Jumat, 30 April 2021

24 JAM DI BULAN ROMADHON

🌙〰 🌃 *24 JAM DIBULAN RAMADHAN* 🌒🌙




Apa saja aktivitas penting di bulan Ramadhan untuk kita jaga?


1- Bangun tidur dan segera berwudhu, tujuannya agar terlepas dari ikatan setan.


2- Lakukan shalat tahajud walaupun hanya dua rakaat. Lalu menutup dengan shalat witir jika belum melakukan shalat witir ketika shalat tarawih.

3- Setelah shalat, berdoa sesuai dengan hajat yang diinginkan karena sepertiga malam terakhir (waktu sahur) adalah waktu terkabulnya doa.

4- Melakukan persiapan untuk makan sahur lalu menyantapnya. Ingatlah, dalam makan sahur terdapat keberkahan.

5- Waktu makan sahur berakhir ketika azan Shubuh berkumandang (masuknya fajar Shubuh).

6- Sambil menunggu Shubuh, perbanyak istighfar dan sempatkan membaca Al-Qur’an.

7- Bagi yang berada dalam keadaan junub, maka segera mandi wajib. Namun masih dibolehkan masuk waktu Shubuh dalam keadaan junub dan tetap berpuasa. Termasuk juga masih boleh masuk waktu Shubuh belum mandi suci dari haid.

8- Wajib bagi yang berpuasa menahan diri dari makan dan minum serta pembatal puasa lainnya mulai dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelamnya matahari.

9- Ketika mendengar azan Shubuh lakukanlah lima amalan berikut.

mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muazin.
bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendengar azan: ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALA MUHAMMAD atau membaca shalawat ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud.
minta pada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: ALLAHUMMA ROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO-IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDA ALLADZI WA ‘ADTAH.
lalu membaca: ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH WA ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUH, RADHITU BILLAHI ROBBAA WA BI MUHAMMADIN ROSULAA WA BIL ISLAMI DIINAA, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.
memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa’ Al-Afham, hlm. 329-331)
10- Melaksanakan shalat Sunnah Fajar sebanyak dua raka’at.

11- Melaksanakan shalat Shubuh berjamaah di masjid bagi laki-laki dan berusaha mendapatkan takbir pertama bersama imam di masjid. Sedangkan shalat terbaik bagi wanita adalah di rumah, bahkan di dalam kamarnya.

12- Setelah melaksanakan shalat sunnah, menyibukkan diri dengan berdoa dan membaca Al-Qur’an. Ingat bahwa doa antara azan dan iqamah adalah doa yang terkabul.

13- Setelah shalat Shubuh berdiam di masjid untuk berdzikir seperti membaca dzikir pagi-petang, membaca Al-Qur’an dengan tujuan mengkhatamkannya dalam sebulan, atau mendengarkan majelis ilmu hingga matahari meninggi (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit). Ketika matahari meninggi tadi, lalu melaksanakan shalat isyraq dua raka’at yang dijanjikan pahalanya haji dan umrah yang sempurna.

14- Sejak fajar menjalankan rukun dan tidak melakukan pembatal-pembatal puasa.

15- Saat puasa, meninggalkan hal-hal yang diharamkan yaitu berdusta, ghibah, namimah (adu domba), memandang wanita yang tidak halal, dan mendengarkan musik.

16- Melakukan shalat Dhuha minimal dua raka’at.

17- Memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan.

18- Memperbanyak membaca Al-Quran, bahkan berusaha mengkhatamkannya di bulan Ramadhan.

19- Tetap beraktivitas dan bekerja seperti biasa. Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan dengan tangan sendiri.

20- Menjelang Zhuhur menyempatkan untuk tidur siang walau sesaat. Tidur seperti ini disebut qoilulah.

21- Ketika azan Zhuhur, melakukan lima amalan ketika mendengar azan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

22- Melakukan shalat rawatib Zhuhur dan shalat Zhuhur berjamaah (bagi laki-laki) dan bagi wanita lebih baik shalat di rumah. Shalat rawatib berusaha dirutinkan 12 raka’at dalam sehari.

23- Menyiapkan makan berbuka puasa. Suami berusaha membantu pekerjaan istri di rumah.

24- Melaksanakan shalat sunnah qabliyah Ashar dua atau empat rakaat.

25- Dilarang melakukan shalat Sunnah setelah Shalat ‘Ashar.

26- Mempersiapkan makanan buka puasa untuk orang-orang yang akan berbuka di masjid-masjid terdekat. Atau bisa menjadi panitia pengurusan buka puasa di masjid.

27- Bermajelis menjelang berbuka.

28- Sibukkan diri dengan doa ketika menunggu berbuka.

29- Memenuhi adab-adab berbuka dan adab-adab makan saat berbuka:

Menyegerakan berbuka puasa
Berbuka dengan ruthab, tamer atau seteguk air
Sebelum makan berbuka, ucapkanlah ‘bismillah’ agar bertambah berkah
Berdoa ketika berbuka “‘DZAHABAZH ZHOMA-U WABTALLATIL ‘URUUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”
Memanfaatkan waktu berbuka puasa untuk berdoa
Memberi makan pada yang berbuka puasa
Mendoakan orang yang beri makan berbuka
Minum dengan tiga nafas dan membaca ‘BISMILLAH’
Berdoa sesudah makan dengan minimal membaca ‘ALHAMDULILLAH’
30- Menjawab azan yang masih berkumandang, lalu berdoa setelahnya.

31- Menunaikan shalat Maghrib berjamaah di masjid bagi laki-laki, kemudian mengerjakan shalat sunnah rawatib ba’diyah Maghrib.

32- Membaca dzikir petang.

33- Makan hidangan berbuka puasa, bersama dengan keluarga dengan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya.

