.
Bismilahirrahmanirrahim. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
.
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Sulaiman : telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu 'anha : bahwa orang-orang Qurasy diresahkan seorang wanita bani Makhzum yang mencuri, kemudian mereka berujar : “Tidak ada yang bisa bicara dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak ada yang berani (mengutarakan masalah ini) kepadanya selain Usamah bin Zaid” Akhirnya Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berbicara kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi Rasulullah bertanya : "Apakah kamu hendak memberikan syafa'at (pembelaan/pertolongan) dalam salah satu perkara had (hukuman) Allah ?" kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan berkhutbah,
.
"Wahai manusia, hanya saja orang-orang sebelum kalian tersesat karena, sesungguhnya mereka jika mencuri orang terhormat mereka membiarkannya, namun jika yang mencurinya orang lemah, mereka menegakkan hukuman terhadapnya. demi allah, kalaulah Fathimah binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mencuri, niscaya Muhammad yang memotong tangannya."
.
- HR. Bukhari no. 3965, 6290 | Fathul Bari no. 4304, 6788, Muslim no. 3196, 3167 | Syarh Shahih Muslim no. 1688, Tirmidzi no. 1350 | no. 1430 dan Darimi no. 2200 | no. 2348. Sanad dan lafazh diatas milik Bukhari no. 6290 | Fathul Bari no. 6788
.
Hadits diatas menunjukkan bahwasannya Ahlu Bait atau yang sekarang dikenal dengan istilah Habaib atau Dzuriyah atau yang dikenal dengan “Keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” TIDAKLAH MENDAPATKAN TEMPAT DAN HAK ISTIMEWA JIKA SUDAH MELAKUKAN SUATU KESYIRIKAN, KEBIDAHAN, KEMUNGKARAN, KEMAKSIATAN, KESESATAN DAN KEBATILAN MAKA IA HARUS DIHUKUM SESUAI DENGAN KETENTUAN DAN BATAS HUKUM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
.
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Syuja' bin Makhlad seluruhnya dari Ibnu 'Ulayyah, Zuhair berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim : telah menceritakan kepadaku Abu Hayyan : telah menceritakan kepadaku Yazid bin Hayyan dia berkata,
.
"Pada suatu hari saya pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam. Hai Zaid, kamu telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kamu pernah melihat Rasulullah. Kamu pernah mendengar sabda beliau. Kamu pernah bertempur menyertai beliau. Dan kamu pun pernah shalat jama'ah bersama beliau. Sungguh kamu telah memperoleh kebaikan yang banyak. OIeh karena itu hai Zaid. sampaikanlah kepada kami apa yang pernah kamu dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam! Zaid bin Arqam berkata; “Hai kemenakanku, demi Allah sesungguhnya aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu, apa yang bisa aku sampaikan, maka terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan. maka janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya." Kemudian Zaid bin Arqam meneruskan perkataannya. Pada suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri dan berpidato di suatu tempat air yang disebut Khumm, yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan serta berkata,
.
“Ketahuilah hai saudara-saudara, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu:
.
PERTAMA, AL-QUR 'AN YANG BERISI PETUNJUK DAN CAHAYA. OLEH KARENA ITU, LAKSANAKANLAH ISI AL QUR'AN DAN PEGANGLAH.” Sepertinya Rasulullah sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al Qur'an.
.
“KEDUA, KELUARGAKU (AHLU BAIT), AKU INGATKAN KEPADA KALIAN SEMUA AGAR BERPEDOMAN KEPADA HUKUM ALLAH (AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH) DALAM MEMPERLAKUKAN KELUARGAKU." (BELIAU UCAPKAN SEBANYAK TIGA KALI).”
.
Husain bertanya kepada Zaid bin Arqarn : "HAI ZAID, SEBENARNYA SIAPAKAH AHLUL BAIT (KELUARGA) RASULULLAH ITU ? BUKANKAH ISTRI-ISTRI BELIAU ITU ADALAH AHLU BAIT (KELUARGA) NYA?" ZAID BIN ARQAM BERKATA : "ISTRI-ISTRI BELIAU ADALAH AHLU BAITNYA. TAPI AHLU BAIT BELIAU YANG DIMAKSUD ADALAH ORANG YANG DIHARAMKAN UNTUK MENERIMA ZAKAT SEPENINGGALAN BELIAU." HUSAIN BERTANYA : "SIAPAKAH MEREKA ITU ?" ZAID BIN ARQAM MENJAWAB : "MEREKA ADALAH KELUARGA ALI, KELUARGA AQIL. KELUARGA JA'FAR, DAN KELUARGA ABBAS." HUSAIN BERTANYA; "APAKAH MEREKA SEMUA DIHARAMKAN UNTUK MENERIMA ZAKAT?" ZAID BIN ARQAM MENJAWAB."YA."
.
- HR. Muslim no. 4425 | Syarah Shahih Muslim no. 2408
.
Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
.
“KELUARGAKU (AHLU BAIT), AKU INGATKAN KEPADA KALIAN SEMUA AGAR BERPEDOMAN KEPADA HUKUM ALLAH (AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH) DALAM MEMPERLAKUKAN KELUARGAKU." (BELIAU UCAPKAN SEBANYAK TIGA KALI).”
.
Maksudnya adalah memperlakukan Ahlu Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai dengan ketentuan dan batasan hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang karenanya jika keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekarang saat ini, baik yang memang keturunan beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- atau hanya yang sekedar mengaku-aku atau diaku-aku, telah berbuat KESYIRIKAN, KEBIDAHAN, KEMUNGKARAN, KEMAKSIATAN, KESESATAN DAN KEBATILAN maka harus dihukum atau ditegakkan hukum sesuai dengan ketentuan dan batasan hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjanji memotong tangan putri tercintanya, Fathimah radhiyallahu ‘anha jika memang mencuri.
.
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Sulaiman : telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha : bahwa orang-orang Qurasy diresahkan seorang wanita bani Makhzum yang mencuri. kemudian mereka berujar : Tidak ada yang bisa bicara dengan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan tidak ada yang berani (mengutarakan masalah ini) kepadanya selain Usamah bin Zaid, kekasih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Akhirnya Usamah berbicara kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi Rasulullah bertanya : "Apakah kamu hendak memberikan syafa'at (pembelaan) dalam salah satu perkara had (hukuman) Allah ?" kemudian beliau berdiri dan berkhutbah,
.
"Wahai manusia, hanyasanya orang-orang sebelum kalian tersesat karena, sesungguhnya mereka jika mencuri orang terhormat mereka membiarkannya, namun jika yang mencurinya orang lemah, mereka menegakkan hukuman terhadapnya. DEMI ALLAH, KALAULAH FATHIMAH BINTI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM MENCURI, NISCAYA MUHAMMAD YANG MEMOTONG TANGANNYA."
.
- HR. Bukhari no. 3965, 6290 | Fathul Bari no. 4304, 6788, Muslim no. 3196, 3167 | Syarh Shahih Muslim no. 1688, Tirmidzi no. 1350 | no. 1430 dan Darimi no. 2200 | no. 2348. Sanad dan lafazh diatas milik Bukhari no. 6290 | Fathul Bari no. 6788
.
PERLU DICATAT DISINI, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam SAJA tidak memberikan keringanan hukuman jika yang melakukannya adalah putrinya sendiri yaitu Fathimah radhiyallahu ‘anha, APALAGI kepada yang memang benar keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sekarang saat ini atau yang hanya mengaku-aku atau yang diaku-aku Habaib/Dzuriyah sebagai merk dagang jualan yang sekarang banyak bermunculan yang melakukan dan menyerukan umat untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya yaitu kesyirikan baik dalam bentuk aqidah atau amalan perbuatan, dan bid’ah dalam syari’at, baik dalam aqidah, i’tiqad, pemahaman dan amalan perbuatan
.
DAN KETAHUILAH, jika dibandingkan bahwasannya mencuri hanyalah merugikan satu orang saja yang dicuri hartanya SEDANGKAN menyerukan dan mengajak umat kepada kesyirikan baik dalam bentuk aqidah, i’tiqad, pemahaman dan amalan perbuatan, ATAU menyerukan dan mengajak umat kepada bid’ah dalam syari’at, baik dalam aqidah, i’tiqad, pemahaman dan amalan perbuatan DAMPAK KERUGIANNYA SANGATLAH BESAR YANG AKAN DITERIMA OLEH SELURUH UMAT ISLAM DAN ISLAM ITU SENDIRI YAKNI MERUSAK DAN MENGHANCURKAN KESEMPURNAAN ISLAM DAN KEMURNIAN SUNNAH BAIK SEBAGIAN MAUPUN KESELURUHAN DARI DALAM SEHINGGA MENJEBAK UMAT DI DALAM KERANCUAN (SYUBHAT) YANG TIDAK DAPAT MEMBEDAKAN DAN MEMISAHKAN ANTARA TAUHID DAN SYIRIK, SUNNAH DAN BID’AH, PETUNJUK DAN KESESATAN, PEMAHAMAN YANG HAQ DAN PEMAHAMAN YANG BATIL, DAN MENJEBAK UMAT DALAM PERANGKAP KESESATAN DAN KEBATILAN AQIDAH, MANHAJ, I’TIQAD DAN PEMAHAMAN.
.
Maka hal seperti ini harus dilawan dan ditentang bahkan dihapuskan dan dihancurkan demi menjaga kesempurnaan Islam dan kemurnian Sunnah sebagaimana perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
.
Telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Abu Bakar bin an-Nadlr serta Abd bin Humaid dan lafazh tersebut milik Abd. Mereka berkata : telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd dia berkata : telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih bin Kaisan : dari al-Harits : dari Ja'far bin Abdullah bin al-Hakam : dari Abdurrahman bin al-Miswar : dari Abu Rafi' : dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
"Tidaklah seorang Nabi yang diutus oleh Allah pada suatu umat sebelumnya melainkan dia memiliki Pembela dan Sahabat yang memegang teguh Sunnah-Sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya, KEMUDIAN DATANGLAH SETELAH MEREKA SUATU KAUM YANG MENGATAKAN SESUATU YANG TIDAK MEREKA LAKUKAN, DAN MELAKUKAN SESUATU YANG TIDAK DIPERINTAHKAN. Barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan sebiji sawi."
.
- HR. Muslim no. 71 | Syarh Shahih Muslim no. 50
.
Perhatikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
.
“DAN MENGAMALKAN APA YANG TIDAK DIPERINTAHKAN.”
.
Maksudnya adalah para penyeru, pelaku bid’ah dan ahlinya karena sudah sangat ma’ruf bahwa para penyeru, pelaku bid’ah dan ahlinya mengamalkan ajaran, pemahaman dan amalan menyimpang dan menyesatkan, baik aqidah, manhaj, i’tiqad, amalan dan pemahaman yang tidak pernah ada dasar contohnya, tidak pernah ada petunjuknya, tidak pernah ada ajarannya dan tidak pernah ada perintahnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wsallam dan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu ajma’in, khususnya Al-Khulafa Ar-Rasyidin.
.
Dan apa Sunnah (petunjuk) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
.
“MAKA BARANGSIAPA YANG BERJIHAD DENGAN TANGAN MELAWAN MEREKA MAKA DIA SEORANG MUKMIN, BARANGSIAPA YANG BERJIHAD DENGAN LISAN MELAWAN MEREKA MAKA DIA SEORANG MUKMIN, BARANGSIAPA YANG BERJIHAD DENGAN HATI (DOA) MELAWAN MEREKA MAKA DIA SEORANG MUKMIN, DAN SETELAH ITU TIDAK ADA KEIMANAN SEBIJI SAWI.”
.
Jadi merupakan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta suatu kewajiban atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan derajat paling tinggi dalam amar ma’ruf nahi mungkar bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk melawan, menentang, menghapuskan dan menghancurkan seruan para penyeru, pelaku dan ahli bid’ah, kesyirikan, kesesatan dan kebatilan yang menyesatkan umat baik dalam bentuk aqidah, manhaj, i’tiqad, amalan dan pemahaman.
.
KETAHUILAH ! penyeru kesyirikan, kebidahan, kesesatan dan kebatilan dalam aqidah, manhaj, i’tiqad, pemahaman dan amalan yang berujung kepada Neraka-Nya BISA SIAPA SAJA, baik orang awam hingga yang memang benar-benar keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sekarang saat ini yang dikenal dengan istilah Habaib/Dzuriyyat atau yang hanya sekedar mengaku-aku atau yang diaku-aku oleh pengikutnya berdasarkan KEUMUMAN DALIL PARA DAI PEMBAWA KE PINTU NERAKA YANG DISABDAKAN OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM.
.
Telah bercerita kepada kami Yahya bin Musa : telah bercerita kepada kami Al Walid berkata : telah bercerita kepadaku Ibnu Jabir berkata : telah bercerita kepadaku Busr bin 'Ubaidullah Al Hadlramiy berkata : telah bercerita kepadaku Abu Idris Al Khawlaniy bahwa dia mendengar dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata : “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perkara-perkara kebaikan sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut akan menimpaku. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah ! Kami dahulu berada dalam kejahilan dan keburukan, karena itu Allah mendatangkan kebaikan (Islam) ini kepada kami. Mungkinkah sesudah kebaikan akan timbul keburukan ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“Ya !” Aku bertanya lagi : “Apakah setelah keburukan itu akan datang lagi kebaikan ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“YA ! AKAN TETAPI DI DALAMNYA ADA “DUKHN” (KOTORANNYA)” Saya bertanya : “Apa kotorannya itu ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasalam menjawab,
.
“YAITU SUATU KAUM YANG MEMIMPIN TANPA MENGIKUTI PETUNJUKKU, KAMU MENGENALNYA TAPI SEKALIGUS KAMU INGKARI.” Saya bertanya : “Apakah setelah kebaikan (yang ada kotorannya itu) akan timbul lagi keburukan ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“YA. YAITU PARA PENYERU YANG MENGAJAK KE PINTU JAHANAM. SIAPA YANG MEMENUHI SERUANNYA MAKA AKAN DILEMPARKAN KE DALAMNYA.” Aku kembali bertanya : “Wahai Rasulullah ! Berikan sifat-sifat (ciri-ciri) mereka kepada kami ?.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“MEREKA ITU BERASAL DARI KULIT-KULIT KALIAN DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KALIAN.”
.
