Kamis, 27 Mei 2021

MENGEJAR BAYANGAN SEMU ATAU BERPALING MENUJU KEPASTIAN…!!!

MENGEJAR BAYANGAN SEMU ATAU BERPALING MENUJU KEPASTIAN…!!!

Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah mengatakan:

الدنيا كالظل لو لاحقتها تهرب منك و لو اعطيتها ظهرك تلاحقك.

“Dunia itu ibarat bayangan, bila kau kejar, dia akan lari darimu. Tapi bila kau palingkan badanmu, dia tak punya pilihan lain kecuali mengikutimu.”

Apa yang dikatakan Ibnul Qoyyim diatas selaras dengan sabda nabi shallallahu alaihi wasallam berikut ini:

مَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ، وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ

“Siapa yang obsesi hidupnya akhirat, maka Allah akan menjadikan kekayaannya berada di dalam hatinya, menyatukan urusannya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Sebaliknya, siapa yang menjadikan dunia sebagai obsesinya, maka Allah akan meletakkan kefaqiran di depan matanya, Dia akan mencerai-beraikan urusannya, sementara dunia tidak mendatanginya kecuali sebatas apa yang telah ditakdirkan baginya.”

(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Catatan:

Begitulah… setiap potongan hidup selalu menyajikan pilihan-pilihannya sendiri.

Disini kita hanya punya dua pilihan, mengejar bayangan semu atau berbalik menuju kepastian.
Tak ada pilihan ketiga, sebab kita tak mungkin berhenti, karena dengan berhenti itu artinya kita telah memilih untuk binasa.

Teruslah melangkah maju…
Sesekali lihatlah bayang itu, karena Allah azza wa jalla berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (berupa kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qashshash: 77)

Sebagian orang menyangka bahwa maksud ayat ini adalah anjuran untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Padahal tidak, justru ayat ini menjelaskan agar manusia sepenuhnya mencari karunia akhirat dan menjadikan dunianya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan akhirat. Sehingga apapun pekerjaan duniawi yang ditekuni seseorang -selama itu halal-, hendaknya membuat ia semakin bersemangat dalam meraih akhiratnya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh mayoritas ahli tafsir diantaranya Ibnu Abbas, Al-Qurthuby, Jalaluddin Al-Mahally dan As-Sa’dy -rahihumullah-

As-Sa’di menjelaskan “Engkau memiliki berbagai sarana untuk menggapai kebahagiaan akhirat berupa harta, dimana hal tersebut tidaklah dimiliki oleh orang lain selain dirimu. Maka raihlah dengan harta tersebut apa yang ada disisi Allah. Berinfaklah dengannya, jangan menggunakannya sebatas untuk memenuhi kebutuhan syahwat dan berbagai kelezatan semata. “Jangan lupakan bagianmu di dunia”. Maksudnya, Allah tidak memerintahkan supaya manusia menginfakkan seluruh hartanya, hingga ia terlantar. Namun infakkan dengan niat untuk kebahagiaan akhiratmu.

Bersenang-senanglah dengan duniamu dengan tidak melalaikan agama sehingga membahayakan kehidupan akhiratmu.”

Kesimpulannya, tataplah akhiratmu, berjalanlah menujunya, namun jangan lupakan duniamu sebagai sarana meraihnya. Sebab Allah tak memuji mereka yang terus-menerus beribadah dan melupakan dunia, tapi Dia memuji mereka yang melakukan pekerjaan dunia namun hati mereka terpaut pada Allah.

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS. An-Nur:37).

Wallahu a’lam

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ

Ya Allah,perbaikilah agama kami yang merupakan sandaran segala urusan kami. Dan perbaikilah urusan
dunia kami yang merupakan tempat tinggal kami,dan perbaikilah akhirat kami yang merupakan tempat kembali kami. Dan jadikanlah kehidupan kami sebagai
tambahan bagi kebaikan kami dan
kematian kami sebagai tempat istirahat
dari segala kejelekan kami.” (HR Muslim)

Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى

https://t.me/khazanah_Ilmiah

Senin, 24 Mei 2021

SALAFI BUKANLAH SEKTE, ALIRAN, PARTAI ATAUPUN ORGANISASI MASSA.

SALAFI BUKANLAH SEKTE, ALIRAN, PARTAI ATAUPUN ORGANISASI MASSA.

Sebagian orang mengira Salafi adalah sebuah sekte, aliran dll. 

Mereka beranggapan sebagaimana:
Jama’ah Tabligh
Ahmadiyah
Naqsabandiyah
LDII dll.

Atau sebuah organisasi massa sbgmn:

NU
Muhammadiyah
PERSIS
Ikhwanul Muslimin
Hizbut Tahrir dll.

Ini adalah salah kaprah...! 

Salafi bukanlah sekte, aliran, partai atau organisasi massa dll.

Namun salafi adalah manhaj (metode beragama), yaitu berusaha mengikuti orang orang terdahulu dalam cara beragama mereka yaitu Rasulullah, para sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in dst dari para ulama yang telah mengikuti mereka dengan baik.

Dalam dakwah Salafi, suka menjelaskan bahwa cara beragama harus berdasarkan dalil dalil yang shahih, ada contoh atau pernah diamalkan atau dipahami oleh Rasul dan para sahabatnya, para tabi'in dan ulama ulama yang mengikuti jejak mereka, karena cara seperti itulah yg diinginkan Allah dan Rasul-Nya dalam beragama.

Dalam dakwah Salafi juga selalu menerangkan kepada ummat bahaya kesyirikan, bid'ah dan macam-macamnya, menyeru untuk menjauhinya.dan menerangkan kepada umat pentingnya mempelajari dan mengamalkan sunnah sehingga menjadi jelas antara bid'ah dan sunnah.

Semua orang di seluruh pelosok dunia dan dimanapun berada adalah seorang salafi jika ia beragama Islam dengan mengikuti manhaj salaf tanpa dibatasi keanggotaan.

Sebagian orang juga mengira dakwah Salafiyyah adalah gerakan yang dicetuskan dan didirikan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab.
Ini kesalahan besar.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang hidup pada 3 abad yang lalu berdakwah dengan mengajak umat Islam khususnya di jazirah arab untuk kembali kepada cara beragama yang benar dengan mengikuti manhaj salaf.

Tetapi penjajah Inggris dan kaum muslimin pada waktu itu yang masih terus bergelimang dengan kesyirikan dan kebid'ahan tidak menyukai bahkan mereka menentangnya. Lalu mereka pun menamakan para pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Wahabi.

Mereka sekedar mengajak ummat Islam kembali kepada kemurnian Islam. Dan sampai sekarang istilah Wahabi disandarkan kepada siapa saja yang mendakwahkan cara beragama yang benar atau sering disebut dengan istilah salafi.

Dijelaskan oleh Syaikh ‘Ubaid yang ringkasnya:

Dakwah salafiyyah tidak didirikan oleh seorang manusia pun.

• Bukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bersama saudaranya Imam Muhammad Bin Su’ud

• Tidak juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya

• Bukan pula oleh Imam Mazhab yang empat

• Bukan pula oleh salah seorang tabi’in, bukan pula oleh sahabat. 

Melainkan dakwah Salafiyah ini didirikan oleh Allah Ta’ala

Karena para Nabi dan orang sesudah mereka menyampaikan syariat yang berasal dari Allah Ta’ala

Oleh karena itu, tidak ada yang dapat dijadikan rujukan melainkan nash dan ijma' (Ushul Wa Qowaid Fii Manhajis Salaf)

Oleh karna itu , dalam dakwah salafiyyah tidak ada:

• Ketua umum salafi
• Salafi cabang Jakarta, Jogya, Padang dsb
• Tata tertib salafi
• Alur kaderisasi salafi
• Tidak ada muasisi ( tokoh pendiri ) salafi
• Tidak ada pendiri salafi melainkan Allah dan rasul'nya.
• tidak ada AD'ART salafi melainkan qur'an dan sunnah dengan pemahaman para sahabat.

Wallahul muwaffiq.

Sumber: MuliaDenganSunnah

ADAKAH PELAJARAN TATA CARA TAHLILAN SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH

ADAKAH PELAJARAN TATA CARA TAHLILAN SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH ❓
              

Dari SD sampai perguruan tinggi, guru atau dosen Pendidikan Agama Islam tidak pernah mengajariku Tahlilan Kematian, mulai dari keutamaan sampai tata cara pelaksanaan tahlilan.

Begitupun anak-anakku yang menuntut ilmu di pesantren baik yang belajar di pesantren Bantaeng maupun pesantren Malang tidak pernah ada mata pelajaran yang mengajarinya tahlilan kematian, di kitab-kitab kuningpun tidak ada yang mengajarkan tahlilan  kematian yang dilakukan pada hari ke 1 sampai 7,hari ke-20,40,100 dan satu tahun kematian seseorang.

Yang ditemukan dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah tata cara pengurusan mayat dari memandikan sampai menguburkan serta berdoa untuk mendoakan orang yang telah meninggal.

Sudah beberapa kitab-kitab hadis, kitab-kitab Fikih yang pernah saya pelajari, tidak ada satupun yang mengajarkan tahlilan kematian pada hari ke 1-7, 20,40,100 dan 1 tahun kematian seseorang.

Rasulullah tidak pernah mengajarkan para sahabat untuk melakukan tahlilan terhadap keluarga yang telah meninggal. Yang diajarkan Rasulullah untuk orang yang telah meninggal adalah memandikan, mengkafani, menshalati, menguburkan, mendoakannya, bersedekah atas namanya, membayar utang atau nazarnya,melaksanakan wasiatnya. Karena tidak diajarkan oleh Nabi maka Tahlilan kematian ini tidak dilakukan oleh generasi terbaik Islam yaitu para sahabat, tabi'in dan tabi'in, termasuk 10 sahabat Nabi yang dijamin masuk surga tidak mengajarkan dan tidak melakukan tahlilan kematian terhadap keluarganya. 

Lalu dari mana asal-asul ritual kenduri arwah atau tahlilan kematian ini. Selama beberapa waktu yang lalu, saya mencoba menelusuri asal usul tradisi, mengapa amalan yang amat penting dalam masyarakat Islam ini tidak penting dalam Kurikulum Nasional dan tidak penting pula dibahas ulama dalam Fikih Islam ?. Dari penelusuran tersebut saya menemukan beberapa hal:

1️⃣. Tahlilan kematian adalah perubahan nama dari kenduri arwah, yang pada Kongres NU 1 Tahun 1926 dinyatakan sebagai amalan bid'ah mungkar. 

2️⃣. Ritual Kenduri Arwah telah telah dikenal orang masyarakat nusantara sebelum mengenal Islam. Tradisi ini disebut Selamaten, yaitu acara selamatan untuk orang yang telah mati. 

3️⃣. Pada sebuah dokumen yang tersimpan di Perpustakaan Belanda menceritakan tentang musyawarah para wali penyebar agama di Jawa. 

Dalam musyawarah tersebut terjadi dialog perbedaan pendapat antara kelompok Sunah Kalijaga dan Kelompok Sunan Ampel. Sunan Kalijaga mengusulkan agar tradisi-tradisi masyarakat termasuk selamaten dimasukkan ke dalam Islam untuk menarik masyarakat yang beragama Hindu masuk Islam, karena selamaten itu adalah tradisi Hindu yang sudah mendarah daging atau sulit dihapus. Kelompok Sunan Ampel menolak dengan alasan bid'ah. Tetapi Sunan Kalijaga menjamin bahwa kelak setelah Islam telah menyatu di hati masyarakat akan ada generasi yang akan menghilangkan tradisi selamaten ini. Akhirnya Sunan Kalijaga mengadopsi ritual selamaten ke dalam Islam dengan nama kenduri arwah, lalu isinya dirubah dari pembacaan mantra-mantra diganti dengan pembacaan Al Quran, zikir dan doa. Yang tidak berubah adalah tujuan, waktu dan tata cara pelaksanaannya, yaitu berakhir dengan sesajen arwah dan makan-makan. 