34- Mempersiapkan shalat Isya dan Tarawih dengan berwudhu, memakai wewangian (bagi pria), dan berjalan ke masjid.

35- Menjawab muadzin, melaksanakan shalat Isya berjamaah di masjid, dan melakukan shalat sunnah rawatib ba’diyah Isya.

36- Melaksanakan shalat tarawih berjama’ah dengan sempurna di masjid, dan inilah salah satu keistimewaan Ramadhan. Banyak hadits yang menerangkan keutamaannya, di antaranya, “Siapa yang melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah niscaya dosa-dosanya yang lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)

37- Tidak pergi hingga imam selesai agar dituliskan pahala shalat semalam suntuk, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila seseorang shalat Tarawih bersama imam hingga imam selesai, maka dianggap (dicatat) melakukan shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Daud)

38- Membaca doa setelah shalat Witir.

39- Melakukan tadarus Al-Qur’an.

40- Jika tidak ada keperluan mendesak di malam hari, tidur lebih awal agar bisa bangun di sepertiga malam terakhir. Tidak begadang kecuali jika ada kepentingan mendesak.

 

Catatan Membaca Al-Qur’an
1- Waktu-waktu yang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan berbeda-beda untuk setiap orang. Namun secara umum dianjurkan pada waktu-waktu berikut ini: (1) antara azan dan iqamah untuk shalat fardhu, (2) setelah setiap selesai shalat fardhu, (3) menjelang berbuka puasa, (4) waktu sahur, (5) waktu-waktu senggang di sela-sela pekerjaaan atau belajar mengajar, atau ketika menunggu sesuatu, ketika menyetir (bagi yang hafal), bahkan ketika kita berhenti menunggu lampu hijau.

2- Kemampuan dan kekuatan setiap orang berbeda-beda. Ada yang mampu tamat sekali dalam sebulan, dua kali, tiga kali, atau lebih dari itu.

3- Alangkah baiknya apabila selain membanyakkan membaca Al-Qur’an, juga disertai dengan menghafalkan beberapa juz darinya selama bulan Ramadhan.

4- Berikut ini tabel yang dapat membantu program menamatkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.

 

Jumlah tamatan Al-Qur’an Waktu yang tersedia dan kadar bacaan Al-Qur’an
Antara azan dan iqamah Waktu Sahur Waktu Luang
Shubuh Ashar
Satu kali 5 hal 5 hal 5 hal 5 hal
Dua kali 10 hal 10 hal 10 hal 10 hal
Tiga kali 15 hal 15 hal 15 hal 15 hal
 

Semoga bermanfaat, moga menjadikan Ramadhan kita penuh berkah.




🌐 Sumber *Artikel* : https://rumaysho.com/17503-24-jam-di-bulan-ramadhan.html



☕ Silahkan disebarkan, mudah2an anda mendapatkan bagian dari pahalanya ☕
Barakallah fikum.  
                                         


✒ Ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc حفظه الله تعالى  




▪┈┈◈❂◉❖ ° ❖◉❂◈┈┈▪

Minggu, 11 April 2021

AKU INGIN BERTAUBAT, TETAPI DOSA KU TERLALU BANYAK

AKU INGIN BERTAUBAT, TETAPI DOSA KU TERLALU BANYAK 

“Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah Allah mengampuni dosa-dosaku?!” 

Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat Allah, cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.

Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa

Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,أنّ نَبِيَّ الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وتِسْعينَ نَفْساً ، فَسَأَلَ عَنْ أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ ، فَأَتَاهُ . فقال : إنَّهُ قَتَلَ تِسعَةً وتِسْعِينَ نَفْساً فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ ؟ فقالَ : لا ، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ . فقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ مِئَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فقالَ : نَعَمْ ، ومَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ بِهَا أُناساً يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ ، ولاَ تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ . فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ : جَاءَ تَائِباً ، مُقْبِلاً بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى ، وقالتْ مَلائِكَةُ العَذَابِ : إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيراً قَطُّ ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ 
– أيْ حَكَماً – فقالَ : قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ أدنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ ، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ الرَّحمةِ )) مُتَّفَقٌ عليه .

“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya. 

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.” 
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat.”1

Beberapa Faedah Hadits

Pertama: Luasnya ampunan Allah

Hadits ini menunjukkan luasnya ampunan Allah. Hal ini dikuatkan dengan hadits lainnya,حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً » 

Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”2

Kedua: Allah akan mengampuni setiap dosa meskipun dosa besar selama mau bertaubat

Selain faedah dari hadits ini, kita juga dapat melihat pada firman Allah Ta’ala,قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53). Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”3

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”4

Ketiga: Janganlah membuat seseorang putus asa dari rahmat Allah

Ketika menjelaskan surat Az Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas mengatakan, “Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat.”5

Keempat: Seseorang yang melakukan dosa beberapa kali dan ia bertaubat, Allah pun akan mengampuninya

Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits lainnya, dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ

“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”6 An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.

An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.”7 
Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini …

Kelima: Diterimanya taubat seorang pembunuh

An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ini adalah madzhbab para ulama dan mereka pun berijma’ (bersepakat) bahwa taubat seorang yang membunuh dengan sengaja, itu sah. Para ulama tersebut tidak berselisih pendapat kecuali Ibnu ‘Abbas. Adapun beberapa perkataan yang dinukil dari sebagian salaf yang menyatakan taubatnya tidak diterima, itu hanyalah perkataan dalam maksud mewanti-wanti besarnya dosa membunuh dengan sengaja. Mereka tidak memaksudkan bahwa taubatnya tidak sah.”8

Keenam: Orang yang bertaubat hendaknya berhijrah dari lingkungan yang jelek

An Nawawi mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan orang yang ingin bertaubat dianjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.”9

Ketujuh: Memperkuat taubat yaitu berteman dengan orang yang sholih

An Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti temannya dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro’dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”10 
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”11

