Minggu, 27 September 2020

Polemik Parfum Beralkohol.

Bismillah
.

Polemik Parfum Beralkohol
.

.

Parfum adalah campuran minyak esensial dan senyawa aroma (aroma compound), fiksatif, dan pelarut yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, atau ruangan. Jumlah dan tipe pelarut yang bercampur dengan minyak wangi menentukan apakah suatu parfum dianggap sebagai ekstrak parfum, Eau de parfum, Eau de toilette, atau Eau de Cologne.

.

Pelarut Parfum

.

Sebagaimana sumber terpercaya yang kami peroleh dari Wikipedia[1], terdapat info sebagai berikut:

.

“Minyak wangi biasanya dilarutkan dengan menggunakan solvent  (pelarut), namun selamanya tidak demikian dan jika dikatakan harus dalam solvent ini pun masih diperbincangkan. Sejauh ini solvent yang paling sering digunakan untuk minyak wangi adalah etanol atau campuran antara etanol dan air. Minyak wangi juga bisa dilarutkan dalam minyak yang sifatnya netral seperti dalam fraksi minyak kelapa, atau dalam larutan lak (lilin) seperti dalam minyak jojoba (salah satu jenis tanaman, pen).”

.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebagian parfum ada yang menggunakan solvent (pelarut) dari alkohol atau campuran antara alkohol dan air.

.

Alkohol Sebagai Solvent (Pelarut) pada Parfum Bukanlah Khomr

.

Mungkin ini yang sering kurang dipahami oleh sebagian orang yang menghukumi haramnya parfum beralkohol. Mereka mengira bahwa alkohol yang terdapat dalam parfum adalah khomr.

 .

Perlu kita ketahui terlebih dahulu, khomr adalah segala sesuatu yang memabukkan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

.

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

.

“Setiap yang memabukkan adalah khomr. Setiap yang memabukkan pastilah haram.”[2] Silakan lihat pembahasan mengenai definisi khomr di sini.

.

Yang jadi illah (sebab) pengharaman khomr adalah karena memabukkan. Perhatikan perkataan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsamin berikut.

.

“Khomr diharamkan karena illah (sebab pelarangan) yang ada di dalamnya yaitu karena memabukkan. Jika illah tersebut hilang, maka pengharamannya pun hilang. Karena sesuai kaedah “al hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman (hukum itu ada dilihat dari ada atau tidak adanya illah)”. Illah dalam pengharaman khomr adalah memabukkan dan illah ini berasal dari Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan ulama kaum muslimin).”[3]

.

Inilah sebab pengharaman khomr yaitu karena memabukkan. Oleh karenanya, tidak tepat jika dikatakan bahwa khomr itu diharamkan karena alkohol yang terkandung di dalamnya. Walaupun kami akui bahwa yang jadi patokan dalam menilai keras atau tidaknya minuman keras adalah karena alkohol di dalamnya. 

.

Namun ingat, alkohol bukan satu-satunya zat yang dapat menimbulkan efek memabukkan, masih ada zat lainnya dalam minuman keras yang juga sifatnya sama-sama toksik (beracun). Dan sekali lagi kami katakan bahwa Al Qur’an dan Al Hadits sama sekali tidak pernah mengharamkan alkohol, namun yang dilarang adalah khomr yaitu segala sesuatu yang memabukkan.

.

Lalu kita kembali pada point yang kami ingin utarakan. Perlu kiranya kita ketahui bersama bahwa alkohol (etanol) yang bertindak sebagai solvent (pelarut) dalam parfum bukanlah khomr. Maksudnya, yang menjadi solvent (pelarut) di situ bukanlah wiski, vodka, rhum atau minuman keras lainnya. Tidak ada pembuat parfum beralkohol yang menyatakan demikian. 

.

Namun yang menjadi solvent boleh jadi adalah etanol murni atau etanol yang bercampur dengan air. Dan ingat, etanol di sini bukanlah khomr. Dari pengamatan di sini saja, kenapa parfum beralkohol mesti diharamkan, yang nyata-nyata kita saksikan bahwa campurannya saja bukan khomr?

.

Pernyataan kami di atas bukan berdasar dari logika keilmuan kami semata, namun LP POM MUI[4] pun menyatakan demikian. Berikut kami cuplik sebagian perkataan mereka.

.

“Alkohol yang dimaksud dalam parfum adalah etanol . Menurut fatwa MUI, etanol yang merupakan senyawa murni -bukan berasal dari industri minuman beralkohol (khamr)- sifatnya tidak najis. Hal ini berbeda dengan khamr yang bersifat najis[5]. Oleh karena itu, etanol tersebut boleh dijual sebagai pelarut parfum, yang notabene memang dipakai di luar (tidak dimasukkan ke dalam tubuh).” [REPUBLIKA – Jumat, 30 September 2005[6]]. Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi.

.

Taruhlah kita mengangap bahwa khomr adalah najis sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Tetap kita katakan bahwa parfum beralkohol hukum asalnya adalah halal karena campurannya saja bukan khomr, lantas mengapa dianggap haram?

.

Etanol adalah Zat yang Suci

.

Pembahasan ini bukanlah memaksudkan pada pembahasan minuman keras. Minuman keras sudah diketahui haramnya karena termasuk khomr. Yang kita bahas adalah mengenai apa hukum dari etanol (C2H5OH), apakah suci dan halal?

.

Ini sudah kami kemukakan dalam tulisan sebelumnya di sini. Namun kami akan sedikit mengulang dengan menjelaskan melalui ilustrasi berikut.

.

Kami ilustrasikan sebagai berikut.

.

Air kadang bercampur dengan zat lainnya. Kadang air berada di minuman yang halal. Kadang pula air berada pada minuman yang haram (semacam dalam miras). 
.

Namun bagaimanakah sebenarnya status air itu sendiri sebagai zat yang berdiri sendiri, tanpa bercampur dengan zat lainnya? Apakah halal? Jawabannya, halal. Karena kita kembali ke hukum asal segala sesuatu adalah halal[7]. Dasarnya adalah firman Allah,

.

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

.

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 29)

.

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ

.

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” (QS. Al A’rof: 32)

.

Air ini bisa menjadi haram jika ia sudah berupa campuran, namun yang ditinjau adalah campurannya dan bukan lagi airnya. Misalnya air yang terdapat dalam miras. Pada saat ini, air sudah bercampur dan menjadi satu dengan miras. Dan miras dihukumi haram, termasuk pula air di dalamnya.

.

Sama halnya kita terapkan untuk etanol. Etanol kadang bercampur dan jadi satu dengan minuman keras. Kadang pula etanol berada dalam cairan etanol yang bercampur dengan air. 

.

Bagaimanakah hukum asal etanol ketika berdiri sendiri dan belum bercampur atau menyatu dengan zat lain? Jawabannya, sama dengan air di atas. Kita kembali ke hukum asal bahwa segala sesuatu itu halal. Termasuk juga etanol ketika ia berdiri sendiri.

.

Nanti masalahnya berbeda ketika etanol tadi bercampur dan menyatu dengan miras. Ketika itu etanol juga bercampur dengan zat asetanilda, propanol, butanol, dan metanol yang kebanyakan bersifat toksik (racun). 

.

Pada saat ini, campurannya dihukumi haram karena sifatnya memabukkan, termasuk pula etanol di dalamnya.
.

Namun bagaimana jika etanol hanya bercampur dengan air. Apakah dihukumi haram? Jawabnya, kembali ke hukum asal yaitu halal. Pada saat ini pula etanol bukan lagi memabukkan. 

.
Namun asal etanol memang toksik (beracun) dan tidak bisa dikonsumsi. Jika etanol hanya bercampur dengan air, lalu dikonsumsi, maka cuma ada dua kemungkinan bila dikonsumsi, yaitu sakit perut atau mati.

.

Intinya, ada beberapa point yang bisa kita simpulkan:
.

    Hukum asal etanol jika ia berdiri sendiri dan tidak bercampur dengan zat lain adalah halal.
.

    Etanol bisa berubah statusnya jadi haram jika ia menyatu dengan minuman yang haram seperti miras.
.

    Etanol ketika berada dalam miras, yang dihukumi adalah campuran mirasnya dan bukan etanolnya lagi.
.

Jika melihat etanol (alkohol) yang ada dalam parfum, maka kita dapat katakan bahwa yang jadi solvent (pelarut) dalam parfum tersebut adalah etanol yang suci, lantas mengapa mesti dipermasalahkan? Karena ingat sekali lagi, campuran dalam parfum di sini bukanlah khomr, namun etanol yang statusnya suci. Semoga Allah beri kepahaman.

.

Jika Kita Menganggap Campuran Parfum adalah Khomr
.

Ini sebenarnya pernyataan yang kurang tepat sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas. Namun taruhlah jika kita masih meyakini bahwa parfum alkohol memakai campuran khomr, lalu dari segi mana parfum tersebut boleh digunakan?

.

Jawabannya, kita kembali pada pembahasan apakah khomr itu najis ataukah tidak. Sebagaimana yang telah kami utarakan bahwa khomr itu haram namun tidak najis. Di antara alasannya:
.

Pertama: Tidak ada dalil tegas yang menyatakan khomr itu najis.
.

Kedua: Terdapat dalil yang menyatakan khomr itu suci. Sebagaimana hal ini dapat kita lihat pada hadits dari Anas bin Malik tentang kisah pengharaman khomr. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dengan berkata, “Ketahuilah, khomr telah diharamkan.”[8] Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa ketika bejana-bejana khomr pun dihancurkan dan penuhlah jalan-jalan kota Madinah dengan khomr. Padahal ketika itu orang-orang pasti ingin melewati jalan tersebut. Jika khomr najis, maka pasti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyuruh membersihkannya sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintakan untuk membersihkan kencing orang Badui di masjid. Jika khomr najis tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan orang-orang membuangnya di jalan begitu saja.
.

Ketiga: Hukum asal segala sesuatu adalah suci.

.

Jika sudah jelas zat khomr itu suci dan tidak najis, maka tidak menjadi masalah dengan parfum beralkohol. Namun perlu diketahui bahwa ulama yang menyatakan khomr itu suci, mengenai hukum parfum beralkohol ada beberapa pendapat di antara mereka, yaitu sebagai berikut:

.

    Dibolehkan jika alkohol dalam parfum itu sedikit.[9]
    Tidak dibolehkan karena kita diperintahkan menghancurkan khomr sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits. Jika diperintahkan dihancurkan, maka mengapa malah digunakan untuk parfum? Tentu saja tidak boleh menggunakannya.[10]
.

Namun jika kita melihat penjelasan di awal tadi, dua pendapat ini kami nilai kurang tepat karena salah dalam memahami istilah alkohol dalam parfum. Sebagaimana telah dikemukakan, solvent (pelarut) yang digunakan dalam parfum beralkohol bukanlah khomr namun etanol atau campuran antara etanol dan air. Lantas mengapa mesti dipermasalahkan?
.

Kesimpulan
.

Hukum asal menggunakan parfum beralkohol adalah boleh, mengingat status alkohol (etanol) yang suci yang bercampur dalam parfum tersebut, kecuali bila ada campuran zat najis lainnya dalam parfum tersebut[11].
.

Catatan penting:
.

Untuk wanita, diperbolehkan menggunakan wewangian hanya di rumah sebagaimana telah kami terangkan ketika membahas “Kriteria Wanita Idaman” di sini. Di antara alasannya adalah riwayat berikut:
.

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
.

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Shahih)

.

Demikian pembahasan kami mengenai parfum beralkohol. Semoga bisa menjawab polemik yang ada yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin. Semoga pelajaran ini bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu a’lam bish showab.