4️⃣. Dalil tentang pelaksanaan selamaten untuk keluarga yang telah mati pada hari ke-7,40,100,1 tahun dan 1.000 hari dimuat dalam Kitab Suci Agama Hindu, termasuk penyembelihan hewan untuk orang yang telah mati. 

5️⃣. Tahun 1925 diadakan Kongres Islam 1 di Arab Saudi. Tokoh-tokoh Islam di nusantara yang pro tradisi-tradisi nenek moyang menyampaikan surat usulan kepada kongres agar tradisi-tradisi nenek moyang yang diusulkan itu diterima sebagai amalan Islam, namun kongres menolak dengan alasan mengandung kesesatan dan kesyirikan. 

Sejak Indonesia merdeka tahun 1945, dan sejak ada Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama, Kurikulum Pendidikan Agama Islam atau pun Pelajaran Fikih di sekokah-sekolah tidak pernah memasukkan materi tahlilan kematian pada hari 1-7,20,40,100 atau 1 tahun kematian seseorang, yang ada hanyalah pengurusan mayat dari memandikan sampai penguburan.

Begitupun ulama Fikih, baik Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan ulama Fikih Sunnah lainnya tidak ada yang membahas tentang ritual-ritual setelah penguburan mayat, yang disbut tahlilan kematian. 

Mengapa tahlilan kematian tidak masuk  dalam kurikulum Nasional dan Fikih Islam, alasannya adalah:

1️⃣. Tahlilan kematian bukanlah ajaran Islam sehingga penyusun kurikulum dan fikih Islam akan kesulitan mendapatkan dalil (ayat Al Quran dan hadis) sebagai landasan pelaksanaan tahlilan tersebut. 

2️⃣. Status tahlilan kematian tidak dikenal dalam hukum Islam, bukan wajib dan bukan pula sunnah, justru termasuk perkara bid'ah mungkar yang perlu dijauhi. 

3️⃣. Tidak semua umat Islam di negeri ini dan negeri umat Islam lainnya melakukan tahlilan kematian. Wali Songo tokoh penyebar Islam di negeri inipun tidak semua mengajarkan dan melakukan kematian.

Suatu amalan dapat dikatakan amalan Islam yang bisa mendapat pahala bilamana:
☝️. Amalan tersebut diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 

☝️. Amalan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan atau tuntunan syariat dari Rasulullah. 

☝️. Amalan tersebut dilazimkan oleh Rasulullah dan para sahabat, sehingga diikuti oleh para tabi'in dan tabi'ut tabi'in. 

Bila amalan tersebut tidak memenuhi ketiga kriteria di atas maka tertolak, sebagaimana yang telah digariskan Rasulullah, yaitu *"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada atasnya tuntunan syariat kami maka tertolak
 (HR. Muslim).* 

.
Yang membuat sebagian umat Islam setia melakukan tahlilan kematian ini adalah:

👉🏻. Kurang ilmu sehingga tidak tahu status dan asal usul tahlilan kematian ini, dan mereka tidak mau tahu walaupun diberitahukan.

👉🏻. Menyangka sebagai ajaran Islam karena banyaknya umat Islam melakukannya dan banyak ustaz atau kyai ikut memimpin dan membelanya. 

👉🏻. Taklid buta atau ikut-ikutan pada orang banyak, padahal Allah telah mengingatkan *"Jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di muka bumi niscaya mereka akan menyesatkan kamu di jalan Allah, mereka tidak lain hanya mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (QS. Al An'am: 116).*

👉🏻. Takut tidak diakui sebagai umat Islam, takut dibully dan dicaci maki, takut dibilangi orang kikir dan takut dibilangi menguburkan bangkai kucing bila tidak menggelar tahlilan kematian. 

👉🏻. Banyaknya ustaz atau kyai yang mencari keuntungan dari tahlilan kematian,yaitu amplop  bila diundang untuk membawakan ceramah takziyah, membuat lelucon sampai pendengar tertawa terpingkal-pingkal di depan keluarga yang sedang berduka padahal banyak tertawa mematikan hati apalagi di depan orang yang sedang berduka. 😢
══════════••🌹••══════════.

Wasiat Agung Syaikh Abdul Qadir Jailani

*** Wasiat Agung Syaikh Abdul Qadir Jailani ***


Berikut beberapa wasiat Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, yang menunjukkan bahwa beliau termasuk ulama ahlus sunnah :

"Janganlah berbuat bid'ah dan sesuatu yang baru dalam agama Allah. Ikutilah para saksi yang adil berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah karena keduanya akan mengantarkanmu kepada Rabbmu 'Azza wa Jalla. Jika kamu berbuat bid'ah, saksimu adalah akal dan hawa nafsumu sendiri. Keduanya akan mengantarkanmu kepada neraka dan mempertautkanmu dengan Fir'aun, Haman, beserta bala tentaranya. Jangan engkau berhujah dengan qadr, karena itu tidak akan diterima darimu. Engkau harus masuk Darul Ilmi dan belajar, beramal, lalu ikhlas". 
(Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 47).

"Ber-ittiba'lah (ikutilah tuntunan Sunnah Rasul) dan jangan berbuat bid'ah. Patuhilah dan janganlah membangkang. Bersabarlah dan jangan khawatir. Tunggulah dan jangan berputus asa". 
(Al Sya'rani, al Thabaqat al Kubra hal. 129).

"Hendaklah kalian ber-ittiba' dan tidak berbuat bid'ah. Hendaklah kalian bermazhab kepada Salafus Shalih. Berjalanlah pada jalan yang lurus". 
(Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 4).

"Ikutilah Sunnah Rasul dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhlah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar, junjung tinggi Tauhid dan jangan menyekutukan Dia". 
(Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm Futuh Ghaib risalah 2).

Syaikh Abdul Qadir Jailani berkata tentang sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

"Barangsiapa berbuat sesutu yang tidak kami perintahkan, maka perbuatnnya tertolak.

Hal ini meliputi kehidupan, kata dan perilaku. Hanya Nabilah yang dapat kita ikuti, dan hanya berdasarkan al Qur'an lah kita berbuat. Maka jangan menyimpang dari keduanya ini, agar engkau tidak binasa, dan agar hawa nafsu serta setan tidak menyesatkanmu". 
(Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm FUTUH GHAIB risalah 36).

Semoga bermanfa'at

Barakallahu fiikum

Minggu, 23 Mei 2021

NAMA USTADZ-USTADZ YANG BISA DI JADIKAN RUJUKAN DALAM BERAGAMA

NAMA USTADZ-USTADZ YANG BISA DI JADIKAN RUJUKAN DALAM BERAGAMA

Berikut ini adalah ustadz-ustadz salafi yang bisa dijadikan rujukan dalam beragama, silahkan ambil ilmu dari mereka-mereka hafidzhahumullahu ta’ala ini.

1. Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (Murid Syaikh Ibnu 'Utsaimin)
2. Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat (Pakar Hadits)
3. Ustadz Abdurrahman At-Tamimi
4. Ustadz Mubarak Bamualim
5. Ustadz Firanda Andirja (Pengajar Masjid Nabawi, Murid Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr)
6. Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal (Murid Syaikh Sholih Al-'Ushoimi)
7. Ustadz Abu Yahya Badrusalam
8. Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron
9. Ustadz Ali Hasan Bawazier
10. Ustadz Abu Abdil Aziz Muhtarom (Murid Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat)
11. Ustadz Abdullah Taslim
12. Ustadz Aris Munandar
13. Ustadz Ammi Nur Baits
14. Ustadz Erwandi Tarmizi (Pakar Muamalat Kontemporer)
15. Ustadz Syafiq Riza Basalamah
16. Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi (Murid Syaikh Muqbil dan Syaikh Shalih Al-Fauzan)
17. Ustadz Ali Ahmad bin Umar
18. Ustadz dr. Raehanul Bahraen (Dokter)
19. Ustadz Muflih Safitra
20. Ustadz Subhan Bawazier
21. Ustadz Abdullah Roy (Pengajar Masjid Nabawi)
22. Ustadz Agus Hasan Bashori
23. Ustadz Fauzan Abdullah
24. Ustadz Wahyudin Bahtiar
25. Ustadz Fathi bin Yazid Jawas (Anak Ustadz Yazid Jawas)
26. Ustadz Riyadh bin Badr Bajrey
27. Ustadz Zaid Susanto
28. Ustadz Nur Cholis Agus Santoso
29. Ustadz Ulin Nuha Al-Hafidz (Qari)
30. Ustadz Mizan Qudsiyah
31. Ustadz Imam Wahyudi
32. Ustadz Abu Yusuf Ahmad Sabiq
33. Ustadz Khalid Basalamah
34. Ustadz Sufyan Baswedan
35. Ustadz Harits Abu Naufal
36. Ustadz Imam Abu Abdillah
37. Ustadz Abul Aswad Al-Bayaty
38. Ustadz Ma'ruf Nur Salam
39. Ustadz Abu Thohur Jones Vendra
40. Ustadz Abu Yusuf Dzulfadhli
41. Ustadz Muhammad Yassir
42. Ustadz Sufyan Bafin Zen
43. Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi (Menantu Ustadz Aunur Rofiq)
44. Ustadz Achmad Munir Bajuber
45. Ustadz Nurul Mukhlishin Asyrafuddin
46. Ustadz Afifi Abdul Wadud
47. Ustadz Lalu Ahmad Yani
48. Ustadz Abdul Fattah Medan
49. Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri
50. Ustadz Abdurrohman Abu Hanun
51. Ustadz Maududi Abdullah
52. Ustadz Muhammad Farid Al-Bathoty
53. Ustadz Arif Masuku (Murid Ustadz Syafiq Riza Basalamah)
54. Ustadz Heri Purnama
55. Ustadz Abu Humairoh
56. Ustadz Abdurrahman Thoyyib
57. Ustadz Fadlan Fahamsyah
58. Ustadz Heri Iman Santoso
59. Ustadz Azhar Khalid bin Seff
60. Ustadz La Ode Abu Hanifa
61. Ustadz Abu Hasan Arif
62. Ustadz Abu Haidar As-Sundawy
63. Ustadz Firdaus Sanusi
64. Ustadz Zezen Zainal Mursalin
65. Ustadz Ahmad Zainuddin Al-Banjary
66. Ustadz Saeful Rahmat
67. Ustadz Abu Ahmad Setiyo Dahri
68. Ustadz Abu Abdillah Amir (Alumni Darul Hadits Ma'rib Yaman)
69. Ustadz Abu Hanifah Jandriadi Yasin
70. Ustadz Ahmad La Ode
71. Ustadz Abu Faqih Rachmat Kurniawan
72. Ustadz Hafizh Abdul Rohman
73. Ustadz Khairullah Anwar Luthfi
74. Ustadz Salim Ali Ghanim
75. Ustadz Subhan Khadafi
76. Ustadz Mahfudz Umri
77. Ustadz Abu Ayyub Arif Usman Anugraha
78. Ustadz Salim bin Yahya Qibas
79. Ustadz Hary Badar bin Marwan
80. Ustadz Abu Alifa Asral Wadi
81. Ustadz Fachry Permana
82. Ustadz Abu Ja’far Cecep Rahmat
83. Ustadz Bahri Qosim
84. Ustadz Fariq Gazim An-Nuz
85. Ustadz Hamzah Abbas
86. Ustadz Ali Saman Hasan
87. Ustadz Sholeh Umri
88. Ustadz Hasan Al-Jaizy
89. Ustadz Ruslan Nurhadi
90. Ustadz Nuruddin Bukhori
91. Ustadz Abu Izzi Masmuin
92. Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali
93. Ustadz Benny Abu Aslam
94. Ustadz Amri Azhari
95. Ustadz Nuruddin Abu Faynan Al-Makky
96. Ustadz M. Nur Ichwan Muslim
97. Ustadz Umar Fauzi Baladraf
98. Ustadz Abu Asma Andre
99. Ustadz Ziyad bin Abdul Aziz At-Tamimi
100. Ustadz Muhammad Hilman Al-Fiqhy
101. Ustadz Najmi Umar Bakkar
102. Ustadz Fuad Hamzah Baraba
103. Ustadz Askar Wardhana
104. Ustadz Amir As-Soronji
105. Ustadz Cecep Abu Rozan
106. Ustadz Mudrika Ilyas
107. Ustadz Abu Qotadah Al-Atsary (Murid Syaikh Muqbil)
108. Ustadz Maryono Abdul Muhsin
109. Ustadz Noor Ikhsan Silviantoro
110. Ustadz Muhammad Permana (Medan)
111. Ustadz Abu Bakar Al-Akhdhory
112. Ustadz Muhammad Arifin Badri (Murid Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily)
113. Ustadz Abu Usamah Syamsul Hadi
114. Ustadz Nafi' Zainuddin
115. Ustadz Sofyan Chalid Ruray
116. Ustadz Abu Zubair Al-Hawary
117. Ustadz Ade Hermansyah
118. Ustadz Beni Sarbeni
119. Ustadz Abu Ammar Abdul Adhim Al-Ghoyami
120. Ustadz Abu Salma Muhammad Rachdie
121. Ustadz Chandra Aditya
122. Ustadz Faisal Abdurrahman
123. Ustadz Abu Faaris Yudi Kurnia
124. Ustadz Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo
125. Ustadz Abu Ghozie As-Sundawie
126. Ustadz Agung Wais Al-Qarny
127. Ustadz Khanif Muslim
128. Ustadz Ahmad Anshori
129. Ustadz Fachrudin Nu’man
130. Ustadz Anshory Hadi
131. Ustadz Muhammad Halid Syar'i
132. Ustadz Ridho Abdillah
133. Ustadz Abu Yusuf Suharno
134. Ustadz Abu Nida Nana
135. Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary Al-Maidany
136. Ustadz Ali Musri Semjan Putra
137. Ustadz Abu Fairuz Ahmad Ridwan
138. Ustadz Abu Haitsam Yadi Supriyadi
139. Ustadz Zamzami Juned
140. Ustadz Sulaiman Abu Hani
141. Ustadz Muhammad Elvi Syam
142. Ustadz Chusnul Yakin
143. Ustadz Abu Zakariyya Fauzi
144. Ustadz Akhirudin
145. Ustadz Dani Maulani
146. Ustadz Farhan Abu Furaihan (Murid Syaikh Muhammad Al-Imam)
147. Ustadz Abu Muhammad Julham Efendi
148. Ustadz Fauzan Al-Kutawy (Alumni Darul Hadits Ma'bar Yaman)
149. Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin bin Syamsuddin
150. Ustadz Joko Abu Aliyah
151. Ustadz Ali Nur Medan
152. Ustadz dr. Muhammad Saifudin Hakim (Dokter)
153. Ustadz Muhammad Nur Ihsan
154. Ustadz Hidayatullah, S.Sy
155. Ustadz dr. Adika Mianoki (Dokter)
156. Ustadz Abu Maryam (Medan)
157. Ustadz Abu Umair (Binjai)
158. Ustadz Abu Afaf Musa Mulyadi Lukman
159. Ustadz Khoiri As-Salaki
160. Ustadz Kholid Syamhudi
161. Ustadz Abu Sa'ad Muhammad Nurhuda (rahimahullah)
162. Ustadz Tiyas Wibowo
163. Ustadz Abu Abdillah Andi Suhandi
164. Ustadz Mahful Safarudin
165. Ustadz Nizar Sa’ad Jabal
166. Ustadz Ahmad Tonarih Al-Atsary
167. Ustadz Efri Nazaruddin
168. Ustadz Ari Wahyudi
169. Ustadz Abu Haitsam Buldan Taufik
170. Ustadz Zaenuddin Abu Qushaiy
171. Ustadz Muhammad Wasitho
172. Ustadz Sa'id Abu Ukasyah
173. Ustadz Armen Halim Naro (rahimahullah)
174. Ustadz Abdullah Zaen (Murid Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily)
175. Ustadz Sa'id Ya'i Ardiansyah
176. Ustadz Aidil Fitriansyah
177. Ustadz Abu Yazid Teuku Muhammad Nurdin
178. Ustadz Faizal Abdurrahman
179. Ustadz Muhammad Syahputra
180. Ustadz Musthofa Yoni
181. Ustadz Abu Hanan Abdullah Amir Maretan
182. Ustadz Musta'in Syahri
183. Ustadz Yulian Purnama
184. Ustadz Musyaffa Ad-Dariny
185. Ustadz Aspri Rahmat Azai
186. Ustadz Umar Al-Fanani
187. Ustadz Anas Burhanuddin
188. Ustadz Syadam Husein Al-Katiri
189. Ustadz Yhouga Ariesta Mopratama
190. Ustadz Rizal Yuliar Putrananda
191. Ustadz Mukhlish Abu Dzar
192. Ustadz Tanthawi Abu Muhammad
193. Ustadz Boris Tanesia
194. Ustadz Abu Umair As-Sundawy
195. Ustadz Abu Khaleed Resa Gunarsa
196. Ustadz Pamuji Hadi Waluyo
197. Ustadz Dadan Hidayatullah
198. Ustadz Abdussalam Busyro
199. Ustadz Abul Hasan Ahmad MZ
200. Ustadz Ghulam Al-Fatih Abdullah
201. Ustadz Abu Muhammad Assyaghof
202. Ustadz Amiruddin Djalil
203. Ustadz Husnel Anwar Matondang
204. Ustadz Adep Baehaki
205. Ustadz M. Hilman Al-Fiqhy
206. Ustadz Muhammad Romelan
207. Ustadz Masykur Abu Mawaddah
208. Ustadz Abu Rosyad Rusiyanto
209. Ustadz Abu Ibrahim Agustiar
210. Ustadz Haidar Andika
211. Ustadz Tauhidin Ali Rusdi Sahal
212. Ustadz Mukhlis Biridho
213. Ustadz Abu Abdillah Deni Zamjami
214. Ustadz Didik Gelar Permana
215. Ustadz Fathan Qoriba
216. Ustadz Tata Abdul Ghoni
217. Ustadz Abu Zakaria Ardes
218. Ustadz Fathul Mufid
219. Ustadz Nur Kholis Kurdian
220. Ustadz Arif Husnul Khuluq
221. Ustadz Misbah Abu Zaid
222. Ustadz Ruly Abu Husna
223. Ustadz Ayman Abdillah
224. Ustadz Abu Abdirrahman Anfalullah
225. Ustadz Akhmad Yuswaji
226. Ustadz Abu Hafizhah Irfan
227. Ustadz Fariq Gasim Anuz
228. Ustadz Abu Yahya Sunardi
229. Ustadz Abu Muslim Burhanuddin
230. Ustadz Haris Budiatna
231. Ustadz Abdul Barr Kaisinda (Murid Syaikh Muqbil)
232. Ustadz Andy Oktavian Latief
233. Ustadz Muhammad Qasim Muhajir
234. Ustadz Abu Ya'la Hizbul Majid
235. Ustadz Habib Salim Muhdhor
236. Ustadz Luthfi Abdul Jabbar (Murid Syaikh Muqbil)
237. Ustadz Abu Umamah Arif Hidayatullah
238. Ustadz Zakaria Achmad (Alumni Darul Hadits Ma'rib, Yaman)
239. Ustadz Abu Anas Pri Agung Rajasa
240. Ustadz Abu Darda Sufyan Al-Kandary (Alumni Darus Hadits Fiyusy Yaman)
241. Ustadz Abdul Qadir Abu Fa'izah
242. Ustadz Abu Yusuf Ubaid Bima
243. Ustadz Bambang Abu Ubaidillah
244. Ustadz Abdul Malik Al-Buthony
245. Ustadz Khidir Muhammad Sunusi
246. Ustadz Syuhada Abu Syuja'
247. Ustadz Sahl Abu Abdillah
248. Ustadz Ali Basuki
249. Ustadz Muhammad Na'im
250. Ustadz Danni Nursalim Harun
251. Ustadz Abu Islama Imanuddin
252. Ustadz Roziqien M Tahyat
253. Ustadz Faisal Abdul Basith
254. Ustadz Supandi Abu Ilyas
255. Ustadz Abu Umair Kuswoyo
256. Ustadz Hamzah Saifullah
257. Ustadz Nur Hablillah
258. Ustadz Utsman Wahyudi
259. Ustadz Miftah Abdussalam
260. Ustadz Muhammad Ashim
261. Ustadz Isma'il Abdul 'Aziz
262. Ustadz Junaedi Abdillah
263. Ustadz Mustafa Al-Buthoni (Alumni Darul Hadits Dammaj Yaman)
264. Ustadz Syahirul Alim
265. Ustadz Abul Hasan Qusyairi
266. Ustadz Abul Abbas Thobroni
267. Ustadz Nugroho Imam Santoso
268. Ustadz Eko Afza Haitsam
269. Ustadz Arif Ardiansyah
270. Ustadz Mujahid Yanuar
271. Ustadz Kamal Mahrus
272. Ustadz Abdurrahman Hadi
273. Ustadz Abu Zaidan Fillah
274. Ustadz Aang Ruyani
275. Ustadz Miftahul Ulum
276. Ustadz Fajrin Abu Yahya
277. Ustadz Luqman Jamal
278. Ustadz Mustamin Musaruddin
279. Ustadz Ibnu Yunus
280. Ustadz Iqbal Abu Hisyam
281. Ustadz Masruhin Sahal
282. Ustadz Abu Aufa Adam Zaini
283. Ustadz Noviyardi Amarullah
284. Ustadz Arpandi Al-Kubary
285. Ustadz Mikail Basmalah
286. Ustadz Sulthon Quthub
287. Ustadz Abu Abdillah Dani
288. Ustadz Sholahudin Abu Yusuf
289. Ustadz Rifqi Agung
290. Ustadz Dedi Irawan
291. Ustadz Saefuddin Zuhri
292. Ustadz Liman Waluyo
293. Ustadz Mujahid Aslam
294. Ustadz Muhammad Syukur
295. Ustadz Muhammad Anwar Samuri
296. Ustadz Abu Shofiyah Slamet Widodo
297. Ustadz Arif Fathul Ulum
298. Ustadz Abu Yasir Syamsudin
299. Ustadz Riko Febriadi
300. Ustadz Arman bin Amri
301. Ustadz Bagus Wijanarko
302. Ustadz Ahmad Pinta Tarigan
303. Ustadz Abu Nabil Muhammad Yunus Rangkuti
304. Ustadz Muhammad Yusuf Al-Araby
305. Ustadz Abu Saif Wahyudi
306. Ustadz Abdullah Rasyid
307. Ustadz Dedi Suwanto (Murid Ustadz Muhammad Arifin Badri)
308. Ustadz Riffi Hamdani (Alumni Darul Hadits Fiyusy, Yaman & Murid Syaikh Abdurrahman 'Adeni)
309. Ustadz Abu Hilal Abdurrahman As-Sumbawy (Murid Ustadz Mubarok Bamualim)
310. Ustadz Muhammad Arvan Amal
311. Ustadz Salman Mahmud
312. Ustadz Ilham Ar-Rahawy
313. Ustadz Abu Abdirrahman Thoriq
314. Ustadz Abu Jarir
315. Ustadz Zainudin Khuzairi
316. Ustadz Hadmoes Wirawan
317. Ustadz Djazuli Ruhan Basyir
318. Ustadz Abdurrahman Dani
319. Ustadz Bustamin bin Abdurrazzak
320. Ustadz Budi Hariyanto
331. Ustadz Muhammad Asror Habibie
322. Ustadz Ahmad Zaini Sabri
323. Ustadz Mulyono Al-Balawi
324. Ustadz Yusron Mushoffa
325. Ustadz Muji Hartono
326. Ustadz Abu Aqyl Sapto AW
327. Ustadz Bagus Jamroji
328. Ustadz Habib Sutrisno
329. Ustadz Abdullah Amin (Murid Syaikh Muqbil)
330. Ustadz Andi Fahmi Halim
331. Ustadz Ahmad Zaki Husni
332. Ustadz Ananda Ridho Gusti
333. Ustadz Gemma Ilhami
334. Ustadz Muhammad Nur Yasin
335. Ustadz Burhan Abdullah
336. Ustadz Muhammad Tallase
337. Ustadz Fadly Gugul
338. Ustadz Abu Mu'adz Abdul Karim
339. Ustadz Amzat Abu Fatih
340. Ustadz Irpan bin Usman
341. Ustadz Imam Ibnu Ahmad
342. Ustadz Abdul Rahman Al-Khairy
343. Ustadz Abu Muhammad Agus Waluyo
344. Ustadz Ahmad Fauzan Al-Hafidz
345. Ustadz Muhsan Syarafudin
346. Ustadz Abu Yasfik Sudirman
347. Ustadz Muhammad Maman Rosdiawan
348. Ustadz Ahmad Sahirul Mubarok
349. Ustadz Roni Nuryusmansyah
350. Ustadz Abdurrahman Ad-Dify
351. Ustadz Rijal Fadhillah
352. Ustadz Ahmad Bazher
353. Ustadz Ibnu Saini (rahimahullah)
354. Ustadz Abu Muhammad Pattawe (Darul Hadits Ma'bar Yaman
355. Ustadz Abu Naayif Iqbal (Murid Syaikh Abul Hasan Al-Ma'ribi)
356. Ustadz Dika Wahyudi
357. Ustadz Abul Irbadh Supriano
358. Ustadz Abdul Mu'thi Al-Maidany (Murid Syaikh Muqbil)
359. Ustadz Abdullah Sya'roni
360. Ustadz Ayub Abu Ayub
361. Ustadz Agung Cahyono
362. Ustadz Abu Rifqy Adam
363. Ustadz Azhari Abu Abdirrahman
364. Ustadz Ja'far Shalih
365. Ustadz Yusdi Haq
366. Ustadz Abdurrahman Abu Ahmad Ukhuwah
367. Ustadz Syahrul Fatwa
368. Ustadz Ahsanul Falihin
369. Ustadz Iqbal At-Tamimi
370. Ustadz Rojul Fayadh
371. Ustadz Imam Asnawi
372. Ustadz Ahmad Handika
373. Ustadz Abu Muhammad Triyono
374. Ustadz Muslam Abu Zaenab
375. Ustadz Amir Al-Kadiry
376. Ustadz Abu Hilya Ahmad
377. Ustadz Rohmad Supriyadi
378. Ustadz Erwin Siregar
379. Ustadz Abu Aisyah Iwan Darmawan
380. Ustadz Ahmad Zaini Sabri
381. Ustadz Johan Saputra Halim
382. Ustadz Ahmad Firdaus
383. Ustadz Fakhruddin Abdurrahman
384. Ustadz Ishom Aini
385. Ustadz Faizal Abu Halim
386. Ustadz Abu Ubaidillah Hisyam Bukkar
387. Ustadz Abu Hilyah Syamsurizal
388. Ustadz Abu Hudzaifah Safrudin
389. Ustadz Tubangi Abu Uthi
390. Ustadz Isrun Abdurrahman Umar
391. Ustadz Abu Hisyam Syuj'an
392. Ustadz Muhammad Mukhtar
393. Ustadz Ammi Kus
394. Ustadz Abdurrahman Fadholi
395. Ustadz Tajuddin
396. Ustadz Abdussomad (Cikarang)
397. Ustadz Agus Abdurrahman
398. Ustadz Fahmi Mubarok
399. Ustadz Ilham Tabrani
400. Ustadz Abu Yazid Khulfanudin
401. Ustadz Hari Febrianyah
402. Ustadz Abu Umar Andri Maadsa (Murid Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi)
403. Ustadz Agung Wahyu Ady
404. Ustadz Abu Salman Maryadi
405. Ustadz Rafael Afrianto
406. Ustadz Mukhlis Mubarok
407. Ustadz Abu Haris Sucipto
408. Ustadz Abu Syafiq Adi Kusuma
409. Ustadz Musthofa Aini
410. Ustadz Abu Najwa Sukyani
411. Ustadz Hasan Ishaq Kanro
412. Ustadz Muhammad Abduh Said
413. Ustadz Muhammad Aminuddin
414. Ustadz Sofyan Thoha
415. Ustadz Iqbal Muammar
415. Ustadz Abu Jarir Arie Triono
416. Ustadz Patih Suryo Alam
417. Ustadz Rahmat Mulyono
418. Ustadz Abu Umar Indra
419. Ustadz Musabbih
420. Ustadz Ahmad Abu Farhan
421. Ustadz Muhammad Hamid Alwi
422. Ustadz Muhajir Jamaluddin Al-Maidany