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”12

Kedelapan: Keutamaan ilmu dan orang yang berilmu

Dalam hadits ini dapat kita ambil pelajaran pula bahwa orang yang berilmu memiliki keutamaan yang luar biasa dibanding ahli ibadah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya, dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

”Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding seorang ahli ibadah adalah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.”13 Al Qodhi mengatakan, ”Orang yang berilmu dimisalkan dengan bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah. Sedangkan cahaya orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya.”14

Kesembilan: Orang yang berfatwa tanpa ilmu hanya membawa kerusakan

Lihatlah bagaimana kerusakan yang diperbuat oleh ahli ibadah yang berfatwa tanpa dasar ilmu. Ia membuat orang lain sesat bahkan kerugian menimpa dirinya sendiri. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Umar bin ‘Abdul ‘Aziz,مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ

”Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan.”15

Syarat Diterimanya Taubat

Syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat adalah sebagai berikut:

Pertama: Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.

Kedua: Menyesali dosa yang telah dilakukan sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali.

Ketiga: Tidak terus menerus dalam berbuat dosa. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.

Keempat: Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat.

Kelima: Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.

Inilah syarat taubat yang biasa disebutkan oleh para ulama. 

Penutup

Saudaraku yang sudah bergelimang maksiat dan dosa. Kenapa engkau berputus asa dari rahmat Allah? Lihatlah bagaimana ampunan Allah bagi setiap orang yang memohon ampunan pada-Nya. Orang yang sudah membunuh 99 nyawa + 1 pendeta yang ia bunuh, masih Allah terima taubatnya. Lantas mengapa engkau masih berputus asa dari rahmat Allah?!

Orang yang dulunya bergelimang maksiat pun setelah ia taubat, bisa saja ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Ia bisa menjadi muslim yang sholih dan muslimah yang sholihah. Itu suatu hal yang mungkin dan banyak sekali yang sudah membuktikannya. Mungkin engkau pernah mendengar nama Fudhail bin Iyadh. Dulunya beliau adalah seorang perampok. Namun setelah itu bertaubat dan menjadi ulama besar. Itu semua karena taufik Allah. Kami pun pernah mendengar ada seseorang yang dulunya terjerumus dalam maksiat dan pernah menzinai pacarnya. Namun setelah berhijrah dan bertaubat, ia pun menjadi seorang yang alim dan semakin paham agama. Semua itu karena taufik Allah. Dan kami yakin engkau pun pasti bisa lebih baik dari sebelumnya. Semoga Allah beri taufik.

Ingatlah bahwa orang yang berbuat dosa kemudia ia bertaubat dan Allah ampuni, ia seolah-olah tidak pernah berbuat dosa sama sekali. Dari Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdillah dari ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ

”Orang yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu sama sekali.”16

Setiap hamba pernah berbuat salah, namun hamba yang terbaik adalah yang rajin bertaubat. Dari Anas, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.”17

Orang yang bertaubat akan Allah ganti kesalahan yang pernah ia perbuat dengan kebaikan. Sehingga seakan-akan yang ada dalam catatan amalannya hanya kebaikan saja. Allah Ta’ala berfirman,إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon: 70)

Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Allah akan mengganti amalan kejelekan yang diperbuat seseorang dengan amalan sholih. Allah akan mengganti kesyirikan yang pernah ia perbuat dengan keikhlasan. Allah akan mengganti perbuatan maksiat dengan kebaikan. Dan Allah pun mengganti kekufurannya dahulu dengan keislaman.”18

Sekarang, segeralah bertaubat dan memenuhi syarat-syaratnya. Lalu perbanyaklah amalan kebaikan dengan melaksanakan yang wajib-wajib dan sempurnakan dengan shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah, karena amalan kebaikan niscaya akan menutupi dosa-dosa yang telah engkau perbuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan sebuah nasehat berharga kepada Abu Dzar Al Ghifariy Jundub bin Junadah,اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”19

Semoga Allah menerima setiap taubat dan ampunan kita. Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk menggapai ridho-Nya.  
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal 
Artikel https://rumaysho.com

Disusun di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul, 1 Shofar 1431 H

Footnote:1 HR. Bukhari dan Muslim no. 2766.2 HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.3 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/138-139, Muassasah Qurthubah.4 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/140.5 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/141.6 HR. Muslim no. 2758.7 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75.8 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/82, Dar Ihya’ At Turots.9 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/8310 Idem11 HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa.12 Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut, 137913 HR. Abu Daud no. 3641 dan no. 2682.14 Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad Abdur Rahma Al Mubarakfuri Abul ‘Ala, 7/376, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut.15 Lihat Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 15, Mawqi’ Al Islam.16 HR. Ibnu Majah no. 4250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.17 HR. Ibnu Majah, Ad Darimi, Al Hakim. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih18 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10/326-327, Muassasah Qurthubah.19 HR. Tirmidzi no. 1987. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi (hasan dilihat dari jalur lainnya). Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib 2655.

Sumber https://rumaysho.com/787-aku-ingin-bertaubat-tetapi.html

https://www.facebook.com/groups/386589241993992/?ref=share

https://www.facebook.com/groups/474028463145446/?ref=share
Via HijrahApp

Jumat, 09 April 2021

NYADRAN SEBELUM PUASA ROMADHON APAKAH DISUNNAHKAN DALAM ISLAM ?

NYADRAN SEBELUM PUASA ROMADHON APAKAH DISUNNAHKAN DALAM ISLAM  ?

Bismillahirrohmanirrohiim,

Nyadran atau ziarah kubur sebelum puasa Romadhon apakah disunnahkan oleh Rosulullah shollallahu alaihi wa sallam ?

