir. Kalau dia memulai sebelum imam selesai, maka shalatnya tidak dihitung. Lalu rukuk setelah imam rukuk dan sebelum bangun darinya. Kalau bersamaan atau mendahuluinya, maka dia telah melakukan kesalahan. Begitu juga dalam sujud. Dan salam setelah imam selesai salam. Kalau dia salam sebelum imam, maka shalatanya batal. Kecuali kalau berniat keluar, maka di dalamnya ada perbedaan pendapat yang terkenal. Kalau salam bersamaan dengannya, tidak sebelum dan tidak setelahnya, maka dia telah melakukan kesalahan.” (Syarah Shahih Muslim).

Berkata Para Ulama Lajnah Daimah (MUI nya Saudi Arabia) :

يجب على المأموم أن يتابع إمامه في الركوع والسجود والقيام وفي الرفع منهما ، فلا يركع ولا يسجد ولا يرفع منهما إلا بعد إمامه ، لأمره صلى الله عليه وسلم بذلك ونهيه عن سبق الإمام أو مصاحبته في شيء من ذلك " انتهى من "فتاوى اللجنة الدائمة" (7 /315)

Makmum diwajibkan mengikuti imam dalam rukuk, sujud, berdiri, dan mengangkat dari (rukuk dan sujud). Maka tidak boleh rukuk, sujud, mengangkat dari keduanya kecuali setelah imamnya. Berdasarkan perintah Nabi sallallahu alaihi wa salalm akan hal itu dan larangan mendahului imam atau bersamaan dengannya dalam hal itu. (Fatawa Lajnah Daimah, 7/315).

Berkata Imam Nawawi rahimahullah :

قال البيضاوي وغيره الائتمام الاقتداء والاتباع أي جعل الإمام إماما ليقتدي به ويتبع، ومن شأن التابع أن لا يسبق متبوعه ولا يساويه ولا يتقدم عليه في موقفه بل يراقب أحواله ويأتي على أثره بنحو فعله. انتهى.

Baidhowi dan yang lainnya berkata: “kata al i'timal adalah menuruti atau mengikuti. Yakni seseorang yang diangkat menjadi imam wajib untuk dituruti dan diikuti. Di antara cara mengikuti imam adalah dengan tidak mendahuluinya, atau menyamai gerakannya atau lebih maju posisinya daripada imam. Akan tetapi menjaga posisinya dan melakukan gerakan berdasarkan gerakan imam. (Syrah Shahih Muslim).

Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah :

قال ابن قدامة في المغني: والمستحب أن يكون شروع المأموم في أفعال الصلاة من الرفع والوضع بعد فراغ الإمام منه ويكره فعله معه في قول أكثر أهل العلم. انتهى.

“Dianjurkan bagi seorang makmum untuk memperhatikan gerakan dalam melakukan shalat, baik ketika hendak naik atau turun. Seorang makmum harus melakukannya setelah imam sudah pada posisinya. Serta merupakan hal yang makruh jika seorang makmum melakukan gerakan bersamaan dengan gerakan imam, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama.” (Kitab Al Mughni).

Ketiga Tertinggal Imam

Jika makmum tertinggal satu rukun dari imamnya tanpa udzur, maka batallah shalatnya. Misalkan imam bangkit dari ruku, si makmum baru rukuk. Imam bangkit dari sujud, si makmum baru sujud. Imam rukuk, si makmum baru bangkit dari sujud. Namun jika ada udzur, maka sah shalatnya. Misalkan larena suara imam tidak terdengar disebabkan jamaah yang banyak dan membludak serta sound sistemnya kurang bagus. Ngantuk atau lupa.

Berkata  Manshur Al Bahutiy Al Hanbaliy rahimahullah :

“Dan jika makmum tertinggal satu rukun dari imamnya tanpa udzur, maka hukumnya sebagaimana telah tersebut di muka dia tertinggal satu ruku’ tanpa udzur, batallah sholatnya. Tapi jika tidak demikian, yaitu dia tertinggal satu rukun karena udzur berupa mengantuk atau lupa atau berdesak-desakannya jamaah (sehingga dia susah untuk ruku’ dan sebagainya sehingga tertinggal), jika dia mengerjakan rukun yang tertinggal tadi dan dia menyusul sang imam, rekaatnya tadi sudah sah. Dan itu memang harus dia kerjakan, jika memungkinkan baginya untuk mengejar sang imam tanpa melakukan perkara yang terlarang (tanpa meninggalkan satu rukunpun).” (“Syarh Muntahal Irodat”/1/hal. 266).

