Minggu, 25 Februari 2018

HUKUM MENGOLOK2 ULAMA

HUKUM MENGOLOK-OLOK ULAMA DAN ORANG-ORANG SHALIH

Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al Atsary

Sebelum membahas hukumnya, terlebih dahulu kita harus mengetahui kedudukan para ulama dan orang-orang shalih di sisi Allah, serta kewajiban kita terhadap mereka. Para ulama memiliki kedudukan yang mulia dan agung di sisi Allah. Allah telah meninggikan derajat mereka dan mengistimewakan mereka dari yang lainnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [al-Mujadilah/58 : 11].

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla mengatakan:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا اْلأَلْبَابِ

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. [az- Zumar/39 : 9].

Banyak nash-nash yang menyebutkan keutamaan dan keistimewaan Ahli Ilmu. Konsekuensi dari nash-nash tersebut, adalah wajibnya menghormati dan menjunjung tinggi kehormatan para ulama. Karena mereka merupakan pewaris Nabi, penerus misi dakwah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat Beliau Radhiyallahu ‘anhum.

Dalam sebuah atsar (riwayat) yang populer disebutkan, jadilah seorang alim, atau seorang penuntut ilmu, atau seorang penyimak ilmu yang baik, atau seorang yang mencintai Ahli Ilmu dan janganlah jadi yang kelima, niscaya kalian binasa.[1]

Salah seorang ulama Salaf mengatakan: “Maha suci Allah, Dia telah memberi jalan keluar bagi kaum muslimin. Yakni tidak akan keluar dari keempat golongan manusia yang dipuji tadi, melainkan golongan yang kelima, golongan yang binasa. Yaitu seorang yang bukan alim, bukan penuntut ilmu, bukan penyimak yang baik dan bukan pula orang yang mencintai Ahli Ilmu. Dialah orang yang binasa. Sebab, barangsiapa membenci Ahli Ilmu, berarti ia pasti mengharapkan kebinasaan mereka. Dan barangsiapa yang mengharapkan kebinasaan Ahli Ilmu, berarti ia menyukai padamnya cahaya Allah di atas muka bumi. Sehingga kemaksiatan dan kerusakan merajalela. Kalau sudah begitu keadaannya, dikhawatirkan tidak akan ada amal yang terangkat. Demikianlah yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri.”

Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ

Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur’an tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan memuliakan penguasa yang adil.[2]

Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang alim.[3]

Thawus rahimahullah mengatakan: “Termasuk Sunnah, yaitu menghormati orang alim.” [4]

Berdasarkan nash-nash di atas, jelaslah bahwa kewajiban setiap muslim terhadap para ulama dan orang-orang shalih adalah mencintai dan menyukai mereka, menghormati dan memuliakan mereka, tanpa berlebih-lebihan atau merendahkan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Mengolok-olok ulama dan orang-orang shalih, mengejek atau melecehkan mereka, tentu saja bertentangan dengan perintah untuk mencintai dan memuliakan mereka. Melecehkan ulama dan orang shalih, sama artinya dengan menghina dan merendahkan mereka. [5]

Al Alusi mengatakan: “Istihza’, artinya merendahkan dan mengolok-olok. Al Ghazzali menyebutkan makna istihza’, yaitu merendahkan, menghinakan dan menyebutkan aib dan kekurangan, supaya orang lain mentertawainya; bisa jadi dengan perkataan, dan bisa dengan perbuatan dan isyarat.” [6]

Mengolok-olok dan memandang rendah Ahli Ilmu dan orang shalih, termasuk sifat orang kafir dan salah satu cabang kemunafikan. Sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat, diantaranya yaitu:

زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللهُ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari Kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas. [al-Baqarah/2 : 212]

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla mengatakan:

وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ . تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ . أَلَمْ تَكُنْ ءَايَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ . قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَآلِّينَ . رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ . قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلاَتُكَلِّمُونِ . إِنَّهُ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْ عِبَادِي يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ . فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنتُم مِّنْهُمْ تَضْحَكُونَ . إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَاصَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَآئِزُونَ

Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam naar Jahannam. Muka mereka dibakar api naar, dan mereka di dalam naar itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayatKu telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: “Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang tersesat. Ya Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim”. Allah berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdo’a (di dunia): “Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. [al-Mu’minun/23 : 103-111].