- HR. Bukhari no. 3338 dan 6557 | Fathul Bari no. 3606 dan 7084 dan Ibnu Majah no. 3969 | no. 3979. Lafazh dan sanad di atas milik Bukhari no. 3338 | Fathul Bari no. 3606
.
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna : telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Maslim : telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Yazid bin Jabir : telah menceritakan kepadaku Busr bin 'Ubaidullah Al Hadlrami bahwa dia mendengar Abu Idris Al Haulani berkata : saya mendengar dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata : “Biasanya orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam tentang kebajikan. Namun justru saya bertanya kepada beliau tentang kejahatan, karena saya khawatir akan menimpaku. Lalu saya bertanya : “Wahai Rasulullah ! Kami dahulu berada dalam kejahilan dan kejahatan, karena itu Allah Ta’ala menurunkan kebaikan (Islam) ini kepada kami. Mungkinkah sesudah ini akan timbul kejahatan ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“Ya !” Saya bertanya lagi : “Apakah setelah itu ada lagi kebaikan ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
.
“YA ! AKAN TETAPI ADA CACATNYA.” Saya bertanya : “Apa cacatnya ?” Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasalam bersabda,
.
“KAUM YANG MENGAMALKAN SUNNAH SELAIN DARI SUNNAHKU, DAN MEMIMPIN TANPA HIDAYAHKU, KAMU TAHU MEREKA TAPI KAMU INGKARI” Saya bertanya : “Apakah setelah itu akan ada kejahatan lagi ?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“YA. YAITU MUNCULNYA ORANG-ORANG (PARA DA’I) YANG MENYERU MENUJU KE NERAKA JAHANNAM, BARANGSIAPA MEMENUHI SERUANNYA MAKA IA DILEMPARKAN KE DALAM NERAKA ITU.” Maka saya bertanya lagi : “Wahai Rasulullah ! Tunjukanlah kepada kami ciri-ciri mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
.
“BAIK. KULIT MEREKA SEPERTI KULIT KITA DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KITA.”
.
- HR. Muslim no. 3434 | Syarah Shahih Muslim no. 1847
.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
.
“YA ! AKAN TETAPI DI DALAMNYA ADA “DUKHN” (KOTORANNYA)” dan “YA ! AKAN TETAPI ADA CACATNYA.”
.
Yakni kekotoran dan kekeruhan karena “dukhn” diartikan sebagai asap, yang menunjukkan bahwa kebaikan yaitu Islam sudah tertutupi oleh kabut asap dan tidak bersih lagi, telah bercampur dengan kejahatan dan keburukan sehingga kebaikan itu menjadi keruh dan kotor.
.
Dan yang dimaksud dengan kekotoran dan kekeruhan di atas langsung dijawab oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjawab pertanyaan Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu,
.
“KAUM YANG MEMIMPIN TANPA MENGIKUTI PETUNJUKKU” dan “KAUM YANG MENGAMALKAN SUNNAH SELAIN DARI SUNNAHKU, DAN MEMIMPIN TANPA HIDAYAHKU”
.
Inilah kekeruhannya, kotorannya dan cacatnya yaitu BID’AH. Dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka telah beramal dengan cara mereka sendiri BUKAN DENGAN Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian juga mereka tidak mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Abdul Wahhab bin Abdul Majid : dari Ja’far bin Muhammad : dari Bapaknya : dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
“Amma Ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara perkara yang diada-adakan dan setiap Bid’ah adalah sesat.”
.
- HR. Muslim no. 1435 | Syarh Shahih Muslim no. 867, Ibnu Majah no. 44 | no. 45, Nasa’i no. 1294 | no. 1311, Darimi no. 208 | no. 212, Ahmad no. 13815, 14455 dan Al-Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, I/373 no. 85. Lafazh dan sanad di atas milik Muslim.
.
Telah mengabarkan kepada kami 'Utbah bin 'Abdullah dia berkata : telah memberitakan kepada kami Ibnul Mubarak : dari Sufyan : dari Ja'far bin Muhammad : dari Bapaknya : dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Apabila Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkhutbah, maka beliau memuji dan menyanjung Allah dengan hal-hal yang menjadi hak-Nya, kemudian bersabda,
.
“Barangsiapa telah diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa telah disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang bisa memberikan petunjuk kepadanya. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al Qur'an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dan sejelek jelek perkara adalah hal-hal yang baru, setiap hal yang baru adalah Bid'ah dan setiap Bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan di dalam neraka.”
.
- HR. Nasa’i no. 1560 | no. 1578
.
DAN BID’AH ADALAH LAWAN DARI SUNNAH, SUNNAH ADALAH LAWAN DARI BID’AH sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan Ad Dimasyqi berkata : telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim berkata : telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al 'Ala` berkata : telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abi Al Mutha' ia berkata; aku mendengar 'Irbadl bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
"Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meski kepada seorang budak Habasyi. Dan sepeninggalku nanti, kalian akan melihat perselisihan yang sangat dahsyat, maka hendaklah kalian berpegang dengan SUNNAHKU dan Sunnah Para Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan jangan sampai kalian mengikuti perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya semua BID'AH ITU ADALAH SESAT.”