💜 SEJARAH NYADRAN

💥 Nyadran adalah salah satu prosesi kegiatan tahunan di bulan ruwah (sya’ban), yang dimulai dari bersih-bersih makam leluhur, masak makanan tertentu, seperti apem, bagi-bagi makanan, dan acara selamatan atau disebut kenduri. Nama nyadran sendiri berasal dari kata Sradha – nyradha – nyradhan, kemudian menjadi nyadran.
Nyadran adalah tradisi yang diawali oleh Ratu Tribuana Tungga Dewi dari kerajaan Majapahit. Saat itu ia ingin berdoa kepada ibunya yang bernama Ratu Gayatri, dan roh nenek moyangnya yang diperabukan di candi Jabo. Untuk itu disiapkan sesaji yang ditujukan kepada para dewa, lalu tradisi ini dilanjutkan oleh Prabu Hayam Wuruk.
Kemudian tradisi ini dilanjutkan oleh Walisongo menjadi nyadran untuk mendoakan para orang tua di alam baka. Bedanya sesaji tidak lagi diperuntukkan kepada para dewa, tetapi sebagai sarana untuk sedekah kepada fakir miskin.
Umat Islam yang menginginkan kebenaran tentu sepakat bahwa nyadran seratus persen bukanlah ajaran dari Islam. Hanya saja, oleh sebagian orang mengklaim sebagai bagian dari Islam. Mulai dari sejarah yang melatar belakanginya, hingga perjalanannya, bukti nyata bahwa nyadran bukan ajaran Islam. Bahkan sejatinya, nyadran merupakan reminisensi (kenangan) dari ajaran Hindu.
Bagi masyarakat Jawa, bulan Sya’ban ini dinamakan dengan bulan Ruwah. Para tokoh mengatakan bahwa kata ruwah berasal dari kata ngluru dan arwah. Dalam pandangan falsafah jawa, bulan Ruwah kemudian dipercaya sebagai saat yang tepat untuk ngluru arwah atau mengunjungi arwah leluhur.

💥 Adakah yang salah dari nyadran ?

💥 Kesalahannya yaitu menyelisihi Al Qur’an dan Assunnah.

💥 Untuk itu mari kita merujuk ke Al Qur’an dan Assunnah :

1. LARANGAN MENGKHUSUSKAN WAKTU

■ Mengkaitkan ziarah dengan waktu tertentu. 

💥 Perintah Rosulullah yang menjadi dasar sunnahnya ziarah kubur tidak dikaitkan dengan waktu-waktu tertentu. Pengkaitan sesuatu dengan waktu tertentu, pasti dilandasi dengan adanya keyakinan tertentu pula. Demikianlah nyadaran, dilakukan pada bulan ruwah karena memandang bahwa pada bulan ini adalah saat yang tepat untuk melakukan ziarah. Jika demikian maka tujuan syari’ah untuk mengingat mati dan mendekatkan diri kepada Allah akan hilang. Atau kalaupun ingat mati, tetapi tidak ditindak lanjuti dengan amal sholih yang syar’i.
Fenomena ini terjadi berulangkali setiap tahunnya hingga turun-temurun, padahal Islam tidak mengajarkan waktu-waktu tertentu (khusus) untuk beramal ibadah, kecuali jika ada perintahnya dari Allah dan Rosul-Nya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rosulullah shollallahu alaihi wa sallam :
’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai Ummul Mukminin, bagaimanakah Rosulullah shollallahu ’alaihi wa sallam beramal ? Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal ?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَطِيعُ

”Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau shollallahu ’alaihi wa sallam lakukan.”
(HR. Bukhori No. 1987 dan Muslim No. 783)

2. LARANGAN MENGIKUTI BUDAYA ORANG KAFIR

💥 Salah satu fenomena akhir zaman, yang dialami umat Islam, membeo (mengikuti) kepada orang kafir dalam tradisi dan dan ritual mereka.

💥 Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ

“Sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan kaum sebelum kalian, sama persis sebagaimana jengkal tangan kanan dengan jengkal tangan kiri, hasta kanan dengan hasta kiri. Sampai andaikan mereka masuk ke liang biawak, kalian akan mengikutinya.” 
(HR. Bukhori No. 3456, Muslim No. 2669 dan yang lainnya)

💥 Meskipun konteks hadits ini berbicara tentang orang yahudi dan nasrani, tapi secara makna mencakup seluruh kebiasaan kaum muslimin yang mengikuti tradisi dan budaya yang menjadi ciri khas orang kafir.
Sementara, Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kaidah, meniru ritual orang kafir, apapun bentuknya, berarti telah meniru kebiasaan mereka. Dan tindakan ini telah melanggar peringatan dalam hadits dari Ibnu Umar rodhiyallahu ‘anhuma, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” 
(HR. Ahmad 2 : 50 dan Abu Daud No. 4031)

(Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1 : 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid / bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil No. 1269)

💥 Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah ?

💥 Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata :

أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ

“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.” 
(Majmu’ Al Fatawa, 22 : 154)

💥 Di tempat lain dalam Majmu’ Al Fatawa, beliau berkata :

فَإِذَا كَانَ هَذَا فِي التَّشَبُّهِ بِهِمْ وَإِنْ كَانَ مِنْ الْعَادَاتِ فَكَيْفَ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِيمَا هُوَ أَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ ؟!

“Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari itu ?”
(Majmu’ Al Fatawa, 25: 332)

3. LARANGAN MENDAHULUI ALLAH DAN ROSUL-NYA

💥 Perkara ibadah itu haknya Allah. Untuk itu kita sebagai hamba-Nya, sebaiknya jangan sampai mendahului Allah dalam melakukan suatu ibadah sebelum diperintahkan oleh-Nya, karena hal tersebut termasuk salah satu perkara yang menyebabkan dosa.