423. Ustadz Yahya Berau
424. Ustadz M. Ilham Rahawi
425. Ustadz Said Ruslan
426. Ustadz Khoirul Ahsan
427. Ustadz Murtadho Habibi Al-Hafidz (Murid Syaikh Ali Al-Hudzaifi)
428. Ustadz Syamsul Huda
429. Ustadz Wingga Pramana
430. Ustadz Khalid Syaifullah
431. Ustadz Sabilul Muhtadin
432. Ustadz Henry Waluyo Lensa
433. Ustadz Deni Irawan
434. Ustadz Misbahuzzulam
435. Ustadz Ahyat Habibi
436. Ustadz Irfan Yuhadi
437. Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf
438. Ustadz Ahmad Husaini
439. Ustadz Zakaria Ali Kuddah
440. Ustadz Muhammad Ayyub
441. Ustadz Prio Handoko
442. Ustadz Abdurrahman Al-Amiry
443. Ustadz Muhammad Abdul Mu'id
444. Ustadz Abdusy Syakur Musawiru
445. Ustadz Nugroho Abdul Hadi
446. Ustadz Lalu Akhyaruddin
447. Ustadz Hamdani (Bontang)
448. Ustadz Erwin Nuryadin
449. Ustadz Muhammad Azdi Nawawi
450. Ustadz Abdul Aziz Samanhudy
451. Ustadz Ali Agustian Bahri
452. Ustadz Aidil Putra Dzulqarnain
453. Ustadz La Ode Muhammad Yamin
454. Ustadz Sufyan Abu Hasna
455. Ustadz Andi Abu Muhsin
456. Ustadz Abu Abdillah Muhammad Ridho
457. Ustadz Amri Abu Suhail
458. Ustadz Muhammad Hafiz Anshari
459. Ustadz Muhammad Hasby Ridhani
460. Ustadz Abu Mahlin
461. Ustadz Andi Abu Fadhilah
462. Ustadz Febriansyah Riza
463. Ustadz Dodi Palalek Chandra
464. Ustadz Zaidun Abu Hudzaifah
465. Ustadz Thoriq bin Abdul Aziz At-Tamimi
466. Ustadz Muhammad Ainur Riza
467. Ustadz Abdul Hamid Abror
468. Ustadz Abu Hisyam Muhammad Latif
469. Ustadz Abdul Aziz Setiawan
470. Ustadz Fakhruddin Ahmad Darwis
471. Ustadz Muhammad Harianton
472. Ustadz Abdullah Zawawi
473. Ustadz Muhammad Anwar Zain
474. Ustadz Abu Zabdan Abqory
475. Ustadz Abu Abdul Qoyyum
476. Ustadz Abu Afaf'
477. Ustadz Abu Wifaq
478. Ustadz Bisri Tujang
479. Ustadz Abu Ridho Ridwan Sanusi
480. Ustadz Gonda Yumitro
481. Ustadz Ahmad Fadlan (Berastagi)
482. Ustadz Abu Haitsam Iqbal
483. Ustadz Ayyub Novel Baya'syut
484. Ustadz Zahid Hadromi
485. Ustadz Muhammad Talase
486. Ustadz Mulyo Agung
487. Ustadz Afrokhi Abdul Ghoni
488. Ustadz Abu Salima Supriadi
489. Ustadz Abu Rofi' Robby Kader
490. Ustadz Rosyid Al-Jundi
491. Ustadz Asmon Nurijal
492. Ustadz Muhammad Ihsan (Sawahlunto)
493. Ustadz Dano Abdurrazaq Al-Hasany
494. Ustadz Metri Yondi
495. Ustadz Ibnu Sutopo Yuonoa
496. Ustadz Rizki Amipon Dasa
497. Ustadz Sulaiman Rasyid Al-Maidany
498. Ustadz Rosyid Abu Rosyidah
499. Ustadz Bilal Abu Azfa
500. Ustadz Heri Abu Salman
501. Ustadz Syaifuddin Abu Zain
502. Ustadz Satria Habibi
503. Ustadz Syamsu Alam
504. Ustadz Abu Rima Asik Amali
505. Ustadz Abu Yahya Rohmanto
506. Ustadz Fatih Mufarrih
507. Ustadz Nur Hidayanto
508. Ustadz Hafidz Al-Mustofa
509. Ustadz Abdurrahman Ash-Shaqali
510. Ustadz Agus Setiawan Abul Ala
511. Ustadz Ibrahim Adam Khan
512. Ustadz Dahlan Sholeh
513. Ustadz Kholiful Hadi (Murid Syaikh Muqbil)
514. Ustadz Abu Yusuf Ahmad Jamil
515. Ustadz Muhammad Iqbal Astar
516. Ustadz Abu Amr Abdurrahman Al-Maidany
517. Ustadz Nasiruddin Irfan
518. Ustadz Abdurrahman Abu Dihyah
519. Ustadz Abu Ghozi Asraruddin
520. Ustadz Abul Hasan Ali Al-Maidany
521. Ustadz Ahmad Zamroni
522. Ustadz Fathul Mubarok Al-Kutawy
523. Ustadz Maulana Syahrin Al-Banjary
524. Ustadz Jaka Ibnu Zulkifli
525. Ustadz Abu Ahmad Muhammad Rofi'i Al-Maidany
526. Ustadz Muhammad Irfandi (Murid Syaikh Usamah Hafidz)
527. Ustadz Dicky Miswardi (Pemegang Sanad Halaqoh Ijazah Tahfizh Masjid Nabawi)
528. Ustadz Abul Khair Askal (Alumni Darul Hadits Ma'rib Yaman)
529. Ustadz Yastafif
530. Ustadz Muhammad Basit
531. Ustadz Abu Ubaeidillah Arfandi Al-Kubary
532. Ustadz Hamdi Abu Abdillah
533. Ustadz Mubarak Abdul Rahim
534. Ustadz Abu Lailah Grivaldy
535. Ustadz Abdurrahman Abu Usamah
536. Ustadz Abu Hanif Ibrahim Al-Banjary
537. Ustadz Heriyadi Abu Umar
538. Ustadz Asqar Abu Ayyasy
539. Ustadz Redha Al-Khausar
540. Ustadz Edy Saputra Asyek
541. Ustadz Soepardi Ahmad
542. Ustadz Muhammad Rizky Firanda
543. Ustadz Abu Mundzir Al-Ghifary
544. Ustadz Dede Nur Iman
545. Ustadz Abu Khalid Muhammad Iqbal Al-Malanji
546. Ustadz Choirul Makrom
547. Ustadz Buya Zamzami Nas
548. Ustadz Dasman Yahya Ma'ali
549. Ustadz Fuadi Romadhon Ritonga Al-Marbawy
550. Ustadz Jauhari Siregar
551. Ustadz Ade Agustian
552. Ustadz Agus Dwiyanto
553. Ustadz Abdullah Darwanto
554. Ustadz Fajar Affandi
555. Ustadz Herman Susilo
556. Ustadz Farih Wajdi
557. Ustadz Aji Nurantono
558. Ustadz Imam Hanafi Ritonga
559. Ustadz Rahmat Gufron
560. Ustadz Ariful Bahri
561. Ustadz Taufiq Hidayat Siregar (Rantauprapat)
562. Ustadz Muazia Ulhaq
563. Ustadz Oryza Abu Hayyan
564. Ustadz dr. Zuher Muhammad Abid (Dokter)
565. Ustadz Fityan Amali
566. Ustadz Muhtadi Abdul Munib
567. Ustadz Abu Salamah Khoirul Mardi
568. Ustadz Abu Musa Fathoni
569. Ustadz Jamal Ibnu Masta
570. Ustadz Aldhi Ferdian
571. Ustadz Idrus Yusuf
572. Ustadz Chandra Abbas
573. Ustadz Aep Saepullah Ibnu Ahmad
574. Ustadz Didin Nuralam
575. Ustadz Sulaiman Abu Syeikha
576. Ustadz Hendro Abdul Ghofur
577. Ustadz Agung Budiardi Abu Zayan
578. Ustadz Rido Abu Hafidzh
579. Ustadz Luthfy Nurrozzi
580. Ustadz Husni Mubarok
581. Ustadz Faisal Abu Hafizha
582. Ustadz Beni Ardiansyah
583. Ustadz Ahmad Ali Rozaq
584. Ustadz Dzikrullah Azra
585. Ustadz Firmansyah Abu Fauzan
586. Ustadz Abu Yahya Tomy
587. Ustadz Mahmud Bakari
588. Ustadz Abu Hudzaifah Thohir (Alumni Darul Hadits Fiyusy Yaman)
589. Ustadz Hamdi Maspeke
590. Ustadz Nurdin Al-Fasih
591. Ustadz Ilham Kaning
592. Ustadz Abu Ja'far Khalil Gibran
593. Ustadz Fauzy Junaidi
594. Ustadz Fadhil Huwaidy
595. Ustadz Datyadikara
596. Ustadz Fahri Umar
597. Ustadz Adnan As-So'dy
598. Ustadz Galih Suarsa
599. Ustadz Salman Zulfahmi
600. Ustadz Arip Priyadi
601. Ustadz Rijal Arifin
602. Ustadz Muhammad Hazim
603. Ustadz Dedi Permadi
604. Ustadz Ade Abu Muadz
605. Ustadz Bubun Abu Syu'ban
606. Ustadz Fawwaz bin Yusuf
607. Ustadz Yudi Nurdani
608. Ustadz Ahmad Azzam Yasir
609. Ustadz Abu Isa Abdullah bin Salam
610. Ustadz Martin Mawardi
611. Ustadz Abu Sufyan Marsin
612. Ustadz Erfandoni Tarmizi
613. Ustadz Abu Ahmad Pepen Suhendra
614. Uatadz Abu Tsabitah Andi Ruswandi
615. Ustadz Daniel Utsman
616. Ustadz Asep Mulyana
617. Ustadz Muhammad Zamzami Islamy
618. Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Az-Zuhandi
619. Ustadz Abu Zubair Abul Mauludi
620. Ustadz Saleh Hasan Bajrey
621. Ustadz Abu Faiz Iyan Sopian
622. Ustadz Dede Yan Al-Fadhl
623. Ustadz Abu Umair Umar Sulaiman
624. Ustadz Abu Muhammad Ade Abdurrahman
625. Ustadz Aslam Muhsin Abidin
626. Ustadz Abu Ayyub Bangun Al-Langkati
627. Ustadz Abdullah Adangton
628. Ustadz Abu Abdirrohman Abdul Halim Asy-Syirbuny (Alumni Darul Hadits Dammaj Yaman)
629. Ustadz Daud Muttaqin
630. Ustadz Wildan Faroz
631. Ustadz Sandi Sudirman
632. Ustadz Abdurrahman Ayyub (rahimahullah)
633. Ustadz Abu Shafwan Taufiq Usman
634. Ustadz Hudzaifah bin Muhammad
635. Ustadz Fitri bin Dede
636. Ustadz Latif Muhammad
637. Ustadz Juli Dermawan (Alumni Ma'had I'dad Al-Aimmah Mekkah)
638. Ustadz Muhamad Arifin Siregar
639. Ustadz Umair Suharlan
640. Ustadz Rizki Baswedan
641. Ustadz Abu Sabila Budi Setyawan
642. Ustadz Zuhdi Amin
643. Ustadz Agus Makmun
644. Ustadz Ahmad Mustaqim
645. Ustadz Endang Sutedi
646. Ustadz Hamzah Mudzakar
647. Ustadz Abu Syarif Abdillah Hafsh
648. Ustadz Tegar Alfiyanto
649. Ustadz Arya Widaya
650. Ustadz Nursidin Hamdi
651. Ustadz Abdul Hakim Rahmatullah
652. Ustadz Abu Uwais Abdurrohim
653. Ustadz Abu Aisha Fadel Ahmad
654. Ustadz Abu Ruwaifi Saryanto
655. Ustadz Abu Abdillah Sigit Ari Wibowo
656. Ustadz Abu Zubair Faturrahman
657. Ustadz Hifni Nashif Umar
658. Ustadz Suhuf Subhan
659. Ustadz Arif Abu Abdirrahman
660. Ustadz Basuki Rahmat
661. Ustadz Nurul Zakaria
662. Ustadz Abu Muslim Bayu
663. Ustadz Winning Son Ashari
664. Ustadz Abu Ishlah
665. Ustadz Rahmat Pujianto
666. Ustadz Mochamad Taufiq bin Badri
667. Ustadz Abu Rozan Hermanto
668. Ustadz Muhammad Kholil
669. Ustadz Danang Santoso
670. Ustadz Abu Harits Al-Jawi
671. Ustadz Ade Hermadi
672. Ustadz Andik Yudiawan
673. Ustadz Hisyam Al-Katiri
674. Ustadz Fauzi Iskandar
675. Ustadz Moch. Haekal Awla
676. Ustadz Syamsidar Mahyan Su'ud (Alumni Darul Hadits Ma'rib Yaman)
677. Ustadz Abu Hafs Wendri
678. Ustadz Abu Dawud Al-Atsary
679. Ustadz Abu Shofiyah Basuni
680. Ustadz Muhammad Fauzan bin Ahmad
681. Ustadz Asmuni Abdussyakur
682. Ustadz Hedi Kurniadi
683. Ustadz Haidir Rahman
684. Ustadz Abu Hudzaifah Ath-Thalibi
685. Ustadz Rahmat Nur Hidayat
686. Ustadz Abduh Ar-Rosyad
687. Ustadz Yogi Abu Sumayyah
688. Ustadz Farhan Rahim El-Hubby
689. Ustadz Said Salamah
690. Ustadz Abu Ahmad Supiandi
691. Ustadz Mahmudi Arif Dahlan
692. Ustadz Fikri Al-Hamdi
693. Ustadz Riki Abu Ibrahim
694. Ustadz Ahmad Rusli Abu Auf
695. Ustadz Abul Abbas Khosy'in
696. Ustadz Firman Anshori
697. Ustadz Abdullah Furqon
698. Ustadz Eko Yulianto
699. Ustadz Purwanto Abu Mubarok
700. Ustadz Joni Indo Abu Farwa
701. Ustadz Fahrudin Majid
702. Ustadz Abu Abdillah Irsan
703. Ustadz Kailani Umar
704. Ustadz Abdurrahim Abu Ukasyah
705. Ustadz Muhammad Amruddin
706. Ustadz Salman Abu Saroh
707. Ustadz Abu Hammam Ahmad Izzah
708. Ustadz Anas Abu Nadiya
709. Ustadz Ghozi Abiyyi
710. Ustadz Dimas Panji
711. Ustadz Iwan Abu Al-Fatih
712. Ustadz Sutan Jefri bin Marzuki
713. Ustadz Abu Faizah Dirham
714. Ustadz Amrullah Akhadinta
715. Ustadz Mukhlis Maimun
716. Ustadz Rio Santoso
717. Ustadz Dzaki Abdullah
718. Ustadz Isnen Azhar
719. Ustadz Azwar Busyairi
720. Ustadz Azriyat
721. Ustadz Hilal Abu Naufal Al-Makassari
722. Ustadz Muhammad Wujud Arba'in
723. Ustadz Upang Bahrudin
724. Ustadz Abdurrahim Ayyub
725. Ustadz Nur Hasan Yazid
726. Ustadz Thofa Nur Cholis
727. Ustadz Sofyan Ahmad Madiu
728. Ustadz Abu Aslam Benni Mahaputra
729. Ustadz Fajril Huda
730. Ustadz Roziqien M Tahiyat
731. Ustadz Oktarizal Firza
732. Ustadz Ahmad Daniel
733. Ustadz Bambang Eka Kencana
734. Ustadz Abu Faiz Abdullah
735. Ustadz Abu Rifqi Al-Asrofi
736. Ustadz Abu Husna Afdal
737. Ustadz Reno Ardiyan
738. Ustadz Jefrizal Abu Muhammad
739. Ustadz Rayhan Ali Arifin
740. Ustadz Arsyid Shiddiq
741. Ustadz Yasir Abu Yasir
742. Ustadz Hasim Ikhwanuddin
743. Ustadz Ristiyan Ragil
744. Ustadz Abu Abdillah Imam Syarifuddin
745. Ustadz Syech Muammar
746. Ustadz Zulkhairi
747. Ustadz Anas Wahyudi Arif
748. Ustadz Abu Rayyan Abdullah Hasbi
749. Ustadz Muhammad Fauzan
750. Ustadz Abu Ashraf Muhammad Mardhatillah
751. Ustadz Abu Mu'adz Imam Maulid
752. Ustadz Umul Huruf Yuzi
753. Ustadz Abu Unaisah Miswan Rusdi
754. Ustadz Abu Hudzaifah Umar
755. Ustadz Abdul Mughni Abu Hatim
756. Ustadz Abu Faiq Urfa Furota
757. Ustadz Gufron Halimi
758. Ustadz Abu Ayman Davit Saputra
759. Ustadz Tri Fadli Wibowo
760. Ustadz Imron Abdurasyid
761. Ustadz Junaid bin Ibrahim Iha
762. Ustadz Ismail Abbas Margam
763. Ustadz Isnain La Harisi
764. Ustadz Muqorrobin Yusuf
765. Ustadz Fauzi M Noor
766. Ustadz Iwan Kurniawan
767. Ustadz Abu Abdin Naafi'
768. Ustadz Nashr Abdul Karim
769. Ustadz Abu Kayyisah
770. Ustadz Muhammad Gunawan
771. Ustadz Abdullah Banawi
772. Ustadz Abu Husein Shiddiq As-Sawy
773. Ustadz Umam Abu Dhihyah
774. Ustadz Nur Hari Abu Aminah
775. Ustadz Muhammad Azizan
776. Ustadz Subakir Ahmad
777. Ustadz Yakub Akhmadi
778. Ustadz Agus Barnianto
779. Ustadz Ahmad Faiz Asifuddin
780. Ustadz Faizal Mista
781. Ustadz Muhammad Khidir Unaaha
782. Ustadz Abu Abdillah Rikrik Aulia Rahman
783. Ustadz Muhammad Alif
784. Ustadz Wahyu Abu Ubaid
785. Ustadz Khusnul Anam
786. Ustadz Asril Ilyas
787. Ustadz Hamdi Al-Bakry
788. Ustadz Muhammad Jundi
789. Ustadz Sofian Hadi Al-Batawi
790. Ustadz Magrib Al-Farisi
791. Ustadz Abu Salim Waldi
792. Ustadz Asep Abdul Malik
793. Ustadz Rizqi Amirurrosyid
794. Ustadz Hasan Armin Akbar
795. Ustadz Lukman Syafi'i
796. Ustadz Jajang Ibnu Hajar
797. Ustadz Marwan Abu Raihana
798. Ustadz Unang Sodikin
799. Ustadz Mufy Hanif Thalib
800. Ustadz Beny Ardiansyah
801. Ustadz Abu Shofiya Muhaimin Azis
802. Ustadz Andri Yanto Syamsyudin
803. Ustadz Zaki Yamani
804. Ustadz Agil Pradana
805. Ustadz Atori Husen
806. Ustadz Ahmad Abu Fadhl
807. Ustadz Firdaus Basyir As-Subayanji
808. Ustadz Abu Yusuf Akhmad Ja'far
809. Ustadz Hafzan El-Hadi
810. Ustadz Abdullah Abu Salman
811. Ustadz Wira Mandiri Bachrun (Alumni Darul Hadits Syihr, Yaman)
812. Ustadz Tri Juli Ruslan
813. Ustadz Hanan Bahanan (Murid Syaikh Muqbil Al-Wadi'i)
814. Ustadz Zuhair Abu Hamzah
815. Ustadz Rahmat Hidayat Bachtiar
816. Ustadz Mujibullah
817. Ustadz Hudzaifah Maricar
818. Ustadz Emha Amiinullah
819. Ustadz Haris Hermawan
820. Ustadz Abul Wafa Makmur Ali
821. Ustadz Ujie Effendi
822. Ustadz Gusnu Algani
823. Ustadz Muhammad Kurnaini
824. Ustadz Habibie Hamzah
825. Ustadz Khotimin
826. Ustadz Umbu Aha
827. Ustadz Abu Sholih Harno
828. Ustadz Ibrohim Anas
829. Ustadz Dody Palalek
830. Ustadz Abu Ahnaf Al-Banjary
831. Ustadz Amirul Hadi
832. Ustadz Muhammad Irfan Nasution
833. Ustadz Rasyid Aus
834. Ustadz Abdul Aziz Al-Maidany
835. Ustadz Abu Imana
836. Ustadz Nur Alin
837. Ustadz Dzikrulloh Arza
838. Ustadz Ade Ading
839. Ustadz Hatim Abdullah
840. Ustadz Abu Saleemah
841. Ustadz Ali Muyassar Rasyid
842. Ustadz Rizky Will Ramadhan
843. Ustadz Abu Sabila Budi Setiawan
844. Ustadz Khoiri As-Salaky
845. Ustadz Adi Satria
846. Ustadz Rusmaji
847. Ustadz Abu Ubaidirrahman
848. Ustadz Akhsanuddin
849. Ustadz Rifaq Aunur Rafiq
850. Ustadz Suhardi Abu Qonita
851. Ustadz Suri Suryana Abdullah
852. Ustadz Rofi ibn Sa'ad Al-Jawy
853. Ustadz Abu Ibrohim Abdul Khaliq
854. Ustadz Abu Hanafi As-Sundawy
855. Ustadz Dadang Abu Abdillah
856. Ustadz Muhammad Rafiq Mustain
857. Ustadz Farhan Baraba
858. Ustadz Ramdana Abu Usamah
859. Ustadz Subhan Apriando
860. Ustadz Edi Susanto
861. Ustadz Muhammad Abu Rivai
862. Ustadz Muhammad Jauhary
863. Ustadz Abu Muhammad Syihabuddin Al-Atsary
864. Ustadz Abu Ahnaf Arsyad Al-Manokwary
865. Ustadz Husain Al-Auza'i
866. Ustadz Abu Fatimah Disky Berampu
867. Ustadz Abu Maudhunah Azaila'i
868. Ustadz Irfan Thoyyib
869. Ustadz Yusron Al-Haddad
870. Ustadz Khairul Umam
871. Ustadz Haidir Abdurrahman Husain
872. Ustadz Abu Usamah Herwanto
873. Ustadz Asyhari Masduki
874. Ustadz Ryan Rahman Hakim
875. Ustadz Malik Ashari
876. Ustadz Hamzah As-Sindy
877. Ustadz Harits Muhammad Arif
878. Ustadz Muhammad Rifqi Al-Kalimantani
879. Ustadz Sofyan Saladin
880. Ustadz Tega Barudin
881. Ustadz Asep Seppudin
882. Ustadz Pangadilan Harahap
Dan masih banyak lagi….