Berkaitan dengan tafsir ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: Kemudian Allah menyebutkan dosa mereka di dunia, yaitu mereka dahulu mengolok-olok hamba-hamba Allah yang beriman dan para waliNya. Allah mengatakan: “Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdo’a (di dunia): Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan,” yakni kalian malah mengolok-olok dan mengejek do’a dan permohonan mereka kepadaKu. Sampai pada firman Allah “sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku,” yakni kebencian kalian kepada mereka membuat kalian lupa kepadaKu. Firman Allah: “kamu selalu mentertawakan mereka,” yakni mentertawakan perbuatan dan amal ibadah mereka. [7]

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ . وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ . وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلىَ أَهْلِهِمُ انقَلَبُوا فَاكِهِينَ . وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَآؤُلآَءِ لَضّآلُّونَ . وَمَآأُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu’min. [al-Muthaffifin/83 : 29-33].

Ayat ini merupakan dalil, bahwa mengolok-olok itu ada kalanya dengan isyarat. Dalam ayat ini Allah menggambarkan, bagaimana bentuk olok-olokan orang-orang kafir terhadap orang-orang mukmin, yaitu mereka saling mengedip-ngedipkan mata, dengan tujuan mengejek.

Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla menjelaskan tentang kebiasaan orang-orang munafik:

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْإِلىَ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُونَ . اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syetan-syetan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. Allah akan (membalas) olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. [al-Baqaarah/2 : 14-15].

Dalam ayat lain, Allah Azza wa Jalla menjelaskan pula:

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu’min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih. [At Taubah:79].

Musuh-musuh Islam, diantaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani serta orang-orang munafik yang mengikuti mereka, senantiasa berusaha menjelek-jelekkan citra ulama Islam, berusaha meruntuhkan kepercayaan umat kepada para ulama dengan sindiran-sindiran dan komentar-komentar negatif tentang ulama. Hal ini perlu diwaspadai oleh kaum muslimin. Mereka jangan sampai ikut-ikutan menjelek-jelekkan alim ulama.

Dalam Protokalat Yahudi, pada protokolar nomor 27 disebutkan sebagai berikut: Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk menjatuhkan martabat tokoh-tokoh agama dari kalangan orang-orang non Yahudi dalam pandangan manusia. Oleh karena itu, kami berhasil merusak agama mereka yang bisa menjadi ganjalan bagi perjalanan kami. Sesungguhnya pengaruh tokoh-tokoh agama terhadap manusia mulai melemah hari demi hari.[8]

Jadi jelaslah, setiap tindakan yang bertujuan mendiskreditkan para ulama dan tokoh agama termasuk tindakan makar terhadap agama ini. Pelakunya harus dihukum dan ditindak tegas. Pelecehan terhadap para ulama dan orang shalih ada dua:

Pertama : Pelecehan terhadap pribadi ulama.

Contohnya, misalnya orang yang mengejek sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh ulama tersebut. Demikian ini hukumnya haram, karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

يَاأّيُّهَا الّذِينَ ءَامَنُوا لاَيَسْخَرْ قَوْمُُ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلاَنِسَآءُُ مِّن نِّسَآءٍ عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلاَتَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلاَتَنَابَزُوا بِاْلأَلْقَابِ بِئْسَ اْلإِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. [al-Hujurat/49 : 11].

Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mengolok-olok orang lain. Yaitu merendahkan dan menghinakan mereka. Sebagaimana disebutkan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Beliau bersabda: Sombong itu adalah menolak kebenaran dan menghinakan orang lain.” [9]

Kedua : Mengolok-olok ulama karena kedudukan mereka sebagai ulama, karena ilmu syar’i yang mereka miliki.

Demikian ini termasuk perbuatan zindiq, karena termasuk melecehkan agama Allah. Demikian pula mengolok-olok orang shalih, orang yang menjalankan Sunnah Nabi. Allah telah menggolongkan pelecehan terhadap orang-orang yang beriman sebagai pelecehan terhadapNya. Dalam surat At Taubah, Allah berfirman:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” [at-Taubah/9 : 65].