💥 Ada kaedah fikih yang cukup ma’ruf di kalangan para ulama :

الأصل في العبادات التحريم

“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”

💥 Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri berkata :
“(Dengan kaedah di atas) tidak boleh seseorang beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah kecuali jika ada dalil dari syari’at yang menunjukkan ibadah tersebut diperintahkan. Sehingga tidak boleh bagi kita membuat-buat suatu ibadah baru dengan maksud beribadah pada Allah dengannya. Bisa jadi ibadah yang direka-reka itu murni baru atau sudah ada tetapi dibuatlah tata cara yang baru yang tidak dituntunkan dalam Islam, atau bisa jadi ibadah tersebut dikhususkan pada waktu dan tempat tertentu. Ini semua tidak dituntunkan dan diharamkan.”
(Syarh Al Manzhumah As Sa’diyah fil Qowa’idil Fiqhiyyah, hal. 90)

💥 Allah Ta’ala berfirman yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rosul-Nya.”
(QS. Al Hujurot 1)

💥 Yaitu janganlah kalian mendahulukan perkataan siapapun dari perkataan Allah dan Rosul-Nya.
Dan perhatikan pula ayat selanjutnya dari surat ini,

Allah Ta’ala berfirman yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus {pahala} amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” 
(QS. Al Hujurot 2)

4. MENJADIKAN KUBURAN SEBAGAI TEMPAT IBADAH

💥 Antara bid’ah kaum-kaum jahiliyah atau orang-orang kafir ialah mengkhususkan ziarah kubur menjelang Romadhon. Duduk membaca Al Qur’an, berdzikir, bertahmid, menanam pokok, menabur bunga, mempercantik kubur, menghias, menutup kepala nisan dengan kain putih atau kuning, bertawassul dengan ahli kubur dan ada membawa makanan untuk bersantap di kuburan.

💥 Imam Asy Syafi’i rohimahullah mengharamkan makan-makan di kuburan dan beliau berfatwa :

ويكره …. نقل الطعام الى القبور

“Dimakruhkan (haram) membawa makanan ke kuburan”. 
(Lihat : الطالبين اعانة (ina’atu Ath Tholibin) Juz. 2 hlm. 146)

💥 Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ

“Janganlah jadikan rumahmu seperti kubur, janganlah jadikan kubur sebagai ‘ied, sampaikanlah sholawat kepadaku karena sholawat kalian akan sampai padaku di mana saja kalian berada.” 
(HR. Abu Daud no. 2042 dan Ahmad 2 : 367)

💥 Hadits ini shohih dilihat dari berbagai jalan penguat, sebagaimana komentar Syaikh ‘Abdul Qodir Al Arnauth dalam catatan kaki Kitab Tauhid, hal. 89-90).

💥 Dalam ‘Aunul Ma’bud (6 : 23) disebutkan, “Yang dimaksud ‘ied adalah perkumpulan di suatu tempat yang terus berulang baik tahunan, mingguan, bulanan, atau semisal itu.”

💥 Ibnul Qoyyim dalam Ighotsatul Lahfan (1 : 190) mengatakan :
“Yang dimaksud ‘ied adalah waktu atau tempat yang berulang datangnya. Jika ‘ied bermakna tempat, maksudnya adalah tempat yang terus menerus orang berkumpul di situ untuk melakukan ibadah dan selainnya. Sebagaimana Masjidil Haram, Mina, Muzdalifah, Arofah, dan Masya’ir dijadikan oleh Allah sebagai ‘ied bagi orang-orang beriman. Sebagaimana hari dijadikan orang-orang berkumpul di sini disebut sebagai ‘ied (yaitu Idul Adha). Orang-orang musyrik juga memiliki ‘ied dari sisi waktu dan tempat. Ketika Allah mendatangkan Islam, perayaan yang ada diganti dengan Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr). Sedangkan untuk tempat sebagai ‘ied, digantikan dengan Ka’bah, Mina, Muzdalifah dan Masya’ir.”

💥 Ibnu Taimiyah berkata bahwa :
“Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa sholawat dan salam bisa sampai pada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dari dekat maupun jauh, sehingga tidak perlu menjadikan kubur beliau sebagai ‘ied. 
(Dinukil dari Fathul Majid hal. 269)

💥 Tidak perlu dijadikan sebagai ‘ied yang dimaksud adalah terlarang mengulang-ulang ziarah kubur ke sana. 

💥 Syaikh Muhammad At Tamimi rohimahullah berkata :

نهيه عن الإكثار من الزيارة

“Hadits tersebut menunjukkan terlarangnya memperbanyak ziarah ke kubur beliau.” 
(Kitab Tauhid, hal. 91)

💥 Di halaman yang sama, Syaikh Muhammad At Tamimi menyampaikan faedah dari hadits yang kita kaji,

نهيه عن زيارة قبره على وجه مخصوص ، ومع أن زيارته من أفضل الأعمال

“Hadits ini juga menerangkan bahwa terlarang berziarah kubur dengan tata cara khusus ke kubur nabi, walaupun ziarah ke kubur beliau adalah amalan yang utama.”

💥 Hadits ini dapat dipahami bahwa tidak boleh menjadikan kubur Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam sebagai ‘ied, di antara maknanya adalah tidak boleh meyakini bahwa sebaik-baik tempat untuk berkumpul adalah di sisi kubur beliau, atau sebaik-baik tempat untuk beribadah seperti doa atau baca doa di kubur beliau. Begitu pula tidak boleh meyakini adanya waktu tertentu yang lebih utama untuk ziarah kubur seperti saat Maulid Nabi menurut keyakinan sebagian orang.
Jika kubur Nabi saja tidak boleh dijadikan sebagai ‘ied semacam ini, maka lebih-lebih lagi kubur lainnya seperti di kubur wali, kyai, “Gus …” atau habib.