.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (Alumni Teknik Kimia UGM)

Artikel https://rumaysho.com
#selfreminder

Sabtu, 26 September 2020

SEharus-Nya KITA SELALU MEnaNgis

🌾بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🌿SEharus-Nya KITA SELALU MEnaNgis

Oleh 
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Pernahkah anda menangis -dalam keadaan sendirian- karena takut siksa Allah Azza wa Jalla ?
ketahuilah, sesungguhnya hal itu merupakan jaminan selamat dari neraka.
Menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla akan mendorong hamba untuk selalu istiqâmah di jalan-Nya, sehingga akan menjadi perisai dari api neraka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ حَتَّى يَعُوْدَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ وَلاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ

Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah sampai air susu kembali ke dalam teteknya. Dan debu di jalan Allah tidak akan berkumpul dengan asap neraka Jahannam.[1]

MENGAPA HARUS MENANGIS? 
Seorang Mukmin yang mengetahui keagungan Allah Azza wa Jalla dan hak-Nya, setiap dia melihat dirinya banyak melalaikan kewajiban dan menerjang larangan, dia khawatir dosa-dosa itu akan menyebabkan siksa Allah Azza wa Jalla kepadanya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ فِي أَصْلِ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ وَقَعَ عَلَى أَنْفِهِ قَالَ بِهِ هَكَذَا فَطَارَ

Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya.
Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini-, maka lalat itu terbang.
[HR. at-Tirmidzi, no. 2497 dan dishahîhkan oleh al-Albâni rahimahullah]

Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya.
Apabila dia melihat pada dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat baginya.
Hkikmah perumpamaan dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa manusia itu selain runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari musibah-musibah itu.
Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan menimpa seseorang, umumnya dia tidak akan selamat. Kesimpulannya bahwa rasa takut seorang Mukmin (kepada siksa Allah Azza wa Jalla -pen) itu mendominasinya, karena kekuatan imannya menyebabkan dia tidak merasa aman dari hukuman itu. Inilah keadaan seorang Mukmin, dia selalu takut (kepada siksa Allah-pen) dan bermurâqabah (mengawasi Allah).
Dia menganggap kecil amal shalihnya dan khawatir terhadap amal buruknya yang kecil”.
[Tuhfatul Ahwadzi, no. 2497]

Apalagi jika dia memperhatikan berbagai bencana dan musibah yang telah Allah Azza wa Jalla timpakan kepada orang-orang kafir di dunia ini, baik dahulu maupun sekarang. Hal itu membuatnya tidak merasa aman dari siksa Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَكَذَٰلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَىٰ وَهِيَ ظَالِمَةٌ ۚ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الْآخِرَةِ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَٰلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ وَمَا نُؤَخِّرُهُ إِلَّا لِأَجَلٍ مَعْدُودٍ يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ

Dan begitulah adzab Rabbmu apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya sangat pedih lagi keras.
Sesungguhnya pada peristiwa itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada adzab akhirat. Hari Kiamat itu adalah suatu hari dimana manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)-Nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).
Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu.
Saat hari itu tiba, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia.
Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). [Hûd/11:102-106]

Ketika dia merenungkan berbagai kejadian yang mengerikan pada hari Kiamat, berbagai kesusahan dan beban yang menanti manusia di akhirat, semua itu pasti akan menggiringnya untuk takut kepada Allah Azza wa Jalla al-Khâliq . Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَىٰ وَمَا هُمْ بِسُكَارَىٰ وَلَٰكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ

Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu.
Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah), pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, semua wanita yang menyusui anaknya lalai terhadap anak yang disusuinya, dan semua wanita yang hamil gugur kandungan.
Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk.
Akan tetapi adzab Allah itu sangat keras. [al-Hajj/22:1-2]

Demikianlah sifat orang-orang yang beriman.
Di dunia, mereka takut terhadap siksa Rabb mereka, kemudian berusaha menjaga diri dari siksa-Nya dengan takwa, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Maka, Allah Azza wa Jalla memberikan balasan sesuai dengan jenis amal mereka. Dia memberikan keamanan di hari Kiamat dengan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ ۖ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ

Dan sebagian mereka (penghuni surga-pent) menghadap kepada sebagian yang lain; mereka saling bertanya. Mereka mengatakan:
“Sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga, kami merasa takut (akan diadzab)”. Kemudian Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang. [ath-Thûr/52:25-28]

ILMU ADALAH SEBAB TANGISAN KARENA ALLAH AZZA WA JALLA 
Semakin bertambah ilmu agama seseorang, semakin tambah pula takutnya terhadap keagungan Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak, ada yang bermacam-macam warna (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Fâthir/35:28]

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ غَطَّوْا رُءُوْسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِيْنٌ

Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis. 
Anas bin Mâlik –perawi hadits ini mengatakan,
“Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu.
Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan.
[HR. Muslim, no. 2359]

Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Makna hadits ini,
'Aku tidak pernah melihat kebaikan sama sekali melebihi apa yang telah aku lihat di dalam surga pada hari ini.
Aku juga tidak pernah melihat keburukan melebihi apa yang telah aku lihat di dalam neraka pada hari ini.
Seandainya kamu melihat apa yang telah aku lihat dan mengetahui apa yang telah aku ketahui semua yang aku lihat hari ini dan sebelumnya, sungguh kamu pasti sangat takut, menjadi sedikit tertawa dan banyak menangis”.
[Syarah Muslim, no. 2359]

Hadits ini menunjukkan anjuran menangis karena takut terhadap siksa Allah Azza wa Jalla dan tidak memperbanyak tertawa, karena banyak tertawa menunjukkan kelalaian dan kerasnya hati.

Lihatlah para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum, begitu mudahnya mereka tersentuh oleh nasehat!
Tidak sebagaimana kebanyakan orang di zaman ini. Memang, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya, paling banyak pemahaman agamanya, paling cepat menyambut ajaran agama.
Mereka adalah Salafus Shâlih yang mulia, maka selayaknya kita meneladani mereka
[Lihat Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihin 1/475; no. 41]

Seandainya kita mengetahui bahwa tetesan air mata karena takut kepada Allah Azza wa Jalla merupakan tetesan yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla , tentulah kita akan menangis karena-Nya atau berusaha menangis sebisanya. Nabi Muhammad n menjelaskan keutamaan tetesan air mata ini dengan sabda beliau:

لَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ قَطْرَتَيْنِ وَأَثَرَيْنِ قَطْرَةٌ مِنْ دُمُوْعٍ فِيْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَقَطْرَةُ دَمٍ تُهَرَاقُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَمَّا اْلأ َثَرَانِ فَأَثَرٌ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ وَأَثَرٌ فِي فَرِيْضَةٍ مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ

Tidak ada sesuatu yang yang lebih dicintai oleh Allah daripada dua tetesan dan dua bekas.
Tetesan yang berupa air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang ditumpahkan di jalan Allah.
Adapun dua bekas, yaitu bekas di jalan Allah dan bekas di dalam (melaksanakan) suatu kewajiban dari kewajiban-kewajibanNya.[2]

Namun yang perlu kita perhatikan juga bahwa menangis tersebut adalah benar-benar karena Allah Azza wa Jalla , bukan karena manusia, seperti dilakukan di hadapan jama’ah atau bahkan dishooting TV dan disiarkan secara nasional. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan kebaikan besar bagi seseorang yang menangis dalam keadaan sendirian.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ اْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Tujuh (orang) yang akan diberi naungan oleh Allah pada naungan-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.

Pertama: Imam yang berbuat adil;

Kedua: pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Rabbnya;

ketiga: seorang laki-laki yang hatinya tergantung di masjid-masjid;

keempat: dua orang lak-laki yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah;

kelima: seorang laki-laki yang diajak oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, lalu dia berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”;

Keenam: seorang laki-laki yang bersedekah dengan cara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya; ketujuh: seorang laki-laki yang menyebut Allah di tempat yang sepi sehingga kedua matanya meneteskan air mata.
[HR. al-Bukhâri, no. 660; Muslim, no. 1031]

Hari Kiamat adalah hari pengadilan yang agung. Hari ketika setiap hamba akan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya.
Hari saat isi hati manusia akan dibongkar, segala rahasia akan ditampakkan di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Perkasa.
Maka kemana orang akan berlari?
Alangkah bahagianya orang-orang yang akan mendapatkan naungan Allah Azza wa Jalla pada hari itu.
Dan salah satu jalan keselamatan itu adalah menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla .

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata,
“Wahai saudaraku, jika engkau menyebut Allah Azza wa Jalla , sebutlah Rabbmu dengan hati yang kosong dari memikirkan yang lain.
Jangan fikirkan sesuatupun selain-Nya. Jika engkau memikirkan sesuatu selain-Nya, engkau tidak akan bisa menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla atau karena rindu kepada-Nya.
Karena, seseorang tidak mungkin menangis sedangkan hatinya tersibukkan dengan sesuatu yang lain.
Bagaimana engkau akan menangis karena rindu kepada Allah Azza wa Jalla dan karena takut kepada-Nya jika hatimu tersibukkan dengan selain-Nya?
Oleh karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “seorang laki-laki yang menyebut Allah di tempat yang sepi”, yaitu hatinya kosong dari selain Allah Azza wa Jalla , badannya juga kosong (dari orang lain), dan tidak ada seorangpun di dekatnya yang menyebabkan tangisannya menjadi riyâ’ dan sum’ah.
Namun, dia melakukan dengan ikhlas dan konsentrasi”. [Syarh Riyâdhus Shâlihîn 2/342, no. 449]

Setelah kita mengetahui hal ini, maka alangkah pantasnya kita mulai menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla . Wallâhul Musta’ân.

sumber: https://almanhaj.or.id/3534-seharusnya-kita-selalu-menangis.html

Jumat, 25 September 2020

KEYAKINAN NUR MUHAMMAD CIKAL BAKAL KEYAKINAN WIHDATUL WUJUD*

*KEYAKINAN NUR MUHAMMAD CIKAL BAKAL KEYAKINAN WIHDATUL WUJUD* 

.
Prasetyo Abu Ka'ab 9 September 2011

Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam… Beliau merupakan hamba Allah sekaligus utusan-Nya. Allah telah memilihnya sebagai hamba-Nya yang paling mulia dan sebagai pengemban risalah bagi seluruh jin dan manusia. Selain itu, Allah juga telah memuliakan beliau dengan beberapa keutamaan yang tidak dimiliki oleh makhluk selainnya.

📝 *KEYAKINAN NUR MUHAMMAD*

Di antara keyakinan tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak tersebar di Indonesia, khususnya bagi mereka yang biasa bergelut dengan dunia KE-SUFI-AN, adalah keyakinan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di ciptakan dari cahaya Allah; dan seluruh alam semesta diciptakan dari cahayanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Benarkah pemahaman ini?