.
- HR. Ibnu Majah no. 42 | no. 42, Abu Dawud no. 3991 | no. 4607, Tirmidzi no. 2600 | no. 2676, Ahmad no. 16521, 16522 dan Darimi no. 95 | no. 96. Kitab ash-Shahihah no. 2735 dan no. 937 (1746 dan 2474). Sanad dan Lafazh di atas milik Ibnu Majah
.
Dari hadits yang mulia ini kita mengetahui akan bahaya dan kerusakan bid’ah dalam syari’at, penyerunya dan ahlinya yang dapat mengotori kesempurnaan risalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan merusak Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga tidak menjadi bersih dan murni lagi.
.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
“YAITU MUNCULNYA ORANG-ORANG (PARA DA’I) YANG MENYERU MENUJU KE NERAKA JAHANNAM.” dan “YAITU PARA PENYERU YANG MENGAJAK KE PINTU JAHANAM”
.
Du’aatun bentuk jamak dari da’i. Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H) berkata,
.
“Para ulama menjelaskan bahwa mereka ini adalah PARA PEMIMPIN YANG MENYERUKAN KEPADA BID’AH ATAU KESESATAN LAINNYA, seperti Khawarij, Al-Qaramithah dan tokoh-tokoh pembawa fitnah (pemikiran sesat).”
.
- Syarh Shahih Muslim, XII/237
.
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah (wafat 852 H) berkata,
.
“Kata du’at merupakan bentuk jamak dari kata da’i. Maksudnya adalah penyeru kepada kebatilan (kesyirikan, kebidahan dan kesesatan).”
.
- Fathul Bari, XXXV/118
.
Sungguh sangat jelas sekali bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi, da’i, yang “diulamakan”, yang bergelar habaib sekalipun ataupun ustadz yang menyerukan kepada bid’ah, kesyirikan, kesesatan, kebatilan dan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta pemikiran-pemikiran sesat menyesatkan dalam aqidah, manhaj, i’tiqad dan pemahaman yang mengotori serta merusak risalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kesempurnaan Islam dan kemurnian Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana juga KEUMUMAN SABDA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAHI WASALLAM MENGENAI AL-A`IMMAH AL-MUDHILLUN yang ditakuti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atas umat beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam-
.
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id : telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abu Asma` Ar Rahbi dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
.
"Yang aku takutkan atas umatku adalah pemimpin-pemimpin / imam-imam yang menyesatkan.”
.
- HR. Tirmidzi no. 2155 | no. 2229
.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb dan Muhammad bin Isa keduanya berkata : telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Abu Asma dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
.
“Sesungguhnya yang saya khawatirkan (akan merusak) umatku hanyalah para imam (tokoh) yang menyeru kepada kesesatan.”
.
- HR. Abu Dawud no. 3710 | no. 4252
.
SIAPAKAH AL A`IMMAH AL-MUDHILLUN ?
.
Begitu bahayanya para pemimpin yang menyesatkan ini, sehingga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam mensifatinya dengan menyesatkan. al-A`immah al-Mudhillûn berasal dari bahasa Arab yang tersusun dari dua Kosa kata yaitu al-A`immah dan al-Mudhillun
.
Kata al-A`immah adalah bentuk plural dari kata al-Imâm yang berarti yang diikuti oleh sebuah kaum dan pemimpin mereka serta orang yang mengajak mereka untuk mengikuti sebuah perkataan atau perbuatan atau keyakinan (Mulla Ali Qari, Mirqâtul Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, VIII/3389
.
Al Munawi rahimahullah (wafat 1031 H) berkata,
.
“Imam-imam yang menyesatkan (Al-A`immah Al-Mudhillun) artinya seburuk-buruk pemimpin, yang menyimpang dari kebenaran dan menyelewengkan kebenaran.”
.
- At-Taisir Bisyarhil Jami Ash Shaghir, II/728
.
Al Munawi rahimahullah (wafat 1031 H) berkata,
.
“Para imam yang menyesatkan adalah yang berpaling dari kebenaran dan memalingkan orang lain darinya. Kata ‘aimmah’ sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘imam’ yang maknanya adalah orang yang dijadikan panutan oleh suatu kaum dan menjadi pemimpin mereka, dan juga bermakna siapa saja yang mengajak kepada sebuah ucapan, perbuatan, atau keyakinan. Jadi bisa bermakna para pemimpin dalam bidang ilmu dan juga penguasa. Seorang penguasa jika tersesat dari sikap adil dan menyelisihi kebenaran maka semua orang awam akan mengikutinya, karena takut terhadap kekuasaannya dan mengharapkan kedudukannya. SEDANGKAN PEMIMPIN DALAM BIDANG ILMU TERKADANG TERJATUH PADA SYUBHAT DAN TERTIMPA KETERGELINCIRAN, LALU DIA TERSESAT DENGAN SEBAB HAWA NAFSU ATAU BID’AH, KEMUDIAN KAUM MUSLIMIN YANG AWAM MENGIKUTINYA KARENA TAQLID, MEREMEHKAN DOSA KARENA MEMPERTURUTKAN HAWA NAFSU, ATAU BEREBUTAN MENGEJAR DUNIA DARI HARTA PENGUASA, ATAU DENGAN BERBUAT MAKSIAT, SEHINGGA ORANG-ORANG AWAM TERTIPU DENGANNYA.”