💥 Sebagian orang menganjurkan untuk melaksanakan haul di kubur-kubur wali atau orang sholih untuk mengenang wafatnya mereka, ini sungguh suatu yang tidak berdasar. Jika kubur Nabi saja tidak boleh dijadikan haul, apalagi kubur lainnya. Termasuk dalam perkara yang kita bahas yaitu mengkhususkan ziarah kubur menjelang Romadhon, itu justru menyelisihi hadits yang melarang menjadikan kubur sebagai ‘ied.

💥 Resiko Mengamalkan Ibadah yang tidak ada perintahnya dari Allah dan Rosul-Nya

■ DOSA YANG MENGALIR TERUS-MENERUS

💥 Hati-hatilah saudaraku bila kita melakukan suatu ibadah tanpa adanya dalil atau perintah dari Allah dan Rosul-Nya, kemudian generasi kita mengikutinya, maka dosanya akan menimpa diri kita yang akan mengalir terus-menerus, sebagaimana bunyi hadits berikut ini,

💥 Dari Abu Hurairah rodhiyallahu anhu , bahwa Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

"Barangsiapa mengajak {manusia} kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak {manusia} kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun."
(HR. Muslim, no. 2674, Abu Dawud, no. 4611, Tirmidzi, no. 2674, Ibnu Majah, no. 206, Ahmad, II/397, Ad-Darimi, I/130-131, Abu Ya’la, no. 6489, hadits shohih)

■ AMAL IBADAH DITOLAK ALLAH

💥 Allah Ta’ala berfirman :

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى

“Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”
(QS. Thoha 123)

💥 Rosulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda :

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“. . Hati-hatilah dari perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya perkara yang diada-adakan itu bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat.”
(HR. Muslim No. 867)

💥 Rosulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda :

وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ

“Setiap kesesatan tempatnya di neraka.” 
(HR. An Nasa’i no. 1578)

💥 Maksud bid’ah yang Nabi peringatkan kepada umatnya adalah bid’ah dalam urusan agama bukan bid’ah dalam urusan dunia, sebab hal-hal yang sifatnya duniawi tidak termasuk bid’ah.

💥 Kita perhatikan hadits berikut ini :

من احدث في امرنا هد ما ليس منه فهو رد

“Man ahdasa fii amrinaa hadzaa maa laisa minhu fahua roddun.”

Artinya :
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini {agama / ibadah} yang tidak ada asalnya {tidak Rosululloh lakukan / perintahkan}, maka perkara tersebut tertolak.”
(HR. Bukhori No.20 dan Muslim No. 1718)

💙NYADRAN KINI

Kini nyadran menjadi agenda tradisi yang banyak dilestarikan oleh masyarakat muslim yang masih percaya dan taklid kepada para ulamanya, bapak moyangnya dan sebagainya. Sampai-sampai dibuatkan acara yang begitu meriah seperti perayaan, dari sesaji yang paling sederhana berbiaya kecil hingga sesaji mewah berbiaya puluhan juta. Sesaji (hidangan, kalau tak boleh disebut sesaji) biasa dimakan di makam, masjid, atau bahkan di alun-alun. Dalam penyajian hidangan ada pula yang mengorbankan binatang korban ditujukan kepada mayat yang sudah dimakamkan. Tradisi di tingkat kabupaten biasa disebut Nyadran Agung. Sungguh memprihatinkan dengan cara beragama orang-orang Islam di zaman sekarang, penyimpangan-penyimpangan atau kedustaan yang dilakukan atas nama
agama.

💥 “Beribadah tanpa ada perintahnya dari Allah dan Rosul-Nya (tanpa dalil)  sangatlah beresiko, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak, karena nerakalah tempatnya. Moga kita semua selalu dilindungi Allah dari jalan kesesatan, aamiin.....”

Wallahu a’lam

Rabu, 07 April 2021

SIFAT ISTRI SHALIHAH LAINNYA BISA KITA RINCI BERIKUT INI BERDASARKAN DALIL-DALIL YANG DISEBUTKAN SETELAHNYA:

🔘﷽ 🖊️

SIFAT ISTRI SHALIHAH LAINNYA BISA KITA RINCI BERIKUT INI BERDASARKAN DALIL-DALIL YANG DISEBUTKAN SETELAHNYA:

1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ الْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى

“Maukah aku beri tahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. 

Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata, “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, asy- Syaikh Albani rahimahullah, no. 287)

2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. 

Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

 “Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?”

Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab, “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ

“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti setan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hlm. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini sahih atau paling sedikit hasan)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرٍ مَا يَكْنِزُ ا رْملَْءُ، ا رْملَْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ، وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri salihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan menaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam al-Jami’ush Shahih 3/57, “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya.” (HR. al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. ”
Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah mereka kufur kepada Allah subhanahu wa ta’ala?”

Beliau menjawab, “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata, ‘Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali’.” (HR. al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda,

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

“Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. an-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 289)

7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan Yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no. 1436)

إِذَا بَاتَتِ ا رْملَْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا ا لْملَاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ

“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)

🌼 Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri salihah, mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang salihah, amin.

☆Pegang erat sunnah dan gigitlah dengan geraham - Berani syar'i tanpa selfie☆

Ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah


Jumat, 02 April 2021

ISLAM NUSANTARA, PROYEK LIBERAL

◾ BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIIM ◾
                 
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

ISLAM NUSANTARA, PROYEK LIBERAL
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

✋ Menolak - Lupa

Istilah islam nusantara, menjadi isu yang mulai ramai dibicarakan. Sejalan dengan peran para budayawan dan orang-orang liberal di Indonesia. Dan nampaknya ini hendak dijadikan sebagai gerakan. Di UIN jakarta sendiri telah diselenggarakan festival budaya islam nusantara. Bahkan ada yang mengatakan, fenomena membaca al-Quran dengan langgam jawa, merupakan bagian dari proyek islam nusantara itu.