HAFIDZHAHUMULLAHU TA’ALA (Semoga Allah menjaga mereka semua). Silahkan ambil ilmu sebanyak-banyaknya dari para asatidz sunnah kita di atas, karena mereka senantiasa berada di atas manhaj di atas yang benar. Mereka saling merekomendasikan satu sama lain dan sama-sama bertujuan satu, yakni mengajarkan bagaimana beragama yang benar sesuai manhaj salafush sholih. Adapun perselisihan yang terjadi di antara mereka adalah hal yang lumrah terjadi sebagaimana para ulama juga ada yang berselisih. Mereka tidaklah didanai oleh Amerika ataupun ISIS, mereka bukanlah teroris. Mereka murni ingin mengajarkan agama dan kebaikan di tanah air kita tercinta ini. Terserahlah menyebut mereka wahabi, salafi, sesat. Akan tetapi silahkan tabayyun terlebih dahulu, silahkan lihat ceramah-ceramah mereka dengan hati yang bersih. Anda akan menilainya sendiri.

GABUNG GRUB 
👇👇👇https://www.facebook.com/groups/365025217439609/?ref=share
🔷🔷🔷🔷
https://www.facebook.com/groups/474028463145446/?ref=share
🔳🔳🔳🔳
https://www.facebook.com/groups/464589137229927/?ref=share
▪️▪️▪️▪️▪️
https://www.facebook.com/groups/464589137229927/?ref=share
▪️▪️▪️▪️▪️
https://www.facebook.com/groups/123289139608021/?ref=share