📝 *SYUBHAT MEREKA*

Yang menjadi dasar atas keyakinan tersebut adalah sebuah hadits yang terdapat banyak dalam kitab-kitab sufi. Hadits tersebut adalah sebagai berikut:
`Abdurrazzaq meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada shahabat Jabir bin `Abdilla al-Anshariy radhiyallahu `anhu, dia mengatakan: “Saya bertanya: ‘Wahai Rasulullah, Demi bapak dan ibu saya sebagai tebusan bagimu, kabarkan kepada saya tentang makhluk yang pertama Allah ciptakan sebelum Dia menciptakan selainnya.’ Beliau menjawab: ‘Wahai Jabir, makhluk yang pertama Allah ciptakan adalah cahaya Nabimu yang Dia ciptakan dari cahaya-Nya. Kemudian Dia menjadikan cahaya tersebut berputar dengan kuat sesuai dengan kehendak-Nya. Belum ada saat itu lembaran, pena, surga, neraka, malaikat, nabi, langit, bumi, matahari, bulan, jin, dan juga manusia. Ketika Allah hendak menciptakan, Dia membagi cahaya tersebut menjadi 4 bagian. Kemudian, Allah menciptakan pena dari bagian cahaya yang pertama; lembaran dari bagian cahaya yang kedua; dan `Arsy dari bagian cahaya yang ketiga. Selanjutnya, Allah membagi bagian cahaya yang keempat menjadi 4 bagian lagi. Lalu, Allah menciptakan (malaikat) penopang `Arsy dari bagian cahaya yang pertama; Kursi dari bagian cahaya yang kedua; dan malaikat yang lainnya dari bagian cahaya yang ketiga. …[di akhir hadits beliau mengatakan] Beginilah permulaan penciptaan Nabimu, ya Jabir.”

📝 *DERAJAT HADITS NUR MUHAMMAD*

Wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita ke jalan-Nya, ketahuilah bahwasanya sanad (silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadits) merupakan bagian dari agama kita, yang dengannya Allah menjaga agama ini. `Abdullah bin Mubarak mengatakan: “Sanad merupakan bagian dari agama. Kalau tidak ada sanad , tentu orang akan seenaknya berkata (tentang agama ini).”
Syaikh Dr. Shadiq Muhammad Ibrahim (salah seorang yang telah melakukan penelitian terhadap hadits ini) mengatakan: “Semua kitab-kitab sufi yang terdapat di dalamnya hadits ini, tidak ada yang menyebutkan sanad dari hadits tersebut. Mereka hanya menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh `Aburrazzaq. Saya telah mencari hadits tersebut dalam kitab-kitab yang ditulis oleh `Abdurrazzaq dan saya tidak menemukan hadits tersebut.”
`Abdullah al-Ghamariy (seorang pakar hadits) mengatakan: “Hadits tersebut merupakan hadits maudhu ` (palsu). … Bersamaan dengan itu, hadits tersebut juga tidak terdapat dalam kitab Mushannaf `Abdurrazzaq, Tafsir-nya, dan tidak juga dalam Jami` -nya. … Maka shahabat Jabir bin `Abdullah radhiyallahu `anhu (perawi hadits menurut mereka) berlepas diri dari menyampaikan hadits tersebut. Demikian juga `Abdurrazzaq, dia tidak pernah menulis hadits tersebut (dalam kitabnya). Orang yang pertama menyampaikan hadits ini adalah Ibnu Arabi. Saya tidak tahu dari mana dia mendapatkannya.”

📝 *KONSEKUENSI YANG SESAT DAN MENYESATKAN*

Keyakinan sesat yang timbul sebagai konsekuensi dari hadits di atas adalah sebagai berikut:

➡️ *Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam diciptakan dari cahaya*
Keyakinan ini tentu saja merupakan bentuk pengingkaran terhadap al-Qur`an yang dengan jelas menyatakan tentang kemanusiaan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam.
Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Katakanlah: ‘Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (QS. Al-Israa`: 93) Dan manusia diciptakan dari tanah, bukan dari cahaya. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kalian dari tanah. Kemudian tiba-tiba kalian (menjadi) manusia yang berkembang biak.” (QS. Ar-Ruum: 20)

➡️ *Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam berasal dari cahaya Allah*
Ini merupakan perkataan tentang Allah tanpa dasar ilmu. Kita tidak bisa berbicara tentang Allah, kecuali melalui kabar dari-Nya, baik yang terdapat dalam al-Qur`an, maupun hadits yang sah dari Rasulullah shallallahu `alahi wa sallam. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: ‘Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita mengatakannya, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), Ini adalah dusta yang besar.” (QS. An-Nuur: 16)

📝 *KEYAKINAN INI TIDAK LEBIH BAIK DARI KEYAKINAN NASHRANI*

Puncak dari keyakinan sesat yang timbul sebagai konsekuensi dari hadits tersebut adalah keyakinan wihdatul wujud, yaitu keyakinan bahwasanya Dzat Allah bersatu dengan semua makhluk-Nya. Mereka mengatakan bahwa Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam diciptakan dari cahaya Allah, kemudian dari cahayanya shallallahu `alaihi wa sallam diciptakanlah seluruh makhluk selainnya. Jadi, semua makhluk pada hakikatnya adalah berasal dari cahaya AllahTa’ala . Keyakinan ini ( wihdatul wujud) sangat jelas kebatilannya. Bahkan, para ulama menyebutkan bahwa keyakinan orang Nashrani tentang tuhannya lebih baik dari keyakinan tersebut, karena Nashrani hanya mengatakan bahwa Dzat Allah menyatu dengan Isa `alaihis salam . Maha Suci Allah dari apa-apa yang mereka katakan. (lihat Muasuu`atur radd `ala shufiyyah )

📝 *VONIS DARI PARA ULAMA*

Ibnu `Arabi… Nama tersebut tidak asing lagi ditelinga kita. Siapakah dia? Dia merupakan salah satu tokoh sufi yang gencar dalam mempopulerkan keyakinan ini. Karena keyakinannya ini ( wihdatul wujud) para ulama telah mengkafirkannya, mulai dari ulama yang sejaman dengannya, hingga ulama yang hidup saat ini. Di antara ulama-ulama besar yang mengkafirkannya adalah Ibnu Hajar al-`Atsqalany, Ibnu Katsir, Ibnu Shalah, dan al-Qasthalany, semoga Allah merahmati mereka semua. (lihat Muasuu`atur radd `ala shufiyyah )

📝 *ALLAH DI ATAS SELURUH MAKHLUKNYA*

Di antara keyakinan Ahlus Sunnah adalah bahwasanya Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya: “Dan Dia-lah yang Mahakuasa, yang berada di atas hamba-hamba -Nya” (QS. Al-An`am: 18)
Imam Syafi`i rahimahullah berdalil dalam menetapkan ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya, dengan hadits dari Mu`awiyah bin Hakam (yang diriwayatkan oleh Imam Muslim). Ketika itu dia ingin memerdekakan budak perempuannya. Maka Rasulullah menguji budak perempuan tersebut – apakah dia termasuk orang beriman atau tidak – dengan bertanya: “Di mana Allah?” Kemudian budak perempuan memberikan isyarat ke arah atas. Lalu Rasulullah bertanya lagi, “Siapa saya?” Budak tadi menjawab, “(Engkau adalah) utusan Allah.” Kemudian Beliau bersabda: “Bebaskan budak tersebut karena dia adalah orang yang beriman.” ( Manhaj Imam Syafi`i fi Itsbail `Aqidah , hal. 355)
Semoga Allah menunjukkan kepada kita jalannya yang lurus dan melindungi hati kita dari keyakinan-keyakinan batil tersebut. Amin.
Penulis : Abu Ka’ab Prasetyo
Artikel Muslim.Or.Id

Sumber:
https://muslim.or.id/6806-keyakinan-nur-muhammad-cikal-bakal-wihdatul-wujud.html

Kiranya berfaedah
.

PERBANDINGAN NIKMAT DUNIA DENGAN NIKMAT AKHIRAT

🌾بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🌿PERBANDINGAN NIKMAT DUNIA
       DENGAN NIKMAT AKHIRAT

Sesungguhnya kehidupan dunia akan kita tinggalkan.
Dan kita semua akan menuju kehidupan yang abadi di akhirat.
Kita semua sedang berada di rel menuju akhirat.
Tak ada seorang pun yang luput dari rel ini.
Hanya saja kita tak tahu kapan kita meninggalkan dunia ini. Ali bin Abi Thalib berkata,

وَإِنَّ الدُّنْيَا قَدِ ارْتَحَلَتْ مُدْبِرَةً وَالآخِرَةُ قَدْ قُرِّبَتْ مُقْبِلَةً وَلِكُلِّ وَاحِدَةٌ مِنْهُمَا بَنُوْنَ فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا فَإِنَّ اليَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ

“Sesungguhnya dunia akan ditinggalkan di belakang. Sedangan akhirat begitu dekat dijumpai di depan.
Dunia dan akhirat masing-masing memiliki pengikut.
Jadilah pengikut akhirat, janganlah menjadi budak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari untuk beramal, tidak ada hisab (perhitungan).
Sedangkan besok (di akhirat) adalah hari hisab (perhitungan), tidak ada lagi amalan.”

Jadilah orang-orang yang memilih akhirat dan mengorbankan dunianya untuk akhirat.
Jangan menjadi orang-orang yang mengorbankan akhiratnya demi kehidupan dunia.
Karena kenikmatan akhirat adalah kenikmatan yang tiada bandingnya.

قَالَ اللَّهُ أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ )

“Allah berfirman: Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang sholeh surga yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia.”
Bacalah firman Allah Ta’ala,
“Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”
(QS. As Sajdah: 17) (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena itu, janganlah kita terpana dengan keindahan dunia yang akan sirna.
Seorang mukmin hendaknya memalingkan pandangannya ke kehidupan akhirat.

Ibadallah,

Pada kesempatan kali ini, penulis hendak memberikan gambaran perbandingan anatara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat.
Tujuannya, agar memotivasi kita menjadi pengikut akhira, bukan menjadi budak dunia.

Pertama: Kehidupan dunia fana sedangkan akhirat kekal.

Kehidupan dunia ini begitu cepat berlalu. Allah Ta’ala menggambarkan kehidupan dunia ini dengan firman-Nya:

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.
Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Quran Al-Hadid: 20].

Adapun kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal abadi tanpa batas.
Anda sebut saja masa-masa yang paling lama.
Ribuan tahun. Milyaran tahun.
Dan waktu-waktu lama lainnya.
Sesungguhnya kehidupan akhirat itu lebih lama dari itu. Karena dia adalah kehidupan yang abadi.

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ (17)

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” [Quran Al-A’la: 16-17].

Kedua: Kenikmatan dunia tidak sempurna.
Sedangkan akhirat adalah paripurna.

Kehidupan dunia tidaklah sempurna.
Sedangkan akhirat tidak ada celah.
Tidak ada kekurangan di dalamnnya.
Apabila kita membaca tentang keadaan di surga, maka kita akan membayangkan betapa sempurnanya kehidupan di surga.
Tidak ada lelah.
Tidak ada keluh kesah.
Tidak ada perselisihan.
Tidak ada tua dan selalu muda.
Tidak ada kesedihan dan selalu kegembiraan.
Dan berbagai macam gambaran lainnya tentang kenikmatan surga.

Ketiga: Kenikmatan dunia tak selalu bisa dinikmati. Kenikmatan akhirat senantiasa bisa dinikmati.

Nikmat dunia, tak selalu bisa dinikmati.
Ada masanya dan ada kadarnya.
Misalnya kita berbicara tentang buah.
Buah-buahan di dunia, tak selalu tersedia. Ada musimnya. Ada masa hilangnya.
Berbeda dengan buah-buah surga. Allah Ta’ala berfirman,

مَّثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ أُكُلُهَا دَائِمٌ وَظِلُّهَا ۚ تِلْكَ عُقْبَى الَّذِينَ اتَّقَوا ۖ وَّعُقْبَى الْكَافِرِينَ النَّارُ

“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). 
Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.” [Quran Ar-Ra’du: 35].

Di akhirat setiap saat tersedia buah-buahan tanpa mengenal musim. Bagaimana tidak?
Apa yang diinginkan penghuni surga semuanya ada.

وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ

“Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.” [Quran Fussilat: 31].

Contoh lainnya adalah wanita. Istri-istri kita di dunia mengalami sakit, datang bulan, dan nifas.
Berbeda dengan bidadari surga yang selalu bisa melayani suaminya.

Keempat: Kenikmatan dunia diraih dengan susah payah. Adapun kenikmatan akhirat tidak demikian.

Kenikmatan di dunia diraih dengan bersusah payah, berpeluh, meluangkan waktu dan tenaga.
Dalam pengorbanan demikian, terkadang kenikmatan tersebut tak juga dia dapatkan.
Berbeda dengan kenikmatan akhirat. Ia diraih dengan mudah.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala menggambarkan betapa mudahnya penghuni surga menikmati kenikmatannya.

قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ

“buah-buahannya dekat.” [Quran Al-Haqqah: 23].

Di dunia, apabila seseorang hendak minum, ia perlu berusaha terlebih dahulu.
Memasak air atau membelinya.
Beranjak dari tempatnya untuk menuju tempat minum. Kemudian mengambil gelas dan menuangkan air ke gelas tersebut.
Di akhirat, tidak demikian. Allah Ta’ala berfirman,

يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُونَ (17) بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِّن مَّعِينٍ (18)

“Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir.”
[Quran Al-Waqi’ah: 17-18].

Di akhirat, tidak perlu bersusah payah.
Ada pemuda-pemuda yang menghidangkan dan mengambilkan minuman.

Kelima: Kenikmatan dunia memiliki efek samping. Sedangkan kenikmatan akhirat tidak.

Seseorang makan atau minum di dunia, nanti ia akan mengeluarkan kotoran.
Seorang menikmati makanan di dunia, akan menimbulkan penyakit darah tinggi, kolesterol, jantung, dll.
Sedangkan di akhirat, penduduk surga makan dan minum bukan karena lapar dan haus.
Mereka makan dan minum karena berlezat-lezatan saja.
Tidak mengeluarkan kotoran dan menimbulkan penyakit. Yang ada hanyalah sendawa.
Itu pun mengeluarkan bau yang wangi.

Keenam: Kenikmatan dunia mendatangkan kebosanan. Sedangkan kenikmatan akhirat tidak.

Bagaimanapun seseorang menikmati kenikmatan dunia ini, dia pasti mengalami bosan.
Terlebih kalau dia menikmati kenikmatan yang itu-itu saja. Sedangkan kenikmatan akhirat, apapun bentuknya, tak pernah menghadirkan perasaan bosan.
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata:

إِنَّ الرَّجُلَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ لَيُعَانِقُ الْحَوْرَاءَ سَبْعِيْنَ سَنَةً ، لاَ يَمَلُّهَا وَلاَ تَمَلُّهُ ، كُلَّمَا أَتَاهَا وَجَدَهَا بِكْرًا ، وَكُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهَا عَادَتْ إِلَيْهِ شَهْوَتُهُ ؛ فَيُجَامِعُهَا بِقُوَّةِ سَبْعِيْنَ رَجُلاَ ، لاَ يَكُوْنُ بَيْنَهُمَا مَنِيٌّ ؛ يَأْتِي مِنْ غَيِرْ مَنِيٍّ مِنْهُ وَلاَ مِنْهَا

“Sesungguhnya seorang penghuni surga sungguh akan memeluk bidadari selama 70 tahun.
Ia tidak bosan dengan bidadari tersebut dan sang bidadari juga tidak bosan dengannya.
Setiap kali ia menjimaknya ia mendapati sang bidadari kembai perawan. Dan setiap kali ia kembali kepada sang bidadari, maka syahwatnya akan kembali.
Maka iapun menjimak bidadari tersebut dengan kekuatan 70 lelaki, tidak ada mani yang keluar dari keduanya, ia menjimak bidadari tanpa keluar mani, dan sang bidadari juga tidak keluar mani” (Tafsir Al-Qurthubi 15/45).

Ibadallah,

Apa yang penulis sebutkan di atas adalah motivasi untuk kita semua.
Apa yang kita amalkan di dunia ini tidak akan sia-sia. Perjuangan seseorang mempelajari agama, mengamlkannya, dan mendakwahkannya semuanya akan mendapat ganjaran di sisi Allah.
Dengan mengetahui keadaan di surga ini, kita akan semangat untuk berkorban dalam kebaikan yang Allah Ta’ala perintahkan.

Ibadallah,

Sesungguhnya orang-orang beriman tatkala memasuki surga-surga Allah mereka bertingkat-tingkat. Ini merupakan bentuk keadilan Allah Ta’ala. 

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu sesuai dengan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.”
[Quran Az-Zukhruf: 72]. 

Dalam Surat Al-Fajr, Allah Ta’ala berfirman,

كَلَّا إِذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا (21) وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا (22)وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ ۚ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ وَأَنَّىٰ لَهُ الذِّكْرَىٰ (23) يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (24)

“Jangan (berbuat demikian).
Apabila bumi digoncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.
Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.
Dia mengatakan:
"Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. [Quran Al-Fajr: 21-24].

Pada saat itu, manusia mengingat semua hal. Setelah sebelumnya mereka lupa apa saja yang telah mereka lakukan tatkala di duina.
Kemaksiatan-kemaksiatan yang dulu dia lakukan, Allah hadirkan dalam ingatkan mereka.
Sehingga mereka menyesal dan mengatakan, “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”.

Kalau kita lihat buku-buku tafsir, ayat ini berbicara dengan tentang orang-orang beriman dan orang-orang kafir. Semuanya menyesal.
Orang kafir mereka menyesal karena mereka kufur. Orang-orang beriman mereka menyesal mengapa tidak banyak melakukan ketaatan.
Mereka menyesali shalat malam mereka yang kurang banyak. Mereka menyesali sedekah mereka yang bisa dilakukan lebih banyak lagi.
Mereka menyesal seandainy lebih-lebih lagi dalam taat kepada orang tua.
Karena tidak sama surga seseorang yang shalat malamnya dua rakaat dengan yang sebelas.
Tidak sama infak yang sedikit dengan infak yang banyak.
Dari sinilah kita memahami bahwa kehidupan dunia ini adalah perlombaan dalam kebaikan.
Allah Ta’ala berfirman,

وَفِي ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” [Quran Al-Muthaffifin: 26].

Ibadallah,

Seorang muslim hendaknya memiliki semangat dan cita-cita yang tinggi.
Mereka berharap diberikan oleh Allah surga yang tertinggi.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

Di surga itu terdapat seratus tingkatan, Allah menyediakannya untuk para mujahid di jalan Allah, jarak antara keduanya seperti antara langit dan bumi. Karena itu, jika kalian meminta kepada Allah, mintalah Firdaus, karena sungguh dia adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi.
Di atasnya ada Arsy Sang Maha Pengasih, dan darinya sumber sungai-sungai surga.”
(HR. Bukhari 2790 & Ibnu Hibban 4611).

Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan kita surga yang tertinggi yang penuh dengan kenikmatan.

sumber: https://khotbahjumat.com/5190-perbandingan-nikmat-dunia-dengan-nikmat-akhirat.html

Kamis, 24 September 2020

SETIAP BERDO’A HARUSKAH MENGANGKAT TANGAN.?

Bismillahirrahmanirrahim. 
📙 FIQIH BERDO'A 📙 

💥SETIAP BERDO’A HARUSKAH MENGANGKAT TANGAN.?

Oleh : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Belum banyak dipahami sebagian orang. Mereka menganggap bahwa setiap berdoa harus mengangkat tangan, semacam ketika berdoa sesudah shalat. 
Untuk lebih jelas marilah kita melihat beberapa penjelasan berikut. 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah pernah ditanyakan : “Bagaimanakah kaedah (dhobith) mengangkat tangan ketika berdo’a? (Liqo’at Al Bab Al Maftuh, 51/13, Asy Syabkah Al Islamiyah). 

Beliau rahimahullah menjawab dengan rincian yang amat bagus : Mengangkat tangan ketika berdo’a ada tiga keadaan :  
 
PERTAMA. 
Ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. 
Kondisi ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat tangan ketika berdo’a. 
Contohnya adalah ketika berdo’a meminta diturunkannya hujan. 
Jika seseorang meminta hujan pada khutbah jum’at atau khutbah shalat istisqo’, maka dia hendaknya mengangkat tangan. 
Contoh lainnya adalah mengangkat tangan ketika berdo’a di Bukit Shofa dan Marwah, berdo’a di Arofah, berdo’a ketika melempar Jumroh Al Ula pada hari hari tasyriq dan juga Jumroh Al Wustho.  
Oleh karena itu, ketika menunaikan haji ada enam tempat (yang dianjurkan) untuk mengangkat tangan (ketika berdo’a) yaitu :  
[1] Ketika berada di Shofa
[2] Ketika berada di Marwah,  
[3] Ketika berada di Arofah. 
[4] Ketika berada di Muzdalifah setelah shalat shubuh,  
[5] Di Jumroh Al Ula di hari-hari tasyriq,  
[6] Di Jumroh Al Wustho di hari-hari tasyriq.  
Kondisi semacam ini tidak diragukan lagi dianjurkan untuk mengangkat tangan ketika itu karena adanya petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini.  
 
KEDUA  
Tidak ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. 
Contohnya adalah do’a di dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a istiftah : Allahumma ba’id baini wa baina khothoyaya kama ba’adta bainal masyriqi wal maghribi …; juga membaca do’a duduk di antara dua sujud : Robbighfirli; juga berdo’a ketika tasyahud akhir; namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan pada semua kondisi ini. 
Begitu pula dalam khutbah Jum’at, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat kedua tangannya kecuali jika meminta hujan (ketika khutbah tersebut). Barangsiapa mengangkat tangan dalam kondisi kondisi ini dan semacamnya, maka dia telah terjatuh dalam perkara yang diada-adakan dalam agama (alias bid’ah) dan melakukan semacam ini terlarang.  
 
KETIGA 
Tidak ada dalil yang menunjukkan mengangkat tangan ataupun tidak. 
Maka hukum asalnya adalah mengangkat tangan karena ini termasuk adab dalam berdo’a. 
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesunguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Mulia. 
Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa..”  
(HR. Abu Daud No. 1488 dan At Tirmidzi No. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih) 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menceritakan seseorang yang menempuh perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan penuh debu, lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya mengatakan : “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” 
Padahal makanannya itu haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dari yang haram. Bagaimana mungkin do’anya bisa dikabulkan?
 (HR. Muslim No. 1015)

Dalam hadits tadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mengangkat kedua tangan sebagai sebab terkabulnya do’a. 
Inilah pembagian keadaan dalam mengangkat tangan ketika berdo’a. 
Namun, ketika keadaan kita mengangkat tangan, apakah setelah memanjatkan do’a diperbolehkan mengusap wajah dengan kedua tangan? 
Yang lebih tepat adalah tidak mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sehabis berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if) yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). 
Apabila kita melihat seseorang membasuh wajahnya dengan kedua tangannya setelah selesai berdo’a, maka hendaknya kita jelaskan padanya bahwa yang termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak mengusap wajah setelah selesai berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if).  
 