.
- Faidh Al Qadir, II/653
.
As-Shan’ani rahimahullah (wafat 1182 H) berkata,
.
“Ada juga ulama yang menyatakan : al-Imâm adalah orang yang dicontoh dan diikuti dalam perkataan dan perbuatannya, baik sesat atau tidak sesat. Hal ini ditakutkan atas umat ini karena ia diikuti oleh orang lalu menyesatkan orang banyak dengan kesesatannya. Ada juga yang menyatakan: Yang diinginkan adalah orang yang diikuti sehingga mencakup para ulama, karena kesesatan mereka menjadi sebab kesesatan orang jahil.”
.
- At-Tanwir Syarh al-Jami’ ash-Shaghir, IV/174
.
Al Adzim Abadi rahimahullah (wafat 1320 H) berkata,
.
“Sedangkan kata al-Mudhillûn adalah bentuk plural dari al-Mudhil yang berarti menyesatkan atau mengajak kepada kesesatan. Oleh karena itu penulis kitab ‘Aunul Ma’bûd t menyatakan: al-A`immah al-Mudhillîn adalah para penyeru kepada kebid’ahan, kefasikan dan kefajiran (kebatilan/keburukan)”
.
- Aunul Ma’bud XI/218. Lihat juga Tuhfatul Ahwadzi, VI/401
.
Al-Mubarakfuri rahimahullah (wafat 1427 H) berkata,
.
“Imam-imam yang menyesatkan, artinya penyeru-penyeru kepada BID’AH-BID’AH, KEFASIKAN (PELANGGARAN-PELANGGARAN) DAN FUJUR (KEJAHATAN-KEJAHATAN).”
.
- Al Mubarakafuri, Tuhfatul Ahwadzi, VI/401
.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh (wafat 1285 H) berkata,
.
“Mereka adalah para pemimpin, tokoh agama dan ahli ibadah YANG MENGARAHKAN MANUSIA TANPA ILMU (pemahaman agama yang benar) sehingga mereka menyesatkan manusia sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Dan mereka (orang-orang yang sesat) berkata “Ya Rabb Kami ! Sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahzab [33] : 67”
.
- Fathul Majid, hlm 323
.
Sehingga telah sah bahwasannya “Para Da’i yang mengajak ke pintu Neraka” adalah orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi agama, ulama atau yang “diulamakan” yang menyerukan kepada Bid’ah dalam Syari’at, yang dari Bid’ah dalam Syari’at tersebut berujung menciptakan kesesatan dan kebatilan dalam aqidah, amaliyah, manhaj (metode beragama) dan pemahaman serta pemikiran yang sesat yang menyelewengkan, merubah dan merusak risalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, merusak kesempurnaan Islam dan merusak kemurnian Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik yang bersifat haqiqiyah, idhaifiyyah ataupun tarkiyah dan juga berujung kepada kesyirikan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan sabdanya,
.
“YA. YAITU MUNCULNYA ORANG-ORANG (PARA DA’I) YANG MENYERU MENUJU KE NERAKA JAHANNAM, BARANGSIAPA MEMENUHI SERUANNYA MAKA IA DILEMPARKAN KE DALAM NERAKA ITU.”
.
Yakni, barangsiapa yang mendengarkan dan mengikuti seruan mereka yakni orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi agama, ulama atau yang “diulamakan” yang menyerukan kepada Bid’ah dalam Syari’at, maka ia akan dilemparkan ke dalam Neraka.
.
Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Utsaimin rahimahullah (wafat 1421 H) berkata,
.
“Mereka adakah para penyeru menuju gerbang pintu neraka Jahanam yang senantiasa mengajak umat manusia. Barangsiapa yang mengikutinya maka mereka akan menjerumuskannya ke dalam neraka. ANCAMAN INI BERLAKU (UMUM) BAGI PARA PELAKU KESESATAN, BID’AH DAN FITNAH.”
.
- Syarh Shahih Al Bukhari , IX/1060
.
Dan ini juga telah diberitakan secara jelas dan terang benderang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firman-Nya,
.
“Pada hari muka mereka dibolak-balikan dalam Neraka, mereka berkata, “Alangkah baiknya, andaikata kami dulu taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata “Ya Rabb kami ! Sesungguhnya kami dulu telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Wahai Rabb kami ! Timpakanlah kepada mereka dua kali dari adzab dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.”