Ayat ini turun berkenaan dengan perkataan orang-orang munafik terhadap para qari’ “Belum pernah kami melihat orang seperti para qari’ kita ini, mereka hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta perkataannya dan paling penakut di medan perang.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab mengatakan: “Ayat ini berisi penjelasan, bahwa seseorang bisa jatuh ke kufur karena perkataan yang diucapkannya, atau karena perbuatan yang dilakukannya.”

Kemudian beliau melanjutkan: “Termasuk dalam bab ini, yaitu mengolok-olok ilmu syar’i dan Ahli Ilmu, dan tidak menghormati mereka karena ilmu yang mereka miliki.” [10]

Dalam Fatwa Lajnah Daimah disebutkan: “Mencela Islam, mengolok-olok Al Qur’an dan As Sunnah, serta mengolok-olok orang-orang yang berpegang teguh dengannya karena ajaran agama yang mereka amalkan, seperti memelihara jenggot dan berhijab bagi wanita muslimah, maka perbuatan seperti itu termasuk kufur, bila dilakukan oleh seorang mukallaf ((orang baligh yang berakal sehat) dan harus dijelaskan kepadanya, bahwa perbuatan itu kufur. Jika ia tetap melakukannya setelah mengetahuinya, maka ia bisa jatuh kafir, karena Allah Azza wa Jalla mengatakan:

قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. [at-Taubah/9 : 65].

Ibnu Nujaim menyatakan,”Mengolok-olok ilmu dan ulama adalah kufur.” [11]

Mala Ali Al Qari, ketika menjelaskan tentang orang yang melecehkan ulama dengan sindiran “Betapa buruk penampilannya, memotong kumis dan melipat sorban di bawah dagu” (maka) beliau mengatakan,”Perkataan itu termasuk kufur, karena isinya melecehkan ulama. Yang sama artinya melecehkan para nabi. Karena para ulama adalah pewaris para Nabi. Memotong kumis adalah salah satu Sunnah para nabi. Menganggapnya buruk adalah kufur, tanpa ada perselisihan pendapat diantara ulama.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya tentang perbuatan sebagian orang yang mengolok-olok orang-orang yang melaksanakan ajaran agama dan mengejek mereka, apakah hukumnya? Beliau menjawab: “Orang-orang yang mengolok-olok para multazimin (orang yang melaksanakan ajaran agama) yang melaksanakan perintah Allah pada mereka terdapat benih kemunafikan. Karena Allah Azza wa Jalla telah menyebutkan sifat orang-orang munafik:

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu’min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih. [at-Taubah/9 : 79].

Kemudian, apabila mereka mengolok-olok karena ajaran syari’at yang mereka amalkan, yang demikian itu termasuk juga mengolok-olok syari’at. Dan mengolok-olok syari’at termasuk kufur. Adapun bila olok-olokan itu tertuju kepada pribadi orang itu atau penampilannya, bukan tertuju kepada Sunnah yang diamalkannya, maka tidaklah kafir karenanya. Karena adakalanya ejekan tersebut tertuju kepada pribadi seseorang, bukan kepada amal atau perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan semacam itu sangatlah berbahaya.” [13]

Demikian pula ulama Salaf terdahulu, bersikap keras terhadap orang-orang yang melecehkan ulama dan Ahli Hadits.

Abu Utsman Ash Shabuni dalam I’tiqad Ashabul Hadits, nomor 164, Al Khathib Al Baghdaadi dalam Syaraf Ashabul Hadits (halaman 74) menyebutkan, bahwa Ahmad bin Al Hasan berkata kepada Imam Ahmad: “Wahai, Abu Abdillah. Orang-orang menceritakan tentang Ibnu Abi Qutailah di Makkah yang mengejek Ashabul Hadits. Ia mengatakan bahwa Ashabul Hadits itu adalah orang-orang yang buruk.” Maka Imam Ahmad bangkit seraya menepis bajunya dan berkata: “Dia itu zindiq, dia itu zindiq!” hingga beliau masuk ke dalam rumah.