Mengingat ini istilah yang asing bagi masyarakat, kita perlu tahu, sebenarnya apa maksud mereka dengan istilah islam nusantara itu. Apakah maksudnya agama islam yang dibongkar pasang, diganti sana-sini, sehingga menjadi agama sendiri yang berbeda sama sekali dengan ajaran islam Nabi Muhammad? Seperti halnya istilah ‘kristen jawa’ yang berbeda sama sekali dengan ajaran kristen lainnya. Atau islam seperti apa?

Di sana ada sebuah tulisan, yang dirilis oleh web Fakultas Adab & Humaniora UIN jakarta. Dalam tulisan itu, dikutip definisi istilah ‘islam nusantara’ menurut Azyumardi Azra. Dia mengatakan,

“Islam Nusantara adalah Islam distingtif sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi dan vernakularisasi Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia. Ortodoksi Islam Nusantara (kalam Asy’ari, fikih mazhab Syafi’i, dan tasawuf Ghazali) menumbuhkan karakter wasathiyah yang moderat dan toleran. Islam Nusantara yang kaya dengan warisan Islam (Islamic legacy) menjadi harapan renaisans peradaban Islam global.”

Yah… anda boleh baca sambil tutup mata sebelah. Paham gak paham, anggap saja paham. Ini bahasa ‘wong pinter’ gaya masyarakat UIN. Kepentingan kita, keterangan Pak Azra dijadikan sebagai acuan. Karena beliau bagian dari pelaksana inti proyek islam nusantara itu.

Kita bisa perhatikan, definisi islam nusantara menurut Pak Azra di bagian pertama,

Islam Nusantara adalah Islam distingtif, artinya islam yang unik. Tentu saja memiliki ciri membedakannya dengan lainnya.

Sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi (disesuaikan keadaan pribumi) dan vernakularisasi (disesuaikan kedaerahan) Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia.

Dari pengertian Pak Azra, berarti islam ada dua:

(1) islam universal dan

(2) islam yang sudah mengalami penyesuaian dengan budaya dan realitas sosial. Yang mereka istilahkan dengan islam nusantara itu.

Jika yang dimaksud islam universal adalah islam ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang itu diterima oleh seluruh dunia, berarti islam nusantara yang menjadi gagasan para tokoh uin itu, berbeda dengan islam ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selanjutnya, Pak Azra mengaku bahwa islam nusantara yang dia maksud, penyatuan kalam Asy’ari, fikih mazhab Syafi’i, dan tasawuf Ghazali. Tentu saja, ini terlalu berlebihan. Anggap saja, masalah tata cara membaca al-Quran masuk dalam kajian fiqh, pernahkah ada fatwa dalam fiqh syafii yang membolehkan membaca al-Quran dengan lagu macapat?

Lebih dari itu, sebenarnya UIN jakarta, sangat terengaruh dengan pemikiran pemikian liberal Harun Nasution. Posisi Pak Harun yang dianggap pencetus pemikiran islam baru, sangat menentang kalam Asy’ari. Karena yang ingin dia kembangkan adalah pemikiran mu’tazilah. Pak Harun sendiri pernah menyatakan, “Bila umat Islam ingin maju, maka kita harus menggantikan paham Asy’ariyah yang telah mendarah daging menjadi paham Mu’tazilah.” (Teologi Pembaruan, Fauzan S, 2004, hlm. 264)

Karena itulah, Pak Harun dikenal pencetus Neo-Mu’tazilah di Indonesia.

Ketika uin jakarta mengaku mengembangkan ajaran ilmu kalam asy’ari, jelas ini terlalu jauh. Hakekatnya, mereka sedang mengembangkan pemikiran mu’tazilah.
____________________

💥 Memecah Belah Umat

Kita tinggalkan kajian masalah definisi di atas.

Karena jika kita perhatikan, pemikiran ini jelas hendak merusak islam besar-besaran. Dan tidak jauh jika kita katakan, memecah belah kaum muslimin.

Budaya di nusantara bagi Indonesia, sangat beragam. Aceh jauh berbeda dengan jawa. Kalimantan, jauh beda dengan Papua. Ketika islam nusantara dipahami sebagai islam hasil akulturasi budaya lokal, apa yang bisa anda bayangkan ketika islam ini disinkronkan dengan budaya papua. Sehingga tercipta sebuah desain pakaian muslim, hasil interaksi antara islam dan budaya koteka. Tentu saja, ini akan sangat ditolak oleh masyarakat jawa atau lainnya.

Ingatan kita masih sangat segar terkait kasus shalat dengan bahasa jawa, yang diajarkan di Pesantren I’tikaf Ngadi Lelaku, Malang. Spontan memancing emosi banyak masyarakat. Jika sampai hal ini diwujudkan, yang terjadi bukan renaisans peradaban Islam, tapi malah mengacaukan masyarakat.

Termasuk ajaran sebagian etnis Sasak, shalat 3 waktu. Apakah bisa disebut islam nusantara? Jika sampai ini dilegalkan, berarti menolak keberadaan 2 shalat sisanya.
____________________

💥 Wahyu Menyesuaikan Budaya?

Hingga kini, banyak orang liberal menuduh, bahwa tujuan terbesar dakwah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah untuk arabisasi dunia. Menerapkan hegemoni quraisy di alam raya. Sehingga, ketika ada gerakan dakwah di tengah masyarakat, mereka sebut, arabisasi.

Inti masalahnya, orang liberal lemah dalam membedakan antara budaya dan ajaran agama. Sehingga, di manapun ajaran agama itu disampaikan, menurut orang liberal, itu sedang memasarkan budaya arab.

Kita bisa telusuri, sebenarnya yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu meng-arab-kan islam ataukah meng-islam-kan arab??.

Jika kita menggunakan teori orang liberal, berarti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meng-arabkan islam. Artinya, islam sudah ada, kemudian oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diwarnai dengan budaya arab.

👉 Anda layak untuk geleng kepala..