.
- QS. Al Ahzab [33] : 66-68
.
Tafsir Muyassar,
.
“Orang-orang kafir (ingkar) berkata di hari Kiamat, “Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami menaati imam-imam (ulama) kami dalam kesesatan dan tokoh-tokoh kami dalam kesyirikan, lalu mereka menyelewengkan kami dari jalan petunjuk dan iman. Wahai Rabb kami, siksalah mereka dengan siksalah mereka dengan siksaan dua kali lipat siksaan yang Engkau timpakan kepada kamu dan usirlah mereka dengan keras dari rahmat-Mu.”
.
- Tafsir Muyassar, II/378
.
Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat 774 H) berkata,
.
“Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Pada hari muka mereka dibolak-balikan dalam Neraka” Yaitu mereka dijerumuskan di dalam api Neraka (di) atas wajah-wajah mereka serta memanggang wajah-wajah mereka di Neraka Jahanam. Mereka berkata dalam keadaan demikian dengan penuh angan-angan, ““Alangkah baiknya, andaikata kami dulu taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang yang kafir (ingkar) itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang Muslim (QS. Al Hijr : 2). Demikianlah Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengabarkan tentang mereka, bahwa mereka menginginkan seandainya dahulu mereka menaati Allah dan menaati (Sunnah) Rasul di dunia.
.
“Dan mereka berkata “Ya Rabb kami ! Sesungguhnya kami dulu telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”
.
Thawus bin Kaisan berkata : yaitu pembesar dan para ulama. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa kami mengikuti para pemimpin dan pembesar kami, yakni para ulama kami dan kami menentang Rasul dengan keyakinan bahwa pemimpin (ulama) kami berada dalam jalan petunjuk, dan sekarang ternyata mereka bukan berada dalam jalan petunjuk.
.
“Wahai Rabb kami ! Timpakanlah kepada mereka dua kali dari adzab” Yaitu, dengan sebab kekafiran (keingkaran) dan tipu daya mereka kepada kami. “Dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.”
.
- Tafsir min Ibnu Katsir, VI/540
.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi rahimahullah (wafat 1373 H) berkata,
.
“Pada hari muka mereka dibolak-balikan dalam Neraka” dan mereka pun merasakan panasnya, dan sengatannya pun makin dasyat menimpa mereka, dan mereka menyesali amal yang telah mereka lakukan dahulul dan “mereka berkata, “Alangkah baiknya, andaikata kami dulu taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Maka kami tentu selamat dari azab ini, dan kami tentu berhak menerima seperti halnya orang-orang yang taat, pahala yang berlipat ganda. Namun semua itu adalah angan-angan yang waktunya telah berlalu, maka ia sama sekali tidak berguna bagi mereka kecuali sebagai penyesalan, kesedihan, kepiluan dan kepedihan.
.
“Dan mereka berkata “Ya Rabb kami ! Sesungguhnya kami dulu telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami” dan kami bertaqlid kepada mereka (ulama, pemimpin, pembesar, pemuka, petinggi dan tokoh agama yang sesat) dalam kesesatan mereka “lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)”. Ini sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala
.
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Qur'an) ketika (Al-Qur'an) itu telah datang kepadaku. Dan syetan memang pengkhianat manusia. (Al Furqan [25] : 27-29).”
.
Setelah mereka mengetahui bahwa mereka dan para pemimpin mereka sudah pasti menerima azab, maka mereka ingin menghinakan orang-orang yang telah menyesatkan mereka, maka mereka mengatakan, “Wahai Rabb kami ! Timpakanlah kepada mereka dua kali dari adzab dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.”
.
- Taisir Al Karim Ar Rahman, V/653-6454
.
juga dalam firman-Nya,
.
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya, (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama Rasul. Wahai, celaka aku ! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sungguh, dia telah menyesatkan aku dari peringatan (Al-Qur'an) ketika (Al-Qur'an) itu telah datang kepadaku. Dan syetan memang pengkhianat manusia.”
.
- QS. Al Furqan [25] : 27-29
.
Dan juga Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat. Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginan (hawa nafsu) nya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”
.
- QS. Al A’raf [7] : 175-176
.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah (wafat 751 H) berkata,
.