Rabu, 19 Mei 2021

SYARAT KREDIT BIAR TIDAK RIBA

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

SYARAT KREDIT BIAR TIDAK  RIBA

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyatakan bagaimana agar kredit tidak jadi riba, ada syarat yang mesti dipenuhi yaitu:

1️⃣ Bank harus memiliki kendaraan supaya tidak kena larangan menjual barang yang tidak dimiliki;

2️⃣ Tidak ada tambahan dari kredit, misal setiap tahun ada tambahan 5% terpisah dari harga kendaraan karena konsekuensi dari kredit;

3️⃣ Tidak ada denda jika terjadi keterlambatan pembayaran.

* Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid status twitter @almonajjid

 
Dalam buku kami, Taubat dari Utang Riba dan Solusinya, ada bahasan yang kami cantumkan mengenai syarat jual beli kredit:

1️⃣ Akadnya tidak dimaksudkan untuk melegalkan riba, seperti dalam jual-beli ‘inah.

2️⃣ Barang terlebih dahulu dimiliki penjual sebelum akad jual-beli kredit dilangsungkan. Pihak jasa kredit tidak boleh lebih dahulu melangsungkan akad jual-beli kredit motor dengan konsumennya, kemudian baru setelah ia melakukan akad jual-beli dengan dealer(memesan motor dan membayarnya), lalu menyerahkannya kepada pembeli.

3️⃣ Pihak penjual kredit tidak boleh menjual barang yang “telah dibeli tetapi belum diterima dan belum berada di tangannya” kepada konsumen.

4️⃣ Barang yang dijual bukan merupakan emas, perak, atau mata uang. Tidak boleh menjual emas dengan kredit karena termasuk dalam riba jual beli (riba buyu’)

5️⃣ Barang yang dijual secara kredit harus diterima pembeli secara langsung saat akad terjadi. Transaksi jual-beli kredit tidak boleh dilakukan dilakukan hari ini dan barang diterima pada keesokan harinya, karena nanti termasuk jual beli utang dengan utang yang diharamkan

6️⃣ Pada saat transaksi dibuat, beberapa hal harus ditetapkan dengan jelas: 
(1) satu harga yang akan digunakan, 
(2) besarnya angsuran, 
(3) serta jangka waktu pembayaran.

7️⃣ Akad jual beli kredit harus tegas. Akad tidak boleh dibuat dengan cara beli sewa (leasing).

8️⃣ Tidak boleh ada persyaratan kewajiban membayar denda atau harga barang menjadi bertambah, jika pembeli terlambat membayar angsuran karena ini adalah bentuk riba yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Harta Haram Muamalat Kontemporer, hlm. 385-386; Masail Mu’ashirah mimma Ta’ummu bihi Al-Balwa, hlm. 83-84.)

Follow channel telegram: https://t.me/NasihatRumaysho

  Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Sumber https://rumaysho.com/20455-syarat-kredit-biar-tidak-riba.html

HUKUM KREDIT RUMAH KPR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

🏘️HUKUM KREDIT RUMAH KPR

Kita tahu kebutuhan akan rumah sangat ini begitu urgent. Ada yang menempuh jalan menunggu uangnya terkumpul dalam waktu lama barulah memiliki rumah. Dan ada yang ingin segera dapat rumah lewat cara kredit. Salah satu cara yang ditempuh adalah kredit KPR. Bagaimana hukum kredit rumah KPR tersebut?

Berutang Memang Tidak Masalah Ketika Tidak Merasa Sulit
Dari Ummul Mukminin Maimunah,

كَانَتْ تَدَّانُ دَيْنًا فَقَالَ لَهَا بَعْضُ أَهْلِهَا لاَ تَفْعَلِى وَأَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهَا قَالَتْ بَلَى إِنِّى سَمِعْتُ نَبِيِّى وَخَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ  مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا

Dulu Maimunah ingin berhutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no. 2408 dan An Nasai no. 4690. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dari hadits ini ada pelajaran yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berhutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya. Perhatikanlah perkataan Maimunah di atas.

Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ

“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Sedangkan ada dalil yang menegaskan tentang bahaya berutang, di antaranya adalah do’a Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat yang meminta perlindungan pada Allah dari sulitnya utang.

Dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ  .

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di dalam shalat: Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak hutang).” Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan dari hutang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Jika orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).

Kata Ibnu Hajar, dalam Hasyiyah Ibnul Munir disebutkan bahwa hadits meminta perlindungan dari utang tidaklah bertolak belakang dengan hadits yang membicarakan tentang bolehnya berutang. Sedangkan yang dimaksud dengan meminta perlindungan adalah dari kesusahan saat berutang. Namun jika yang berutang itu mudah melunasinya, maka ia berarti telah dilindungi oleh Allah dari kesulitan dan ia pun melakukan sesuatu yang sifatnya boleh (mubah). Lihat Fathul Bari, 5: 61.

Berutanglah dengan Jalan yang Benar
Jika berutang dibolehkan saat mudah untuk melunasinya, bukan berarti kita asal-asalan saja dalam berutang dan di antara bentuknya adalah mengambil kredit. Karena jika di dalam utang dipersyaratkan mesti dilebihkan saat pengembelian, maka itu adalah riba dan hukumnya haram.

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ

“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)

Kemudian Ibnu Qudamah membawakan perkataan berikut ini,

“Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka tambahan tersebut adalah riba.”

Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Abbas bahwasanya mereka melarang dari utang piutang yang ditarik keuntungan karena utang piutang adalah bersifat sosial dan ingin cari pahala. Jika di dalamnya disengaja mencari keuntungan, maka sudah keluar dari konteks tujuannya. Tambahan tersebut bisa jadi tambahan dana atau manfaat.” Lihat Al Mughni, 6: 436.

Nyata dalam Kredit KPR
Kenyataan yang terjadi dalam kredit KPR adalah pihak bank meminjamkan uang kepada nasabah dan ingin dikembalikan lebih. Jadi realitanya, bukanlah transaksi jual beli rumah karena pihak bank sama sekali belum memiliki rumah tersebut. Yang terjadi dalam transaksi KPR adalah meminjamkan uang dan di dalamnya ada tambahan dan ini nyata-nyata riba. Itu sudah jelas. Kita sepakat bahwa hukum riba adalah haram.

Penyetor Riba Terkena Laknat
Bukan hanya pemakan riba (rentenir) saja yang terkena celaan. Penyetor riba yaitu nasabah yang meminjam pun tak lepas dari celaan. Ada hadits dalam Shahih Muslim, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).

Mengapa sampai penyetor riba pun terkena laknat? Karena mereka telah menolong dalam kebatilan. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits di atas bisa disimpulkan mengenai haramnya saling menolong dalam kebatilan.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 23).

Sehingga jika demikian sudah sepantasnya penyetor riba bertaubat dan bertekad kuat untuk segera melunasi utangnya.

Sudah Seharusnya Menghindari Riba
Jika telah jelas bahwa riba itu haram dan kita dilarang turut serta dalam transaksi riba termasuk pula menjadi peminjam, maka sudah sepantasnya kita sebagai seorang muslim mencari jalan yang halal untuk memenuhi kebutuhan primer kita termasuk dalam hal papan. Memiliki rumah dengan kredit KPR bukanlah darurat. Karena kita masih ada banyak cara halal yang bisa ditempuh dengan tinggal di rumah beratap melalui rumah kontrakan, sembari belajar untuk “nyicil” sehingga bisa tinggal di rumah sendiri. Atau pintar-pintarlah menghemat pengeluaran sehingga dapat membangun rumah perlahan-lahan dari mulai membeli tanah sampai mendirikan bangunan yang layak huni. Ingatlah sabda Rasul,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

“Sesunggunya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan mengganti bagimu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Siapa saja yang menempuh jalan yang halal, pasti Allah akan selalu beri yang terbaik. Yang mau bersabar dengan menempuh cara yang halal, tentu Allah akan mudahkan. Yo sabar … Yakin dan terus yakinlah!

Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:
Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Hambali, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan tahun 1432 H.

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

Artikel Rumaysho.Com

Sumber https://rumaysho.com/3610-hukum-kredit-rumah-kpr.html

Selasa, 18 Mei 2021

PILIH ADAT ATAU SYARI'AT ??

🖊️ ﷽

 PILIH ADAT ATAU SYARI'AT ??

TAHLILAN KEMATIAN BISA MENYEBABKAN MAYIT DI ADZAB DALAM KUBUR

Tahlilan Kematian >> Acara Haram ala Jahiliah yang Bisa Menyebabkan Siksa Kubur Mayit.

Memang sulit utk meninggalkan sesuatu hal yg telah menjadi adat dan dianggap suatu kebenaran. Namun bgmn jika anda salah dan dalil yg benar.. anda menempatkan si mayit dlm resiko yg amat menakutkan. 

Perlu anda ketahui bhw Nabi, putra putri Nabi, istri-istri Nabi, puluhan ribu sahabat Nabi, mereka semua telah meninggal dunia, dan TIDAK ADA SATUPUN YG DITAHLILKAN KEMATIAN. 

Lalu darimana acara ini bisa dianggap syariat Islam? Ini adalah ACARA HARAM ALA KAUM JAHILIAH yg dibuat nampak Islami dg menyelipkan bacaan Quran, zikir, dan doa. Mereka tidak tahu bhw mayit akan terancam adzab kubur krn tindakan ini.

Padahal jika niat anda baik, maka anda bisa mendoakan sang mayit dimanapun anda berada, bersama keluarga atau tmn anda, tdk hrs berkumpul kumpul di tempat mayit setelah ditanam.

✓ Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya mayit itu akan diadzab karena ratapan keluarganya.” 

[Muttafaqun ‘alaih (diriwayatkan Bukhari dan Muslim).]

~ Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim:

الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ

“Mayit itu akan diadzab di kuburnya dengan sebab ratapan atasnya.” 

--------------------------
>> LALU APA HUBUNGANNYA DG TAHLILAN KEMATIAN ??

✓ Telah diriwayatkan bahwasannya Jarir radhiyallahu'anhu pernah bertamu kepada Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu. 

Lalu Umar bertanya,."Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak !" Umar bertanya lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, "Itulah ratapan !" 

[Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki )]

✓ Hadits berikutnya:

عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ 

Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : "Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian niyahah (meratap)"

[HR. Ibnu Majah (No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204)]

TAHLILAN KEMATIAN KAN MADZHAB SYAFI'IY !!?

Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di ktabnya ‘Al-Um” (I/318).

“Aku benci al ma’tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan”

Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita’wil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?”

Acara Tahlilan Kematian:

1. Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit setelah mayit dikuburkan
2. Melakukan doa bersama, bacaan Quran, dan zikir-zikir
3. Menyediakan/membuat/menyuguhkan makanan

✓ Jika No. 1 dilakukan maka itu adalah termasuk dari definisi ratapan serta meniru-niru perbuatan jahiliah. (Lihat hadits Jarir dan Umar di atas.)

✓ Jika No.2 juga dilakukan, maka bertambahlah keharamannya karena selain meniru perilaku jahiliah, ditambah lagi perbuatan bid'ah yg mungkar 

[Keputusan Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926. Buku “Masalah Keagamaan” Hasil Muktamar/ Munas Ulama NU ke I s/d XXX (yang terdiri dari 430 masalah) oleh KH. A. Aziz Masyhuri ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengasuh Ponpes Al Aziziyyah Denanyar Jombang. Kata Pengantar Menteri Agama Republik Indonesia : H. Maftuh Basuni.]

✓ Jika No. 3 juga dilakukan, maka selain meniru perbuatan jahiliah dan berbuat bidah, juga membebani ahlimayit (keluarga mayit) yg sedang bersedih (walaupun ahli mayit tidak berkeberatan) dan ini menyelisihi sunnah Nabi yg menganjurkan menghadiahkan makanan kepada ahli mayit.

------------------------
BER-ALASAN KITAB KUNING

Kitab kuning itu adalah sebuah kitab yang kebetulan dicetak di atas kertas warna kuning, itu adalah sebuah kitab karya Al Imam Al Ghazaali berjudul ihya ulumuddin.. dan TIDAK ADA ANJURAN TAHLILAN DI DALAM KITAB KUNING !

Bahkan Al Imam Al Ghazaali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi’i (I/79),  berkata "Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit (diserahkan saat takziyah)”

FATWA PARA ULAMA ISLAM DAN IJMA’ MEREKA DALAM MASALAH TAHLILAN KEMATIAN / AL MA'TAM

1. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di ktabnya ‘Al-Um” (I/318).

“Aku benci al ma’tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan”

Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita’wil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai Tahlilan ?”

2. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman 496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) :

“Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yang dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyyah.

Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?” Jawab Jarir, ” Tidak !” Umar bertanya lagi, ” Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan ? Jawab Jarir, ” Ya !” Berkata Umar, ” Itulah ratapan !”

3. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya : Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) :

“Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad) atas tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana mereka berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari meratap dan dia itu (jelas) haram.

Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit dengan alasan ta’ziyah /melayat sebagaimana dikerjakan orang sekarang ini.

Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) dengan alasan untuk ta’ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi’i dan pengarang kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya (perbuatan tersebut)……..

Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, ” Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab : “Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk ta’ziyah. Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah ” Bid’ah.”

Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya atas hadits Jarir menegaskan : “Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan alasan ta’ziyah dan mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bid’ah ini mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer supaya orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. 

Semuanya itu adalah HARAM menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari para shahabat dan tabi’in dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari Imam-imam Agama (kita).

Kita memohon kepada Allah keselamatan !”

4. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab (5/319-320) telah menjelaskan tentang bid’ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun beliau tegaskan di kitab beliau “Raudlotuth Tholibin (2/145).

5. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab : “Tidak disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Ta’ziyah karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah ”Bid’ah “

Dan Imam Nawawi menyetujuinya bahwa perbatan tersebut bid’ah. [Baca ; Al-Majmu’ syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306]

6. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142) dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah ” Bid’ah Yang Jelek”. Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan shahih.

7. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma’aad (I/527-528) menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk ta’ziyah dan membacakan Qur’an untuk mayit adalah ” Bid’ah ” yang tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

8. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwa hal tersebut Menyalahi Sunnah.

9. Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549) : “Adapaun ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan Bid’ah yang tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang jahiliyyah”.

10. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : ” Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta’ziyah.” [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]

11. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ” Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuat makanan untuk para penta’ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain.” [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]

WASIAT WALI SONGO - TAHLILAN KEMATIAN

Para wali saat itu berselisih tentang TAHLILAN KEMATIAN / SELAMETAN KEMATIAN yg mmg mereka pahami sebagai bid'ah dalam agama. Sunan Kalijaga dg metodenya agar dakwah Islam masuk ke masyarakat berpendapat agar tradisi Hindu jangan dulu langsung diberangus, krn pengaruhnya masih sgt kuat pada masa itu.

Saat Sunan Ampel memperingatkan tentang hal tersebut, Sunan Kalijaga menjawab,

 “BIARLAH NANTI GENERASI SETELAH KITA KETIKA ISLAM TELAH TERTANAM DI HATI MASYARAKAT YANG AKAN MENGHILANGKAN BUDAYA TAHLILAN ITU”.

[Kitab Sunan Bonang, Museum Leiden, Belanda, ahli bahasa Jawa Kuno: Dr. Bjo Schrieke, Dr. Jgh Gunning, Dr. Da Rinkers.]

>> Ini adalah wasiat yg menjadi PR bagi siapapun yg mau meneruskan perjuangan wali songo.