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus di tengah masyarakat yang telah memiliki budaya. Ada yang baik dan ada yang buruk. Ketika beliau datang, beliau mengislamkan budaya-budaya itu. Dalam arti, mengarahkan pada budaya yang baik, dan membuang budaya jahat. Bukan disinkronkan, kemudian islam menyesuaikan semua budaya mereka.

Kita bisa simak, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan tentang budaya buruk jahiliyah, beliau mengatakan,

أَلاَ كُلُّ شَىْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَىَّ مَوْضُوعٌ

“Katahuilah, segala urusan jahiliyah, terkubur di bawah telapak kakiku.” (HR. Muslim 3009)

Ini salah satu bukti, bagaimana upaya beliau menolak setiap tradisi jahiliyah yang bertentanagn dengan wahyu.

Dari sini kita mendapat pelajaran, bahwa budaya harus menyesuaikan islam. Bukan islam yang menyesuaikan budaya.
____________________

💥 Islam Agama Menyeluruh

Islam agama yang unversal. Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyebarkan islam kepada seluruh umat manusia. Sehingga ajaran islam sedunia adalah sama. Karena sumbernya sama. Ketika ada orang yang memiliki kerangka ajaran yang berbeda, berarti itu bukan islam ajaran beliau.

📘📕 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Aku tidak mengutus kamu, melainkan untuk umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)

📚 Dalam tafsirnya, al-Hafidz Ibnu Katsir menfsirkan ayat ini, bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk seluruh makhluk. Semua yang mukallaf. Baik orang arab maupun luar arab. Yang paling mulia diantara mereka, adalah yang paling taat kepada Allah. (Tafsir Ibn Katsir, 6/518).

Saya kira, tidak ada orang muslim yang ingin tidak dianggap sebagai umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam arti khusus, gara-gara dia punya islam yang berbeda dengan islam beliau.
____________________

💥 Adat Bisa Menjadi Acuan Hukum

Ada satu kaidah dalam ilmu fiqh,

العادة محكَّمة

“Adat bisa dijadikan acuan hukum.”

Kaidah ini termasuk kaidah besar dalam fiqh (qawaid fiqhiyah kubro). Kaidah ini menjelaskan bahwa adat dan tradisi masyarakat dalam pandangan syariat bisa menjadi penentu untuk hukum-hukum terkait muamalah sesama manusia. Selama di sana tidak ada dalil tegas yang bertentangan dengan adat tersebut. (al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, hlm. 276).

Hanya saja di sana para ulama fiqh memberikan batasan, ketika adat bertentangan dengan dalil syariat,

📌 Pertama, jika ada adat yang sesuai dengan dalil syariat, wajib untuk diperhatikan dan diterapkan. Karena mempraktekkan hal ini hakekatnya mempraktekkan dalil dan bukan semata adat. Contoh: memuliakan tamu.

📌 Kedua, jika adat bertentangan dengan dalil syariat, ada beberapa rincian keadaan sebagai berikut,

1.Adat bertentangan dengan dalil dari segala sisi. Menggunakan adat otomatis akan meninggalkan dalil. Dalam kondisi ini adat sama sekali tidak berlaku. Misalnya: tradisi koperasi simpan pinjam berbunga.
2.Adat bertentangan dengan dalil dalam sebagian aspek. Dalam kondisi ini, bagian yang bertentanga dengan dalil, wajib tidak diberlakukan. Misalnya: Dropshipping dengan cara terutang.
3.Dalil yang bertentangan dengan Urf, dibatasi dengan latar belakang adat yang terjadi ketika itu. Misalnya, larangan membiarkan api penerangan menyala di malam hari. Atau larangan minum air dari mulut botol.

👉 Contoh Penerapan Kaidah

Allah mewajibkan suami untuk menafkahi istri. Tentang ukuran nafkah, dikembalikan kepada keadaan masyarakat, berapa nilai uang nafkah wajar untuk istri.

Islam mewajibkan kita untuk bersikap baik terhadap tetangga. Bagaimana batasan sikap baik itu, dikembalikan kepada standar masyarakat. dst.
____________________

💥 Gagasan Islam Nusantara Vs Kaidah Fiqh

Apakah kaidah fiqh ini yang hendak dikembangkan dalam proyek “Islam Nusantara.”?

Dugaan kuat kami, tidak untuk ini. Islam nusantara, bukan dalam rangka memahamkan masyarakat tentang kaidah fiqh di atas.

Karena seperti yang dinyatakan Pak Azra, beliau menyebut islam nusantara sebagai islam yang distingtif, islam unik. Mereka anggap itu gagasan baru dari mereka, bagi muslim Indonesia. Makanya, kita tidak pernah mendengar istilah ini dikobarkan, di masa pemerintahan SBY. Proyek ini baru disemarakkan di masa pemerintahan sekarang.

Padahal kaidah fiqh di atas, bukan sesuatu yang baru. Dan untuk memahamkan kadiah ini, tidak butuh orang liberal. Kaidah ini telah final dibahas para ulama. Jika orang liberal ngaku hendak membumikannya, itu hanya klaim. Mengelabuhi masyarakat abangan untuk memasarkan pemikiran mu’tazilah.

Benar apa yang Allah firmankan, salah satu diantara upaya setan untuk menggoda manusia adalah dengan membisikkan kata-kata indah, untuk menjadi alasan pembenar bagi kesesatan mereka,

📘📕 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Demikianlah Kami jadikan musuh bagi setiap nabi, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, mereka saling membisikkan kepada yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. al-An’am: 112)

Semoga kita tidak termasuk orang yang tertipu propaganda mereka.

Allahu a’lam

Referensi: https://konsultasisyariah.com/25014-islam-nusantara.html

🚿🚰👣👉🕌🕰️🗣️👥🤲🕋 . . . 🇮🇩🇮🇩🇮🇩