HUKUM MENGANGKAT TANGAN UNTUK BERDO'A SETELAH SHALAT FARDHU 
 
Pembahasan berikut adalah mengenai hukum mengangkat tangan untuk berdo’a sesudah shalat fardhu. 
Berdasarkan penjelasan di atas, kita telah mendapat pencerahan bahwa memang mengangkat tangan ketika berdo’a adalah salah satu sebab terkabulnya do’a. 
Namun, apakah ini berlaku dalam setiap kondisi? 
Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin di atas bahwa hal ini tidak berlaku pada setiap kondisi. 
Ada beberapa contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa beliau tidak mengangkat tangan ketika berdo’a. Agar lebih jelas, mari kita perhatikan penjelasan Syaikh Ibnu Baz mengenai hukum mengangkat tangan ketika berdo’a sesudah shalat. Beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan :

Tidak disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangan (ketika berdo’a) pada kondisi yang kita tidak temukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan pada saat itu. Contohnya adalah berdo’a ketika selesai shalat lima waktu, ketika duduk di antara dua sujud (membaca do’a robbighfirli, pen) dan ketika berdo’a sebelum salam, juga ketika khutbah jum’at atau shalat ‘ied. 
Dalam kondisi seperti ini hendaknya kita tidak mengangkat tangan (ketika berdo’a) karena memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan kita dalam hal ini. 
Namun ketika meminta hujan pada saat khutbah jum’at atau khutbah ‘ied, maka disyariatkan untuk mengangkat tangan sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka ingatlah kaedah yang disampaikan oleh beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) berikut :

“Kondisi yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan, maka tidak boleh bagi kita untuk mengangkat tangan. 
Karena perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam termasuk sunnah, begitu pula apa yang beliau tinggalkan juga termasuk sunnah.”

Bagaimana Jika Tetap Ingin Berdo’a Sesudah Shalat? Ini dibolehkan, namun setelah berdzikir, dengan catatan tidak dengan mengangkat tangan. 
Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/178) mengatakan :

“Begitu pula berdo’a sesudah shalat lima waktu setelah selesai berdzikir, maka tidak terlarang untuk berdo’a ketika itu karena terdapat hadits yang menunjukkan hal ini. 
Namun perlu diperhatikan bahwa tidak perlu mengangkat tangan ketika itu. Alasannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian. 
Wajib bagi setiap muslim senantiasa untuk berpedoman pada Al Kitab dan As Sunnah dalam setiap keadaan dan berhati-hati dalam menyelisihi keduanya. 
Wallahu waliyyut taufik.”

Mengangkat Tangan Untuk Berdo’a Sesudah Shalat Sunnah, 
Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan : 
Adapun shalat sunnah, maka aku tidak mengetahui adanya larangan mengangkat tangan ketika berdo’a setelah selesai shalat. Hal ini berdasarkan keumuman dalil. 
Namun lebih baik berdo’a sesudah selesai shalat sunnah tidak dirutinkan. 
Alasannya, karena tidak terdapat dalil yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal ini. 
Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya, maka hal tersebut akan dinukil kepada kita karena kita ketahui bahwa para sahabat –radhiyallahu ‘anhum jami’an- rajin untuk menukil setiap perkataan atau perbuatan beliau baik ketika bepergian atau tidak, atau kondisi lainnya. 
Adapun hadits yang masyhur (sudah tersohor di tengah-tengah umat) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
“Di dalam shalat, seharusnya engkau merendahkan diri dan khusyu’. 
Lalu hendaknya engkau mengangkat kedua tanganmu (sesudah shalat), lalu katakanlah : Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah), sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnu Rajab dan ulama lainnya. Wallahu waliyyut taufiq.  
 
Semoga Allah senantiasa memberikan pada kita ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib dan amalan yang diterima. Yang selalu mengharap kan ampunan dan rahmat Rabbnya.  
Barakallahu fiikum.

Jumat, 18 September 2020

FITNAH KUBURAN MALAPETAKA UMAT

بسم الله الرحمن الرحیم

FITNAH KUBURAN MALAPETAKA UMAT

Kalau kita menengok perkembangan ideologi umat dewasa ini, maka banyak dijumpai kuburan-kuburan yang dikeramatkan oleh sebagian manusia, dan menjadi tempat yang lebih ramai dari tempat-tempat wisata. Mereka berduyun-duyun datang dari penjuru daerah maupun negara untuk meraih berbagai hajatnya masing-masing. Ada yang datang untuk meminta jodoh, jabatan, kekayaan, ataupun mendatangkan keselamatan hidup.

Ada juga sebagian lainnya datang untuk beribadah kepada Allah ﷻ seperti shalat, membaca Al Qur’an dan yang lainnya dengan anggapan bahwa beribadah di samping kuburan orang shalih lebih mendatangkan kekhusyu’an. Sementara di sisi lain masjid-masjid Allah ﷻ semakin sunyi dari jama’ah, sungguh ironis sekali.

Hal inilah yang mendorong untuk dimuatnya tema ini, sebagai bentuk nasehat dan tambahan ilmu untuk kita semua, yang didasari atas rasa ukhuwah (solidaritas) imaniyah semata.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ ، الدِّيْنُ ألنَّصِيْحَةُ 

“Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat, Agama adalah nasehat.
 (HR. Muslim, dari sahabat Tamim Ad Daari radhiyallahu 'anhu)

BISAKAH ORANG MATI MEMBERIKAN MANFAAT ?

Secara fitrah yang suci, orang yang telah mati tidak mampu lagi berhubungan dengan orang yang hidup, baik berbicara ataupun mendengar panggilan orang yang memanggil.

Lebih dari itu, Allah ﷻ sebagai dzat Yang Maha Mengetahui tentang makhluk-Nya menetapkan bahwa orang yang mati telah terputus amalnya, tidak lagi ia mampu menjawab panggilan orang yang memanggil atau mengabulkan do’a orang yang berdo’a kepadanya, dan tidak ada seorang pun yang mampu menjadikan orang mati dapat berinteraksi dengan orang yang hidup.

Sebagaimana firman Allah ﷻ:

ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ{13} إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ{14}

“Dan orang-orang yang kalian sembah selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruan kalian, dan kalaupun mereka mendengarnya mereka tiada dapat memperkenankan permintaan kalian dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikan kalian……”
 (Faathir: 13-14)

Begitu juga firman-Nya:

وَمَا أَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ

“Dan kamu (Wahai Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kubur dapat mendengar.”
 (Faathir: 22)

Rasululah ﷺ bersabda:

“Bila anak Adam (manusia) telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya.”
 (HR. At Tirmidzi dan An Nasaa’i)

PENGAGUNGAN KUBURAN DARI MASA KE MASA

Awal mula munculnya fitnah pengagungan kuburan ini, terjadi pada kaum Nabi Nuh 'alaihissalam, sebagaimana diberitakan oleh Allah ﷻ tentang mereka:

قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا (21) وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا (22) وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (23) وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا ضَلَالًا (24)

“Nuh berkata: “Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan mereka telah melakukan tipu daya yang amat besar”. Mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.…”
 (Nuh: 21-24)

◾ Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma dalam riwayat Al Bukhari menyatakan:

“Sesembahan tersebut adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh 'alaihissalam . Ketika orang-orang shalih itu mati, tampillah setan membisikkan kepada orang-orang; Dirikanlah dimajelis-majelis kalian patung-patung mereka dan namakanlah dengan nama-nama mereka! Orang-orang pun melakukan hal tersebut namun masih belum disembah, sampai orang-orang itu meninggal (dari generasi ke generasi) dan ilmu semakin dilupakan, akhirnya patung-patung tersebut itu pun disembah.”

Fitnah pengagungan kuburan terus berlangsung dari masa ke masa. Termasuk Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara) juga mendapat kutukan dari Allah ﷻ, disebabkan mereka terjatuh dalam pengagungan kuburan ini. 

Al Imam Al Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahih keduanya meriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Ummu Salamah radhiyallahu 'anha menceritakan kepada Rasulullah ﷺ apa yang ia lihat tentang gereja Maria di negeri Habasyah (Ethopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar/patung-patung.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Mereka (Yahudi dan Nashara), bila ada seorang shalih diantara mereka meninggal, maka mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat patung-patung (monumen-monumen) ataupun gambar-gambar orang shalih tersebut di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah .
 (Al Bukhari 1/15 dan Muslim 1/375)

Rasulullah ﷺ diutus ke muka bumi juga pada saat bangsa Arab terfitnah dengan penyembahan patung orang-orang shalih yang di tancapkan di kuburan-kuburan mereka atau disekitar Ka’bah.

Terbukti -hal yang demikian itu- dengan firman Allah ﷻ:

“Apakah patut kamu (wahai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata, Al-‘Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.”
(An-Najm: 19-22)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma beliau berkata tentang firman Allah ﷻ
“Al-Latta dan Al-‘Uzza.”:

“Al-Latta adalah seseorang yang membuat adonan roti dari gandum untuk para jamaah haji (tatkala ia mati orang-orang beri’tikaf di atas kuburnya lalu mereka menjadikannya berhala -red).”
 (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/35 dan Al Qaulul Mufid 1/253 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)

PARA PEMBACA, kita bisa menyaksikan (langsung) pula bahwa malapetaka atau fitnah kuburan ini pun merupakan asal usul kekafiran dari agama-agama selain agama samawi, seperti Hindu, Budha, Konghuchu, agama-agama sesat yang ada di Yunani dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang tersebar di belahan dunia ini.

Atas dasar itulah, sesungguhnya hakekat seluruh bentuk kekufuran adalah satu, karena dedengkot kekufuran itu adalah satu pula yaitu Iblis la’natullah.

BENTUK-BENTUK PENGAGUNGAN KUBUR

PARA PEMBACA, sesungguhnya fitnah pengagungan kuburan ini bermula dari sikap ghuluw (ekstrim) di dalam memuliakan orang-orang shalih.

 Padahal sikap ghuluw merupakan cara jitu iblis dan pengikutnya untuk menjatuhkan manusia dalam kebinasaan, dan ternyata telah terbukti pada kaum-kaum sebelum Islam. 

Pantaslah Rasulullah ﷺ bersabda:

 إِيَّاكُمْ وَالْغُلُو فَإِنَّمَا أَهْلََكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الغُلُو 

“Hati-hatilah kalian dari perbuatan ghuluw (melampaui batas), sesungguhnya kebinasaan kaum sebelum kalian adalah karena disebabkan perbuatan ghuluw.”
(HR. Ahmad)

DIANTARA BENTUK-BENTUK PERBUATAN GHULUW TERHADAP KUBURAN adalah:

 1⃣.  MEMBUAT BANGUNAN DI ATASNYA.

 ◾ Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Tahdzir As-Sajid (hal. 9-20) membawakan hadits-hadits yang semuanya melarang membuat bangunan di atas kuburan.

 ⏬ Diantaranya:

[1]. HADITS JABIR BIN ABDULLAH radhiyallahu 'anhu :

 نَهَىرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ 

“Rasulullah ﷺ melarang untuk mengapur kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan (mengkijing dan semisalnya) di atasnya.”
 (HR. Muslim, 3/62)

 [2]. HADITS ALI radhiyallahu 'anhu, dari Abu Hayyaj Al-Asadi rahimahullah ia berkata:

 قاَلَ ليْ علِيُّ بْنُ أَبِيْ طاَلِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلاَ أَبْعَثُكَ عَلَى ماَ بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ أَنْ لاَتَدَعَ تِمْثاَلاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفاً إِلاَّ سَوَّيْتَهُ 

“Ali bin Abu Thalib radhiyallahu 'anhu berkata kepadaku: ‘Maukah engkau aku utus kepada sesuatu yang Rasulullah ﷺ telah mengutusku dengannya? (Yaitu) jangan kamu membiarkan patung kecuali kamu hancurkan dan kuburan yang menonjol lebih tinggi melainkan kamu ratakan.”
 (HR. Muslim)

Kalau kita melihat kenyataan sekarang, jarang sekali kuburan yang bersih dari bangunan, pengapuran, penerangan (lampu), bahkan ada yang dipasang tirai (selambu).