>>  sekarang ini pengaruh hindu sudah sgt lemah, saatnya ajaran Islam ini dimurnikan, saatnya mewujudkan wasiat walisongo bahwa saat pengaruh hindu telah lemah, acara tahlilan kematian akan dimusnahkan dan kembali kepada kemurnian ajaran Islam.

>> Mari menjadi generasi yang mensukseskan misi walisongo, saatnya murnikan ajaran Islam di Nusantara.

DALIL AL-QUR'AN

Al Quran menyuruh anda mengikuti Rasulullah dalam beribadah dan bermuamalah..

✓ Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“. (QS. Alu Imron: 31).

Nabi tidak mengadakan tahlilan, maka ikutilah Nabi.

✓ Mengerjakan hal yg tidak diperintahkan syariat adalah perbuatan org Yahudi.. kita dilarang meniru mereka..

Allah Ta’ala berfirman:

{فَبَدَّلَ الَّذِينَ ظَلَمُوا قَوْلًا غَيْرَ الَّذِي قِيلَ لَهُمْ فَأَنْزَلْنَا عَلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ} [البقرة:59]

“Lalu orang-orang yang lalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang lalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik” (QS. Al Baqarah: 59)

Allah tidak pernah menurunkan syariat tahlilan kematian.. maka janganlah anda mengerjakannya.

---------------------

>> Tinggalkanlah adat tahlilan kematian jika anda memang sayang pada sang mayit. Demi Allah tahlilan kematian bukan bagian dari syariat Islam, malah bisa jadi penyebab penderitaan di dalam kubur bagi sang mayit.

#Islam_Rasa_Hindu
#Pilih_adat_atau_syariat

Share sebanyaknya, ikutlah berpartisipasi menjadikan #IndonesiaNegeriSunnah

⬇️⬇️⬇️
gabung grup: 👇👇

https://www.facebook.com/groups/469395414097100/
-------------------------------------
https://www.facebook.com/groups/490713648908381/
-------------------------------------
https://www.facebook.com/groups/432445027954023/
-------------------------------------
https://www.facebook.com/groups/3943369432392833/
-------------------------------------
https://www.facebook.com/groups/441770847158385/
-------------------------------------
https://www.facebook.com/groups/749776852589383/

Senin, 17 Mei 2021

JANGAN SALAH MEMAHAMI TENTANG APLOUD FOTO WALAU DENGAN MAHROM

📚🖋️﷽ 

🍂 JANGAN SALAH  MEMAHAMI TENTANG APLOUD FOTO WALAU DENGAN MAHROM

Namun sebagian wanita Muslimah salah kaprah terhadap larangan meng-upload foto, sehingga mereka beranggapan:

* Tidak apa-apa upload foto, jika berfoto bersama suami
* Tidak apa-apa upload foto, jika berfoto bersama keluarga
* Tidak apa-apa upload foto, jika berfoto bersama teman-teman
* Tidak apa-apa upload foto, jika ketika berfoto menggunakan jilbab
* Tidak apa-apa upload foto, jika maksudnya untuk berjualan jilbab yang dipakainya
Dan semacamnya.

Padahal dalam keadaan-keadaan tersebut di atas, faktor “dapat menimbulkan fitnah” tetap ada.
Sehingga illah (alasan) pelarangan tersebut masih ada.
Kaidah fikih mengatakan:

الحكم يدور مع علته وجودا أو عدما

“Hukum itu mengikuti illah-nya, kalau illah-nya ada maka hukumnya ada, kalau illah-nya tidak ada maka tidak ada”.

Maka selama foto wanita itu bisa beresiko menyebabkan fitnah, terlarang untuk meng-upload-nya.

Wanita yang berfoto bersama suaminya apakah tidak mungkin menimbulkan fitnah kepada lelaki lain?
Tentu saja sangat mungkin.
Bukankah Zulaikha ketika membuat Nabi Yusuf ‘alaihissalam tergoda ketika itu sudah bersuami?
Namun Allah beri hidayah kepada Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari zina.
Allah sebutkan kisahnya dalam Al Qur’an:

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ ‏كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Sesungguhnya wanita itu (Zulaikha) telah bermaksud (melakukan perbuatan zina) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukannya pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”
(QS. Yusuf: 24).

Dan betapa banyak lelaki yang kasmaran kepada istri orang lain walaupun tahu wanita tersebut sudah bersuami?!
Allahul musta’an.

Wanita yang berfoto dalam keadaan memakai jilbab apakah tidak mungkin menimbulkan fitnah?
Tentu saja sangat mungkin. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika bersabda:

ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ

“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita”
(HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740).

Apakah ketika itu para Muslimah mayoritasnya membuka aurat?
Justru ketika itu mereka menutup aurat mereka dengan sempurna, namun Nabi katakan bahwa mereka adalah fitnah terbesar.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

المرأة عورة ، فإذا خرجت استشرفها الشيطان

“Wanita adalah aurat. Jika ia keluar, setan memperindahnya”
(HR. At Tirmidzi no. 1173, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Maka walaupun seorang wanita memakai jilbab, setan akan membuatnya nampak indah dan menggiurkan di mata para lelaki.

Demikian juga, apakah karena berjualan jilbab menjadikan seseorang boleh membuka pintu fitnah bagi para lelaki?
Apakah demi berjualan boleh menghalalkan segala cara?
Tentu saja tidak.
Tidak terlarang berjualan jilbab, bahkan ini baik jika diniatkan untuk menyediakan jilbab bagi para Muslimah yang ingin berhijab.
Namun tentu tidak menggunakan cara-cara yang melanggar syariat.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا تكونوا عون الشيطان على أخيكم

“Janganlah kalian menjadi penolong setan untuk menggoda saudara kalian”
(HR. Bukhari no.6781).

Maka kami menasehatkan kepada kaum Muslimin secara umum, khususnya kepada para wanita Muslimah untuk menghapus foto-foto mereka dari dunia maya, agar tidak menjadi dosa jariyah bagi mereka karena telah menimbulkan fitnah bagi para lelaki.

Semoga Allah memberi hidayah kepada kami dan para akhawat fillah, semoga kita istiqamah dan kelak bertemu di-Jannah-Nya.

By ustadz Yulian Purnama

muslim.or.id

HUKUM PAMER KENIKMATAN ???

Diantaranya, firman Allah yang menceritakan kondisi Qarun bersama masyarakatnya.
Qarun sangat bangga dengan harta yang dia miliki.
Hingga masyarakatnya yang taat menasehati Qarun,

إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآَتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

“Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa[1138], maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.
(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”
(QS. al-Qashas: 76)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah membenci orang yang bangga dengan dunianya.

Di ayat yang lain, Allah berfirman,

وَفَرِحُواْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مَتَاعٌ

Mereka bersikap bangga terhadap kehidupan dunia. Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).
(QS. ar-Ra’du: 26).

Dalam tafsir as-Sa’di dinyatakan,

أي: لا تفرح بهذه الدنيا العظيمة، وتفتخر بها، وتلهيك عن الآخرة، فإن اللّه لا يحب الفرحين بها

Artinya, janganlah kamu merasa sombong dengan duniamu yang banyak, bangga dengannya, sementara itu melalaikanmu dari akhirat.
Karena Allah tidak menyukai orang yang bangga dengan dunia.
(Tafsir as-Sa’di, hlm. 623).

Ada banyak fenomena yang menunjukkan kebanggaan seseorang terhadap dunia. Diantaranya pamer dunia atau harta yang dia miliki.
Termasuk berfoto atau selfie dengan kekayaan dunia, seperti orang yang berfoto dengan mobil barunya.
Atau menunjukkan jabatannya, seperti mereka yang berpose dengan semua atribut jabatan kebanggaannya.
Bukan untuk data, bukan untuk kebutuhan, tapi untuk cari perhatian orang lain…

Selanjutnya, anda bisa menimbang, apakah pamer kopi di grup WA, atau di medsos lainnya, termasuk dalam kategori pamer dunia ataukah tidak?

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
(Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Reposted from SSC

#selfreminder

Minggu, 16 Mei 2021

5 TIPS RUMAH TANGGA BAHAGIA

5 TIPS RUMAH TANGGA BAHAGIA

Ingin rumah tangga bahagia? Coba jalankan 5 tips yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai berikut.

1- Membina Rumah Tangga dengan Agama

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At- Tahrim: 6)

Adh-Dhahak dan Maqatil mengenai ayat di atas,

حَقُّ عَلَى المسْلِمِ أَنْ يُعَلِّمَ أَهْلَهُ، مِنْ قُرَابَتِهِ وَإِمَائِهِ وَعَبِيْدِهِ، مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيْهِمْ، وَمَا نَهَاهُمُ اللهُ عَنْهُ

“Menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengajari keluarganya, termasuk kerabat, sampai pada hamba sahaya laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (HR. Ath-Thabari, dengan sanad shahih dari jalur Said bin Abi ‘Urubah, dari Qatadah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 321)

Kepala rumah tangga yang baik mengajak anaknya untuk shalat sebagaimana yang suri tauladan kita perintahkan,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ

“Perhatikanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka.” (HR. Abu Daud, no. 495; Ahmad, 2: 180. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Coba perhatikan nikmatnya jika rumah tangganya dibina dengan agama. Sungguh nikmat dan seuju. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyuruh suami-istri untuk shalat malam bareng,

رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ، وَرَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud, no. 1450; An-Nasa’i, no. 1611. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

2- Istri Taat Pada Suami

Rumah tangga akan berbahagia, jika istri itu taat pada suami. Karena istri seperti inilah yang akan menyenangkan hati suami,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An-Nasai, no. 3231; Ahmad, 2: 251. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Bahkan istri yang seperti inilah yang akan dapat jaminan masuk surga lewat pintu surga mana saja yang ia mau. Disebutkan dalam hadits,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad, 1: 191; Ibnu Hibban, 9: 471. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

3- Punya Banyak Anak

Karena makin banyak anak, makin banyak yang mendo’akan. Namun dituntut anak tersebut adalah anak yang shalih.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau doa anak yang shalih.” (HR. Muslim no. 1631).

Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata, “Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.”

Kemudian ia mendatangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.

Sampai ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketiga kalinya, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَم

“Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

4- Menafkahi dengan Cukup

Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ

“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud, no. 2142. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Hindun binti ‘Utbah, istri dari Abu Sufyan, telah datang berjumpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan itu orang yang sangat pelit. Ia tidak memberi kepadaku nafkah yang mencukupi dan mencukupi anak-anakku sehingga membuatku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah berdosa jika aku melakukan seperti itu?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِى بَنِيكِ

“Ambillah dari hartanya apa yang mencukupi anak-anakmu dengan cara yang patut.” (HR. Bukhari, no. 5364; Muslim, no. 1714)

5- Tidak Mudah-Mudahan Minta Cerai

Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

“Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR. Abu Daud, no. 2226; Tirmidzi, no. 1187; Ibnu Majah, no. 2055. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Ingat pula kata Ibnu Taimiyah,

وَالدَّوَامُ أَقْوَى مِنْ الِابْتِدَاءِ

“Meneruskan lebih kuat daripada memulai.” (Majmu’ Al-Fatawa, 32: 148)

Yang jelas, jika ingin mewujudkan rumah tangga bahagia, berjalanlah di atas sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semoga bermanfaat.
@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul

Malam 23 Dzulhijjah 1437 H saat hujan penuh berkah turun

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

sumber: https://rumaysho.com/14407-5-tips-rumah-tangga-bahagia.html