Berkata Al Khothib Muhammad bin Ahmad Asy Syarbiniy Asy Syafi’iy rahimahullah :

“Adapun jika dia tertinggal kurang dari satu rukun, seperti: sang imam ruku’ duluan sebelum makmum, lalu sang makmum menyusulnya sebelum imam mengangkat kepalanya dari ruku’, atau sang makmum tertinggal satu rukun karena suatu udzur, maka  shalatnya tidaklah batal, Ini pasti.” (“Mughnil Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’ani Alfazhil Minhaj”/1/hal. 506).

Keempat, Mengikuti Imam

Keadaan yang keempat ini merupakan keadaan yang sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.  Makmum mengikuti imam tanpa mendahului, tanpa bersamaan atau tertinggal dari imam.

Seorang makmum tidak bertakbir sampai imam melakukan takbir, tidak juga rukuk sampai imam terlebih dahulu rukuk, tidak sujud sampai imam sujud, dan tidak pula mengangkat kepalanya dari sujud sampai imam terlebih dahulu mengangkat kepalanya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اِنَّمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ لـِيُـؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخـْـتَـلـِفُوْا عَلَـيْهِ، فَاِذَا كَـبَّـرَ فَكَـبِّـرُوْا، وَ اِذَا رَكَعَ فَارْكَـعُوْا، وَ اِذَا قَالَ سَمِعَ اللهُ لـِمَنْ حَمِدَهُ فَـقُـوْلُـوْا اَللّـهُمَّ رَبـَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ، وَ اِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوْا، وَ اِذَا صَلَّى قَـاعِدًا فَصَلُّـوْا قُـعُـوْدًا اَجْمَعُوْنَ. متفق عليه

"Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diturut, maka janganlah kalian menyelisihinya. Apabila imam bertakbir maka bertakbirlah, apabila imam ruku' maka ruku'lah, apabila imam membaca "sami'aloohu liman hamidah" ucapkanlah "Alloohumma robbanaa lakal hamdu", apabila imam sujud maka sujudlah, dan apabila imam shalat dengan duduk maka shalatlah kalian semua dengan duduk".  (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

انَّمَا اْلاِمَامُ لـِيُـؤْتَمَّ بِهِ. فَاِذَا كَـبَّـرَ فَكَـبّـِرُوْا وَلاَ تُكُـبِّـرُوْا حَتَّى يُكَـبِّـرَ، وَ اِذَا رَكَـعَ فَـارْكَـعُوْا وَلاَ تَـرْكَـعُوْا حَتَّى يَـرْكَـعَ، وَ اِذَا سَجَدَ فَـاسْجُدُوْا وَلاَ تَـسْجُدُوْا حَتَّى يَـسْجُدَ. احمد و ابو داود

"Sesungguhnya imam itu untuk diturut. Apabila imam bertakbir maka bertakbirlah, dan janganlah kalian bertakbir sehingga imam bertakbir, apabila imam ruku' maka ruku'lah dan jangan kalian ruku' sehingga imam ruku', apabila imam sujud, maka sujudlah dan jangan kalian bersujud sehingga imam bersujud". (HR. Ahmad Dan Abu Dawud).

Berkata Bara` bin ‘Azib radhiyallahu anhu :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَقَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاجِدًا ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu apabila mengucapkan “sami’allahu liman hamidah”, tidak ada seorangpun dari kami yang mengangkat punggungnya, sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, kemudian barulah kami sujud setelahnya.”[HR Bukhari).

Dari Al Bara’ bin Azib Radiyallahu anhu berkata :

كنا نصلي خلف النبي صلى الله عليه مسلم فإذا قال "سمع الله لمن حمده" لم يحن أحد منا ظهره حتى يضع النبي صلى الله عليه و سلم جبهته على الأرض

“Kami dulu sholat dibelakang Nabi sallalahu alaihi wasallam, apabila beliau mengucapkan “samiallahu liman hamidah” maka tidak seorangpun diantara kami yang membungkuk (untuk sujud) sampai Nabi Sallalahu Alaihi Wasallam meletakkan dahinya di tanah (sujud). (HR. Bukhari dan Muslim).

Mudah-mudahan kita termasuk keadaan yang keempat, yang sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
...............................................

INVESTASI AKHIRAT 

PEMBEBASAN TANAH UNTUK PENDIDIKAN DAN DAKWAH YAYASAN AL-MUYASSAR BONE

Bank BRI a/n : Yayasan  Al-Muyassar Bone - No Rek  7745-01-006629-53-8

Konfirmasi pengiriman melalui WA atau SMS ke No 0812 4506 1401 / 0852 4707 7349

Tidak ada komentar:

Posting Komentar