 Yang semuanya ini dilarang oleh agama, karena selain menyelisihi petunjuk Nabi ﷺ, bahkan menyerupai kebiasaan orang-orang kafir dan menghambur-hamburkan harta. Padahal usaha tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat kepada penghuni kubur, lebih dari itu sebagai fitnah bagi yang masih hidup.

2⃣.  BERIBADAH KEPADA ALLAH ﷻ DI SISI KUBURAN.

 Perbuatan ini berasal dari sebuah keyakinan bahwa beribadah di sisi kuburan lebih bisa mendatangkan kekhusyu’an dan barakah. 

Disini kita sebutkan beberapa contoh ibadah yang lagi marak dilakukan di atasnya: Shalat, sesungguhnya ia merupakan ibadah yang sangat mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan syari’at. Telah datang hadits-hadits shohih yang melarang shalat di atas kubur baik mengadap ke kuburan ataupun tidak (yakni menghadap ke kiblat).

⏬ Diantaranya:

{1}. Hadits Abu Martsad Al Ghanawi radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

 لاَتُصَلُّوا إِلَى الْقُبُور 

“Janganlah kalian shalat menghadap ke kubur.”
 (HR. Muslim)

 {2}. Hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:

 أَنَّ النَّبِيَّ نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الْقُبُورِ 

“Sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ melarang shalat diantara kuburan-kuburan.”
 (HR. Al Bazzar no. 441, Ath Thabrani di Al Ausath 1/280)

{3}. Hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu 'anhu: 

 الأََرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ 

“Bumi dan seluruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.”
 (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)

{  a }. MEMOTONG HEWAN KURBAN DI ATASNYA.

 ▫ Rasulullah ﷺ bersabda:

 لاَعَقْرَ (أَي عِنْدَ الْقَبْرِ) فِي الإِسْلاَمِ 

“Tidak ada sesembelihan di atas kuburan dalam Islam.”
 (HR. Abu Dawud 2/71, Ahmad 3/197, dari sahabat Anas radhiyallahu 'anhu)

Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata:

“Menyembelih sembelihan di atas kubur merupakan perbuatan yang dilarang, sesuai kandungan hadits Anas radhiyallahu 'anhu.”
 (Al Majmu’: 5/320)

{ b }. SENGAJA MEMBACA AL QUR’AN, BERDO’A, BERNADZAR ATAUPUN JENIS IBADAH YANG LAINNYA DI SISI KUBURAN.

 Semua perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, kalau seandainya perkara ini adalah baik niscaya Rasulullah ﷺ pasti akan menyampaikannya dan para sahabatlah yang paling dahulu mengamalkannya.

 Semestinya rumah-rumah Allah ﷻ (masjid) ataupun rumah-rumah kita sendiri itulah yang lebih pantas untuk diramaikan dengan berbagai macam ibadah, bukan kuburan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 لاَتَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ 

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, akan sampai kepadaku.”
 (HR. Abu Dawud)

 Dan jenis perbuatan inipun juga masuk dalam larangan sabda Rasulullah ﷺ :

 لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيآئِهِمْ مَسَاجِدَ 

“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.”
 (HR. Al-Bukhari, 3/156, Muslim, 2/67 dan lainnya)

Karena makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup membangun masjid di atas kuburan dan juga mencakup menjadikan kuburan sebagai tempat sujud (ibadah) ataupun berdo’a walaupun tidak ada bangunan di atasnya. Kecuali berdo’a untuk si mayit, karena inilah yang dianjurkan dalam agama. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 279 karya Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dan Al Qaulul Mufid 1/396)

Sedangkan keyakinan menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah (perantara) untuk mendekatkan dia dengan Allah ﷻ, juga termasuk amalan baru (diada-adakan) yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.

▫ Rasulullah ﷺ bersabda:

 مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِناَ هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ 

“Barangsiapa mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam agama kami ini yang bukan bagian dari agama, maka amalannya akan tertolak.”
 (Muttafaqun ‘alaihi)

 Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata:

 مَنِ اسْتَحَْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ 

“Barangsiapa yang menganggap baiknya suatu amalan (tanpa dalil), berarti ia telah membuat syari’at.”
 (Al Muhalla fi Jam’il Jawaami’ 2/395)

Sehingga jenis tawassul seperti ini tergolong dari tawassul yang tidak disyari’atkan (terlarang).

3⃣.  BERIBADAH KEPADA PENGHUNI KUBUR.

 Tujuan utama yang diharapkan oleh iblis dan bala tentaranya adalah memalingkan manusia untuk mempersembahkan peribadatan kepada selain Allah ﷻ.

 Kenyataan ini pun terjadi, banyak kita jumpai kuburan-kuburan yang dikunjungi ratusan bahkan ribuan orang perharinya. Dalam keadaan khusyu’ dan takut, bahkan diiringi linangan air mata, mereka meminta kepada penghuni kubur baik rizki, jodoh, jabatan, atau ketika ditimpa musibah buru-buru menyembelih sembelihan untuk penghuni kuburan tersebut. Inilah hakekat kesyirikan yang dilarang oleh Allah ﷻ dan Rasul-Nya.

Rasulullah ﷺ:

 اللهمَّ لاَتَجْعَل قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ 

“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), sungguh amat besar sekali kemurkaan Allah terhadap suatu kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi sebagai masjid-masjid.”
 (HR. Ahmad dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

 هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ 

“Celaka dan binasalah orang-orang yang melampaui batas (ekstrim).”
 (HR. Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu)

◽ Allah ﷻ berfirman:

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

 “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya al jannah, dan tempat kembalinya adalah an naar dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.”
 (Al Maidah: 72)

AKHIR KATA, KAMI MENGAJAK SELURUH SAUDARA-SAUDARA KAUM MUSLIMIN UNTUK MERAMAIKAN MASJID-MASJID ALLAH ﷻ DENGAN MAJLIS-MAJLIS ILMIAH YANG BERSUMBER DARI AL QUR’AN dan AS SUNNAH SESUAI DENGAN APA YANG TELAH DI PAHAMI OLEH PARA SAHABAT NABI radhiyallahu 'anhum.

Karena dengan tersebarnya ilmu yang haq ini merupakan jalan keluar terbaik dari musibah (fitnah) yang menimpa umat Islam yaitu pengagungan terhadap kuburan-kuburan yang dikeramatkan.

___________________________

@mutiarasalafyindonesia
https://buletin-alilmu.net

Kamis, 17 September 2020

JIKA KUBAH YANG DI BANGUN DI ATAS MAKAM PARA NABI ATAU WALI DIANGGAP KEMUNGKARAN DAN KESYIRIKAN, LALU MENGAPA DI ATAS MAKAM NABI shollallohu ‘alayhi wa sallam DIBANGUN KUBAH HIJAU BAHKAN SANGAT MEGAH

بسم الله الرحمن الرحیم

Nah, Lho…

JIKA KUBAH YANG DI BANGUN DI ATAS MAKAM PARA NABI ATAU WALI DIANGGAP KEMUNGKARAN DAN KESYIRIKAN, LALU MENGAPA DI ATAS MAKAM NABI shollallohu ‘alayhi wa sallam DIBANGUN KUBAH HIJAU BAHKAN SANGAT MEGAH ?
APA PARA ULAMA DI SANA MENYETUJUINYA ?

By : Berik Said

Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka ana akan kutipkan secara lengkap jawaban ini dari sebuah situs yang dikelola oleh Syaikh Sholih al Munajjid hafizhohulloh berikut :

الحمد لله.
أولاً:
تاريخ القبة الخضراء
Pertama: 
HISTORI/SEJARAH KUBAH HIJAU

لم تكن القبة التي على قبر النبي صلى الله عليه وسلم موجودة إلى القرن السابع ، وقد أُحدث بناؤها في عهد السلطان قلاوون ، وكان لونها أولاً بلون الخشب ، ثم صارت باللون الأبيض ، ثم اللون الأزرق ، ثم اللون الأخضر ، واستمرت عليه إلى الآن .

Kubah yang ada di atas makam Nabi shollallahu’ alayhi wa sallam, DAHULUNYA TIDAK ADA, HINGGA (BARU ADA) PADA ABAD KE 7. 

Yang (pertama kali) membangun kubah tersebut adalah SULTAN QOLAWUN. 

Sebenarnya AWALNYA dulu BERWARNA KAYU, lalu berganti berwarna PUTIH, selanjutnya BIRU, dan (terakhir) berwarna HIJAU. Dan warna hijau ini berlanjut hingga sekarang.

قال الأستاذ علي حافظ حفظه الله :

Ustadz Ali Hafizh hafizhohulloh berkata:

"لم تكن على الحجرة المطهرة قبة ، وكان في سطح المسجد على ما يوازي الحجرة حظير من الآجر بمقدار نصف قامة تمييزاً للحجرة عن بقية سطح المسجد .

“Belum pernah ada kubah di atas kamar yang suci (kuburan Nabi shollalloohu ‘alayhi wa sallam). 
Dahulu di atap masjid yang sejajar dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang, untuk membedakan antara kamar dengan sisa atap masjid lainnya.

والسلطان قلاوون الصالحي هو أول من أحدث على الحجرة الشريفة قبة ، فقد عملها سنَة 678 هـ ، مربَّعة من أسفلها ، مثمنة من أعلاها بأخشاب ، أقيمت على رؤوس السواري المحيطة بالحجرة ، وسمَّر عليها ألواحاً من الخشب ، وصفَّحها بألواح الرصاص ، وجعل محل حظير الآجر حظيراً من خشب .

Sulton QOLAWUN AS SHOLIHI inilah orang yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut. 
Dikerjakan pada tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang dari sisi bawah, sedangkan atasnya berbentuk delapan persegi dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas tiang-tiang yang mengelilingi kamar, dikuatkan dengan papan dari kayu, lalu dikuatkan lagi dengan tembaga, dan ditaruh di atas kayu dengan kayu lain.

وجددت القبة زمن الناصر حسن بن محمد قلاوون ، ثم اختلت ألواح الرصاص عن موضعها ، وجددت ، وأحكمت أيام الأشرف شعبان بن حسين بن محمد سنة 765 هـ ، وحصل بها خلل ، وأصلحت زمن السلطان قايتباي سنة 881هـ .

Kubah tersebut lantas diperbaharui pada zaman AN NAASHIR HASAN BIN MUHAMMAD QOLAWUN. 
Kemudian papan yang ada tembaganya mulai retak-retak. 
Lalu diperbarui dan dikuatkan lagi pada zaman AL ASYROOF SYA’BAN BIN HUSAIN BIN MUHAMMAD,  yakni pada tahun, 765 H. 
Akan tetapi kembali ada kerusakan, dan diperbaiki pada zaman SULTAN QOYTABAY, tahun 881 H.

وقد احترقت المقصورة والقبة في حريق المسجد النبوي الثاني سنة 886 هـ ، وفي عهد السلطان قايتباي سنة 887هـ جددت القبة ، وأسست لها دعائم عظيمة في أرض المسجد النبوي ، وبنيت بالآجر بارتفاع متناه ،....

Pada tahun 886 H, terjadi kebakaran pada masjid Nabawi, sehingga  rumah dan kubah ikut terbakar. 

Hingga pada zaman Sultan Qoytabai tahun 887 H, kubahnya kembali diperbarui. 