Dalam kitab Al Kifayah, halaman 48, Al Khathib Al Baghdadi menyebutkan, bahwa Abu Zur’ah Ar Razi mengatakan: “Jika engkau melihat seseorang melecehkan salah seorang dari sahabat Nabi, maka ketahuilah bahwa dia itu zindiq. Karena kita tahu, bahwa Rasul itu haq, Al Qur’an itu haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah kepada kita adalah para sahabat Rasulullah, sesungguhnya mereka ingin memburuk-burukkan para saksi kita untuk menolak Al Qur’an dan As Sunnah, padahal merekalah yang pantas untuk diburukkan, karena mereka adalah zindiq.”

Demikian pula Adz Dzahabi menyebutkan dalam Siyar A’lamun Nubala’, bahwa Imam Ahmad berkata: “Jika engkau melihat seseorang memburuk-burukkan Hammad bin Salamah, maka curigailah dia mempunyai maksud buruk terhadap Islam, karena Hammad sangat tegas terhadap Ahli Bid’ah.”

Memang ahli bid’ah terkenal suka mengejek dan melecehkan Ahlu Sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh seorang tokoh Mu’tazilah. Yaitu Amru bin Ubaid, yang memuji perkataan Washil bin Atha’.

Pada suatu ketika Washil bin Atha’ berbicara lalu berkatalah Amru bin Ubeid: “Tidakkah kalian dengar perkataannya? Sungguh ucapan Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin tidak lebih seperti sehelai kapas pembersih haidh yang dilemparkan.”

Demikian pula seorang pembesar ahli bid’ah mengatakan: “Sesungguhnya ilmu Asy Syafi’i dan Abu Hanifah, keseluruhannya tidaklah keluar dari celana dalam wanita.” [14]

Perbuatan semacam itu termasuk perbuatan zindiq dan nifaq wal iyadzu billah. Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan, bahwa melecehkan ulama termasuk dosa besar. Para ulama menggolongkannya sebagai perbuatan kufur dan nifak. Semoga Allah menjauhkan kita darinya.

Sabtu, 24 Februari 2018

MENGENAL PARA ULAMA

[24/2 7:56 PM] ‪+62 812-1030-814‬: ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
*MENGENAL ULAMA-ULAMA DAKWAH SALAFIYAH YANG MASYHUR DARI ZAMAN SAHABAT HINGGA SEKARANG*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bagian 1⃣

*1⃣ Khalifah ar-Rasyidin dan para sahabat yang dijamin masuk surga**
_*• Abu Bakr Ash-Shiddiq*_
_*• Umar bin Al-Khaththab*_
_*• Utsman bin Affan*_
_*• Ali bin Abi Thalib*_
_*• Thalhah bin 'Ubaidillah Al Fayadl*_
_*• Az Zubair Ibnul 'Awwam*
_*• Abdurrahman bin 'Auf*_
_*• Sa'ad bin Abi Waqqash*_
_*• Sa'id bin Zaid*_
_*• Abu Ubaidah Ibnul Jarrah*

2⃣ Para Sahabat
_*• Abdullah Ibnu Mas’ud*_
_*• Hudzaifah ibnu Al Yaman*_
_*• Anas bin Malik*_
_*• Zaid bin Tsabit*_
_*• Abu Hurairah*_
_*• Jabir bin Abdillah*_
_*• Abu Sa’id Al-Khudri*_
_*• Mu’adz bin Jabal*_
_*• Abu Dzarr al-Ghifari*_
_*• Abud Darda’*_

3⃣ Al-Abadillah:
_*• Abdullah bin Umar*_
_*• Abdullah bin Abbas*_
_*• Abdullah bin Amr*_
_*• Abdullah bin Zubair*_

4⃣ Para Tabi’in:
• Sa’id bin Al-Musayyab; wafat 90 H
• Urwah bin Zubair; wafat 99 H
• Sa’id bin Jubair; wafat 95 H
• Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93 H
• Muhammad bin Al-Hanafiyah; wafat 80 H
• Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud; wafat 94 H
• Salim bin Abdullah bin Umar; wafat 106 H
• Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash Shiddiq
• Al-Hasan Al-Bashri; wafat 110 H
• Muhammad bin Sirin; wafat 110 H
• Umar bin Abdul Aziz; wafat 101 H
• Nafi’ bin Hurmuz; wafat 117 H
• Muhammad bin Syihab Az-Zuhri; wafat 125 H
• Ikrimah; wafat 105 H
• Asy Sya’by; wafat 104 H
• Ibrahim an-Nakha’iy; wafat 96 H
• Al Qamah; wafat 62 H