“Para ulama Su’ (ulama yang sesat dan menyesatkan) mengikuti hawa nafsu, MEREKA PASTI BERBUAT BID’AH DALAM AGAMA DAN MELAKUKAN KEBURUKAN. Dengan demikian, kedua perbuatan ini terhimpun di dalam diri mereka. Ini terjadi karena mengikuti hawa nafsu membuat mata hati menjadi buta, sehingga tidak dapat membedakan mana yang Sunnah dan mana yang Bid’ah, atau, hawa nafsu itu akan memutarbalikkan hakikat keduanya, hingga yang Bid’ah dikatakan Sunnah dan yang Sunnah dikatakan Bid’ah. Demikianlah bencana yang akan menimpa para Ulama apabila mereka mengutamakan dunia serta menuruti hawa nafsu dan syahwatnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, BERITA ORANG YANG TELAH KAMI BERIKAN AYAT-AYAT KAMI KEPADANYA, KEMUDIAN DIA MELEPASKAN DIRI DARI AYAT-AYAT ITU, LALU DIA DIIKUTI OLEH SYETAN (SAMPAI DIA TERGODA), MAKA JADILAH DIA TERMASUK ORANG YANG SESAT. Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat) nya dengan (ayat-ayat) itu, TETAPI DIA CENDERUNG KEPADA DUNIA DAN MENGIKUTI KEINGINAN (HAWA NAFSU) NYA (YANG RENDAH), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al A’raf [7] : 175-176)
.
Orang yang seperti digambarkan dalam ayat itulah yang disebut dengan ulama Su’ (ulama yang sesat dan menyesatkan).”
.
- Fawaid Al Fawaid, hlm 342-343
.
Sehingga tidak setiap manusia yang dijuluki dan diberi gelar habib, ulama, imam, pembesar agama, pemuka agama, petinggi agama dan tokoh agama oleh para pengikut fanatiknya ataupun yang berjubah seperti ulama, imam, pembesar agama, pemuka agama, petinggi agama dan tokoh agama, walau setinggi apa pun gelarnya, titelnya, pendidikannya dan kedudukannya di mata masyarakat, itu akan membawa manusia kepada jalan yang lurus, petunjuk, jalan Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan secara haq bahwa terdapat ulama, imam, pemuka, pembesar, petinggi dan tokoh agama yang menyesatkan dan menyelewengkan umat dari jalan yang lurus, petunjuk, jalan Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam menuju kepada kesyirikan, kebidahan, kerancuan (syubhat), kesesatan dan kebatilan. Begitu pun juga ulama, imam, pemuka, pembesar, petinggi dan tokoh agama tersebut telah disesatkan dari jalan yang lurus, petunjuk, jalan Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam oleh para ulama, imam, pemuka, pembesar, petinggi dan tokoh agama panutan mereka yang mereka taqlid terhadapnya, dan begitu seterusnya. Hendaknya setiap Muslim mewaspadai hal ini setiap saat dan waktu hingga kematian itu datang. Jangan lupakan hal ini.
.
Allahu Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan Kami jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka dan pada hari Kiamat mereka tidak akan ditolong.”
.
- QS. Al Qashash [28] : 41
.
Allahu Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
.
“Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami”
.
- QS. Al Anbiya [21] : 73
.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, sahabat dan ulama Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu jami’an, berkata,
.
“Allah menjadikan Imam (pemimpin) bagi di dunia ini yang mengajak manusia kepada kesesatan atau kepada kebaikan.”
.
Kemudian beliau –radhiyallahu ‘anhu- membaca : “Dan Kami jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka (QS. Al Qashash [28] : 41)” dan “Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami (QS. Al Anbiya [21] : 73)”
.
- Tafsir Al Baghawi, V/109
.
Yang karena itu, hendaknya seorang Muslim harus selalu waspada dalam mengambil ilmu dan menjadikan seseorang sebagai rujukkan ilmu, dan jangan sampai menjadikan orang-orang yang menyerukan Bid’ah dalam Syari’at sebagai tempat mengambil ilmu, mengingat besar bahayanya bagi yang mengikuti seruan para Da’i penyeru ke pintu Neraka, yakni orang, tokoh, pembesar, pemimpin, petinggi agama, ulama atau yang “diulamakan” yang menyerukan kepada Bid’ah dalam Syari’at.
.
Adapun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
.
“MEREKA ITU BERASAL DARI KULIT-KULIT KALIAN DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KALIAN.” dan “BAIK. KULIT MEREKA SEPERTI KULIT KITA DAN BERBICARA DENGAN BAHASA KITA.”
.
Disini terdapat dua pendapat bahwasannya,
.
(1) SECARA UMUM yaitu orang-orang secara umum yang berjubah (berkulit) Islam dan berbicara fasih dengan bahasa Islam atau mengenai Islam namun menyesatkan.
.
(2) SECARA KHUSUS yaitu orang-orang berkulit seperti kulit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu ajma’in yakni Arab, dan berbicara dengan bahasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Para Sahabat radhiyallahu ‘anhu ajma’in yakni Arab.
.
Dari dua pendapat itu adalah sama-sama menguatkan bahwasannya penyeru kesyirikan, kebidahan, kesesatan dan kebatilan yang mengajak ke pintu neraka-Nya berlaku umum yang menunjuk kepada siapa saja dan bisa siapa saja, bisa kepada orang-orang secara umum atau keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sekarang saat ini atau yang hanya mengaku-aku atau yang diaku-aku oleh pengikutnya.
.
Atha bin Yussuf
Al Ikhwan As Sunnah