Dan saat itu dibuat pondasi yang lebih kuat di tanah Masjid Nabawi, dibangun dengan kayu dengan puncak ketinggian.

بعد ما تم بناء القبة بالصورة الموضحة : تشققت من أعاليها ، ولما لم يُجدِ الترميم فيها : أمر السلطان قايتباي بهدم أعاليها ، وأعيدت محكمة البناء بالجبس الأبيض ، فتمت محكمةً ، متقنةً سنة 892 هـ

Setelah kubah selesai sebagaimana dijelaskan di atas, ternyata bagian atasnya koyak kembali. 
Ketika merasa tidak memungkinkan lagi dipugar, SULTAN FAYYABI memerintahkan untuk menghancurkan bagian atasnya. 

Lalu diulangi lagi pembangunannya lebih kuat dengan semen putih. Dan selesai dengan kokoh dan kuat pada tahun 892 H.

وفي سنة 1253هـ صدر أمر السلطان عبد الحميد العثماني بصبغ القبة المذكورة باللون الأخضر ، وهو أول من صبغ القبة بالأخضر ، 

Lantas pada tahun 1253 H, SULTAN ABDUL HAMID AL ‘UTSMANI memerintahkan untuk MENGECAT KUBAH DENGAN WARNA HIJAU.  
Jadi beliaulah ORANG YANG PERTAMA KALI mengecat kubah dengan (warna) hijau.

ثم لم يزل يجدد صبغها بالأخضر كلما احتاجت لذلك إلى يومنا هذا

Kemudian cat tersebut terus menerus diperbarui setiap kali dibutuhkan, sampai hari ini.

وسميت بالقبة الخضراء بعد صبغها بالأخضر ، وكانت تعرف بالبيضاء ، والفيحاء ، والزرقاء" انتهى
Dan (sejak itulah) dinamakan KUBAH HIJAU, yaitu setelah dicat hijau. 
Dulunya dikenal dengan KUBAH PUTIH, FAYHA, setra KUBAH BIRU. 

" فصول من تاريخ المدينة المنورة " علي حافظ ( ص 127، 128 ) .

(Fushul Min Tarikh Al Madinah Al Munawwaroh, Ali Hafizh, [hal. 127-128])

ثانياً:
حكمها
Kedua: 
HUKUMNYA (HUKUM MEMBANGUN KUBAH DI ATAS MAKAM)

وقد أنكر أهل العلم المحققين - قديماً وحديثاً – بناء تلك القبة ، وتلوينها ، وكل ذلك لما يعلمونه من سد الشريعة لأبواب كثيرة خشية الوقوع في الشرك . ومن هؤلاء العلماء :

Para ulama peneliti -era dahulu sampai era sekarang- telah MENGINGKARI bangunan kubah dan pengecatannya. 

Semua itu karena mereka mengetahui bahwa pengingkaran tersebut dapat mencegah peluang yang banyak yang mengkhawatirkan  lahirnya tindakan kesyirikan. 

Di antara ulama-ulama tersebut adalah;

1. قال الصنعاني – رحمهُ اللهُ – في " تطهير الاعتقادِ " :
"فإن قلت : هذا قبرُ الرسولِ صلى اللهُ عليه وسلم قد عُمرت عليه قبةٌ عظيمةٌ انفقت فيها الأموالُ .
قلتُ : هذا جهلٌ عظيمٌ بحقيقةِ الحالِ ، فإن هذه القبةَ ليس بناؤها منهُ صلى اللهُ عليه وسلم ، ولا من أصحابهِ ، ولا من تابعيهم ، ولا من تابعِ التابعين ، ولا علماء الأمةِ وأئمة ملتهِ ، بل هذه القبةُ المعمولةُ على قبرهِ صلى اللهُ عليه وسلم من أبنيةِ بعضِ ملوكِ مصر المتأخرين ، وهو قلاوون الصالحي المعروف بالملكِ المنصورِ في سنةِ ثمانٍ وسبعين وست مئة ، ذكرهُ في " تحقيقِ النصرةِ بتلخيصِ معالمِ دارِ الهجرةِ " ، فهذه أمورٌ دولية لا دليليةٌ " انتهى .

1. Imam Ash Shon’ani rohimahulloh, dalam kitab ‘Tathirul I’tiqadat’, beliau berkata :
'Kalau anda katakan, bahwa pada kuburan Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam telah dibangun kubah yang agung dengan biaya yang sangat besar, maka saya katakan : 'ini merupakan KEBODOHAN BESAR TENTANG HAKEKAT SEBUAH REALITA !

(Karena) sebenarnya KUBAH TERSEBUT TIDAKLAH DIBANGUN OLEH NABI shollalloohu ‘alayhi wa sallam, TIDAK PULA OLEH PARA SHAHABATNYA rodhialloohu ‘anhum, TIDAK PULA PARA TABI’IN, TABI’UT TABI’IN rohimahumulloh ‘alayhim ajma’in, dan TIDAK PULA PARA ULAMA UMMAT DAN PEMIMPIN AGAMANYA. 

Akan tetapi kubah yang dibangun di atas makam Nabi shollallohu ’alaihi wa sallam tersebut adalah bangunan yang didirikan salah seorang raja Mesir era akhir, yaitu Qolawun As Sholihi, yang dikenal dengan Raja Al Manshur, pada tahun 678 H.

Disebutkan dalam kitab ‘Tahqiq An-Nushrah Bitalkhish Ma’alim Dar Al Hijroh’ : 'Ini adalah urusan pemerintah, TAK ADA KORELASINYA DENGAN DALIL.'

2. وسئل علماء اللجنة الدائمة للإفتاء :
هناك من يحتجون ببناء القبة الخضراء على القبر الشريف بالحرم النبوي على جواز بناء القباب على باقي القبور ، كالصالحين ، وغيرهم ، فهل يصح هذا الاحتجاج أم ماذا يكون الرد عليهم ؟

2. Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya: 
“Ada orang yang berdalih bahwa adanya bangunan kubah hijau di atas kuburan yang mulia di Masjid Nabawi menunjukkan dibolehkannya membangun kubah di atas kuburan-kuburan lain seperti orang-orang shaleh dan lainnya. 
Apakah dalih ini dibenarkan atau bagaimana cara membantahnya?

فأجابوا :
" لا يصح الاحتجاج ببناء الناس قبة على قبر النبي صلى الله عليه وسلم على جواز بناء قباب على قبور الأموات ، صالحين ، أو غيرهم ؛ 

Mereka (para ulama al Lajnah tersebut) menjawab: 
“TIDAK BENAR orang yang membolehkan membangun kubah di atas kuburan orang saleh yang telah wafat atau selain mereka dengan dalih (adanya) kubah di atas kuburan Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam. 

لأن بناء أولئك الناس القبة على قبره صلى الله عليه وسلم حرام يأثم فاعله ؛ لمخالفته ما ثبت عن أبي الهياج الأسدي قال : قال لي علي بن أبي طالب رضي الله عنه : ألا أبعثك على ما بعثني عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ ألا تدع تمثالاً إلا طمستَه ، ولا قبراً مشرفاً إلا سويته .
Karena tindakan mereka yang membangun kubah di atas kuburannya shallallohu ’alaihi wa sallam merupakan PERBUATAN HARAM DAN PELAKUNYA BERDOSA. 

Karena menyalahi riwayat dari Abi Al-Hayyaj Al-Asadi yang berkata, 'Ali bin Abi Tholib rodhiallohu anhu berkata kepadaku: ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rosulullah shollallahu alahi wa sallam mengutusku (yakni) : ‘Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan JANGAN BIARKAN KUBURAN TINGGI, KECUALI ENGKAU RATAKAN !"

وعن جابر رضي الله عنه قال : ( نهى النبي صلى الله عليه وسلم أن يجصَّص القبر ، وأن يقعد عليه ، وأن يبنى عليه ) رواهما مسلم في صحيحه ، 

Dan terdapat pula riwayat dari Jabir rodhiallohu anhu, dia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيهِ ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيهِ  (رواهما مسلم)

"Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam melarang kuburan ditembok, diduduki dan dibangun di atasnya." (HR. Muslim)

فلا يصح أن يحتج أحد بفعل بعض الناس المحرم على جواز مثله من المحرمات ؛ 

Maka TIDAK SAH SESEORANG BERARGUMENTASI DENGAN PERBUATAN SEBAGIAN ORANG YANG DIHARAMKAN DENGAN MELAKUKAN PERBUATAN YANG JUGA SAMA DIHARAMKANNYA !

لأنه لا يجوز معارضة قول النبي صلى الله عليه وسلم بقول أحد من الناس أو فعله ؛ لأنه المبلغ عن الله سبحانه ، والواجب طاعته ، والحذر من مخالفة أمره ؛ لقول الله عز وجل : ( وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ) الحشر/ 7 .
Karena tidak dibolehkan menyalahi sabda Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam hanya dengan bersandar perkataan atau perbuatan seorang pun. 

Karena (beliau shollallahu ’alaihi wa sallam) sebagai penyampai dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang wajib ditaati dan tidak boleh menyalahi perintahnya. 
Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا (سورة الحشر: 7)

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” 
(QS. Al-Hasyr: 7)

وغيرها من الآيات الآمرة بطاعة الله وطاعة رسوله ؛ ولأن بناء القبور ، واتخاذ القباب عليها من وسائل الشرك بأهلها ، فيجب سد الذرائع الموصلة للشرك " انتهى

Dan ayat-ayat lain yang memerintahkan taat kepada Allah dan kepada Rosul-Nya.

Di samping itu, karena membangun kuburan dan menjadikan kubah di atasnya merupakan salah satu sarana menuju kesyirikan terhadap penghuninya, maka pintu ke arah sana harus ditutup sebagai tindak preventif mencegah perbuatan  syirik.’

الشيخ عبد العزيز بن باز ، الشيخ عبد الرزاق عفيفي ، الشيخ عبد الله بن قعود .
" فتاوى اللجنة الدائمة " ( 9 / 83 ، 84 ).

Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Qa’ud
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, [IX 83-84])

3. وقال علماء اللجنة الدائمة – أيضاً - :
3. Para ulama’ Al-Lajnah ad-Daimah menandaskan juga:

" ليس في إقامة القبة على قبر النبي صلى الله عليه وسلم حجة لمن يتعلل بذلك في بناء قباب على قبور الأولياء والصالحين ؛ لأن إقامة القبة على قبره : لم تكن بوصية منه ، ولا من عمل أصحابه رضي الله عنهم ، ولا من التابعين ، ولا أحد من أئمة الهدى في القرون الأولى التي شهد لها النبي صلى الله عليه وسلم بالخير ، 

”Berdirinya kubah di atas kuburan Nabi shollallahu ’alahi wa sallam bukan sebagai argumentasi bagi yang mencari dalil untuk itu dalam membangun kubah di atas kuburan para wali dan orang-orang shaleh. 

Karena adanya kubah di atas kuburannya, bukan atas wasiat dari beliau shollallahu ’alaihi wa sallam, juga bukan perbuatan para shahabat rodhiallahu ’anhum, bukan juga para tabiin, juga bukan (perbuatan) seorang pun dari para imam yang mendapatkan petunjuk di abad-abad permulaan yang disaksikan Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam sebagai generasi terbaik.

إنما كان ذلك من أهل البدع ، 

Sesungguhnya hal itu HANYALAH ULAH AHLI BID’AH. 

وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد ) ، 
Sementara telah shohih dari Nabi shollallahu ’alahi wa sallam dalam sabdanya: “Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami yang tidak ada (ajarannya) maka ia tertolak.”

وثبت عن علي رضي الله عنه أنه قال لأبي الهياج : ( ألا أبعثك على ما بعثني عليه رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ ألاَّ تدع تمثالاً إلا طمسته ، ولا قبراً مشرفاً إلا سويته ) رواه مسلم ؛ 

Begitu pula telah ada ketetapan dari ‘Ali radhiallahu anhu bahwa beliau berkata kepada Abu Al-hayyaj: ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah shollallahu ’alahi wa sallam mengutusku; Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan ada kuburan tinggi kecuali engkau telah ratakan.” (HR. Muslim)

فإذا لم يثبت عنه صلى الله عليه وسلم بناء قبة على قبره ، ولم يثبت ذلك عن أئمة الخير ، بل ثبت عنه ما يبطل ذلك : لم يكن لمسلم أن يتعلق بما أحدثه المبتدعة من بناء قبة على قبر النبي صلى الله عليه وسلم " انتهى .

Nah (jika telah difahami) bahwa tidak ada ketetapan dari Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam untuk membangun kubah di atas kuburannya, juga tidak ada ketetapan dari para imam yang terbaik, bahkan yang ada adalah ketetapan yang membatalkan akan hal itu, maka semestinya seorang muslim tidak tergantung dengan apa yang dibuat-buat oleh ahli bid’ah dengan membangun kubah di atas kuburan Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam.”

الشيخ عبد العزيز بن باز ، الشيخ عبد الرزاق عفيفي ، الشيخ عبد الله بن غديان ، الشيخ عبد الله بن قعود .
" فتاوى اللجنة الدائمة " ( 2 / 264 ، 265 ) .

Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Gudayyan, Syekh Abdullah Qa’ud. 
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, [II 264, 265])

4. وقال الشيخ شمس الدين الأفغاني رحمه الله :
" قال العلامة الخجندي ( 1379 هـ ) مبيِّناً تاريخ بناء هذه القبة الخضراء المبنية على قبر النبي صلى الله عليه وسلم ، محققاً أنها بدعة حدثت بأيدي بعض السلاطين ، الجاهلين ، الخاطئين ، الغالطين ، وأنها مخالفة للأحاديث الصحيحة المحكمة الصريحة ؛ جهلاً بالسنَّة ، وغلوّاً وتقليداً للنصارى ، الضلال الحيارى :

4. Syekh SYAMSUD DIN AL AFGHANI rohimahulloh berkata: 
”Al-Allamah Al-Khojnadi (1379 H) berkata dalam menjelaskan sejarah pembangunan kubah hijau yang dibangun di atas kuburan Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam, 
'Setelah dikaji, IA ADALAH BID’AH yang dilakukan melalui tangan-tangan sebagian penguasa yang tidak paham dan keliru, yang jelas-jelas menyalahi hadits shahih muhkam (yang jelas mengandung hukum). 

Karena ketidak tahuan tentang sunnah serta sikap berlebih-lebihan dan MEMBEBEK ORANG KRISTEN YANG SESAT DAN BINGUNG. 

اعلم أنه إلى عام ( 678 هـ ) لم تكن قبة على الحجرة النبوية التي فيها قبر النبي صلى الله عليه وسلم ؛ وإنما عملها وبناها الملك الظاهر المنصور قلاوون الصالحي في تلك السنة - ( 678هـ) ، فعملت تلك القبة .

Ketahuilah, bahwa hingga tahun 678 H, kubah di atas kamar Nabi shollalloohu ‘alayhi wa sallam yang di dalamnya ada makam Nabi shollallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah ada. 

Akan tetapi, hal tersebut baru dibangun oleh Raja Az Zhohir Al-Mansur Qolawun As Sholihi pada tahun itu (678 H). Maka dibangunlah kubah itu.

قلت : إنما فعل ذلك لأنه رأى في مصر والشام كنائس النصارى المزخرفة فقلدهم جهلاً منه بأمر النبي صلى الله عليه وسلم وسنته ؛ كما قلدهم الوليد في زخرفة المسجد ، فتنبه ، كذا في " وفاء الوفاء " ...
Saya tandaskan : ”Sesungguhnya (dia) melakukan hal itu karena melihat di Mesir dan Syam HIASAN/ORNAMEN PADA GEREJA ORANG KRISTEN. Maka dia MENIRUNYA karena tidak tahu terhadap perintah Nabi shollallahu ’alahi wa sallam dan sunnah-sunnahnya. 
Sebagaimana Al-Walid menirunya dalam menghias masjid. Maka berhati-hatilah. (Wafa AL-Wafa).

اعلم أنه لا شك أن عمل قلاوون هذا -: مخالف قطعاً للأحاديث الصحيحة الثابتة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ؛ ولكن الجهل بلاء عظيم ، والغلو في المحبة والتعظيم وباء جسيم ، والتقليد للأجانب داء مهلك ؛ فنعوذ بالله من الجهل ، ومن الغلو ، ومن التقليد للأجانب" انتهى.
" جهود علماء الحنفية في إبطال عقائد القبورية " ( 3 / 1660 - 1662 ) .

Ketahuilah, tidak diragukan lagi bahwa PERBUATAN QOLAWUN (yang membangun kubah hijau di atas makam nabi SHOLLALLOOHU ‘ALAYHI WA SALLAM)  ini -SECARA PASTI MENYELISIHI HADITS SHOHIH DARI ROSULULLOH  shollallahu ’alaihi wa sallam.
Hanya saja KEBODOHAN ADALAH BENCANA BESAR.  
Dan berlebih-lebihan dalam mencintai dan mengagung-agungkan adalah bencana yang mengerikan. 
Meniru orang-orang asing (non Islam) adalah penyakit yang memusnahkan. 
Maka kami berlindung kepada Allah dari kebodohan, berlebih-lebihan dan dari meniru orang-orang asing.” 
(Juhud Ulama’ Al-Hanafiyah Fi Ibtol Aqoidil AL-Quburiyyah, (III:1660-1662)

ثالثاً:
سبب عدم هدمها
Ketiga: 
SEBAB TIDAK/BELUM DIHANCURKANNYA KUBAH TERSEBUT 

فقد بَيَّن العلماء الحكم الشرعي في بناء القبة ، وأثرها البدعي واضح على أهل البدع

، فهم متعلقون بها بناءً ولوناً ، ومدحهم وتعظيمهم لها نظماً ونثراً كثير جدّاً ، ولم يبق إلا تنفيذ ذلك من ولاة الأمر ، وليس هذا من عمل العلماء .

Para ulama sebenarnya telah menerangkan hukum syari’at terkait membangun kubah di atas makam. Pengaruh dari perbuatan bid’ah ini sangat jelas bagi para pelaku bid’ah. mereka menjadi amat tergantung dengan bangunan tersebut, baik bentuk maupun warnanya. 

Pujian dan penghormatan mereka telah banyak melahirkan nazam (syair) maupun natsar (prosa). (Untuk mengatasi hal ini) yang ada tinggal WEWENANG PEMERINTAH (apakah hendak menghancurkan kubah-kubah tersebut atau membiarkannya -pent),  DAN INI BUKAN WEWENANG ULAMA. 

وقد يكون المانع من هدمها درءً للفتنة ، وخشيةً من أن تحدث فوضى بين عامة الناس وجهلتهم ، وللأسف فإن هؤلاء العامة لم يصلوا إلى ما وصلوا إليه من تعظيم تلك القبَّة إلا بقيادة علماء الضلالة وأئمة البدعة ، وهؤلاء هم الذي يهيجون العامة على بلاد الحرمين الشريفين ، وعلى عقيدتها ، وعلى منهجها ، وقد ساءتهم جدّاً أفعالٌ كثيرة موافقة للشرع عندنا ، مخالفة للبدعة عندهم ! .

Mungkin saja penghalang bangunan tersebut tidak dihancurkan (sampai saat ini -pent) adalah AGAR TIDAK MENIMBULKAN FITNAH (YANG LEBIH LUAS), SERTA KEKHAWATIRAN AKAN MUNCULNYA KEKACAUAN DI KALANGAN AWAM AKIBAT KETIDAKTAHUAN MEREKA (ATAS HUKUM MENGHANCURKAN KUBAH SEMACAM INI).  

Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa kalangan awam di tengah masyarakat dapat sampai pada tindakan pengagungan terhadap kubah tersebut tak lain karena AJARAN DAN ARAHAN DARI PARA UALAMA SESAT DAN PARA PEMUKA BID’AH !

Mereka inilah yang membuat kekacauan/provokasi terhadap dua negeri yang suci (Mekkah dan Madinah) serta terhadap aqidah dan manhajnya. 
Karena telah banyak sekali prilaku yang sesuai dengan agama di kami yang menyalahi bid’ah mereka !

وبكل حال : فالحكم الشرعي واضح بيِّن ، وعدم هدمها لا يعني أنها جائزة البناء لا هي ولا غيرها على أي قبر كان .

Yang jelas, hukum agama telah tampak dengan jelas. 
Tidak dihancurkannya kubah tersebut BUKAN BERARTI DIBOLEHKAN MEMBANGUNNYA, BAIK YANG TERDAPAT DI SANA MAUPUN DI KUBURAN  TEMPAT LAINNYA. 

قال الشيخ صالح العصيمي حفظه الله :

Syekh SHOLIH AL ‘USHOIMI hafizhohulloh berkata:

" إن استمرارَ هذه القبةِ على مدى ثمانيةِ قرونٍ لا يعني أنها أصبحت جائزة ، ولا يعني أن السكوتَ عنها إقرارٌ لها ، أو دليلٌ على جوازها ، 

“Sesungguhnya berdirinya kubah tersebut selama delapan abad, BUKAN BERATI HAL INI DIBOLEHKAN. 
Juga BUKAN BERARTI BILA DIDIAMKAN ARTINYA (PARA ULAMA) SETUJU ATAU BERARTI (ADA) DALIL YANG MEMBOLEHKAN !

بل يجبُ على ولاةِ المسلمين إزالتها ، وإعادة الوضع إلى ما كان عليه في عهدِ النبوةِ ، وإزالة القبةِ والزخارفِ والنقوشِ التي في المساجدِ ، وعلى رأسها المسجدُ النبوي ، ما لم يترتب على ذلك فتنةٌ أكبر منه ، فإن ترتبَ عليه فتنةٌ أكبر ، فلولي الأمرِ التريث مع العزمِ على استغلالِ الفرصة متى سنحت " انتهى .
" بدعِ القبورِ ، أنواعها ، وأحكامها " ( ص 253 ) .
والله أعلم
Bahkan SEHARUSNYA PARA PEMEGANG TAMPUK KEKUASAAN UMMAT ISLAM/ULIL AMRI MENGHILANGKANNYA (MENGHANCURKAN KUBAH YANG ADA PADA MASJID NABI shollalloohu ‘alayhi wa sallam TERSEBUT), DAN MENGEMBALIKAN KONDISINYA SEBAGAIMANA WAKTU KENABIAN, YAKNI DENGAN MENGHILANGKAN KUBAH, ORNAMEN SERTA DEKORASI DALAM MASJID, teristimewa lagi terutama pada Masjid Nabawi, jika hal itu tidak berdampak fitnah yang lebih besar. 

Akan tetapi jika berdampak fitnah lebih besar, maka penguasa (harus) berhati-hati disertai keinginan kuat (untuk menghancurkannya) jika memungkinkan.  
(Bida Al Qubur, Anwa’uha Wa ahkamuha, [hal.253])

Wallahu’alam .

Walhamdu lillaahi robbil ‘aalamiin, wa shollalloohu ‘alaa Muhammadin.

Dikutip dari situs
https://islamqa.info/ar/answers/110061/