5⃣. Para Tabi’ut tabi’in
• Malik bin Anas.; wafat 179 H
• Al-Auza’i.; wafat 157 H
• Sufyan bin Said Ats-Tsauri.; wafat 161 H
• Sufyan bin Uyainah.; wafat 193 H
• Al-Laits bin Sa’ad.; wafat 175 H
• Syu’bah ibn A-Hajjaj.; wafat 160 H
*• Abu Hanifah An-Nu’man.; wafat 150 H

WA PECINTA AL-HAQ
📱 Sumber diambil dan dirangkum dari.:
1. Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama,.
2. Mereka Adalah Teroris.! Karya Al ustadz Luqman bin Muhammad Ba'abduh, pustaka Qoulan sadida, cet pertama, 2005M. hal 90 - 93.
Dengan sedikit Tambahan.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_**Serta Publikasi,**
↘ Join Telegram:
🔵 http://bit.ly/FadhlulIslam

📚 WA Fadhlul Islam Bandung
[24/2 8:12 PM] ‪+62 812-1030-814‬: ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
*MENGENAL ULAMA-ULAMA DAKWAH SALAFIYAH YANG MASYHUR DARI ZAMAN SAHABAT HINGGA SEKARANG*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bagian 2⃣

6⃣. Atba’ Tabi’it Tabi’in : Setelah para tabi’ut tabi’in:
_*• Abdullah bin Al-Mubarak.; wafat 181 H*_
_*• Waki’ bin Al-Jarrah.; wafat 197 H*_
_*• Abdurrahman bin Mahdy.; wafat 198 H*_
_*• Yahya bin Sa’id Al-Qaththan.; wafat 198 H*_
_*• Imam Syafi’i.; wafat 204 H*_

7⃣. Murid-Murid atba’ Tabi’it Tabi’in
_*• Ahmad bin Hambal.; wafat 241 H*_
_*• Yahya bin Ma’in.; wafat 233 H*_
_*• Ali bin Al-Madini.; wafat 234 H*_
_*• Abu Bakar bin Abi Syaibah.; Wafat 235 H*_
_*• Ibnu Rahawaih.; Wafat 238 H*_
_*• Ibnu Qutaibah.; Wafat 236 H*_

8⃣. Kemudian murid-muridnya seperti:
_*• Al-Bukhari.; wafat 256 H*_
_*• Muslim.; wafat 271 H*_
_*• Ibnu Majah.; wafat 273 H*_
_*• Abu Hatim.; wafat 277 H*_
_*• Abu Zur’ah.; wafat 264 H*_
_*• Abu Dawud.; wafat 275 H*_
_*• At-Tirmidzi.; wafat 279 H*_
_*• An Nasa’i.; wafat 234 H*_

9⃣ Orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah:
_*• Ibnu Jarir ath Thabary.; wafat 310 H*_
_*• Ibnu Khuzaimah.; wafat 311 H*_
_*• Muhammad Ibn Sa’ad.; wafat 230 H*_
_*• Ad-Daruquthni.; wafat 385 H*_
_*• Ath-Thahawi.; wafat 321 H*_
_*• Ibnu Baththah.; wafat 387 H*_
_*• Al-Ajurri.; wafat 360 H*_
_*• Ibnu Hibban.; wafat 342 H*_
_*• Ath Thabarany.; wafat 360 H*_
_*• Ibnu Abi Zamanain.; wafat 399 H*_
_*• Al-Hakim An-Naisaburi.; wafat 405 H*_
_*• Al-Lalika’i.; wafat 416 H*_
_*• Al-Baihaqi.; wafat 458 H*_
_*• Ibnu 'Abdil Barr.; wafat 463 H*_
_*• Al-Khathib Al-Baghdadi.; wafat 463 H*_
_*• Al-Baghawi.; wafat 516 H*_
_*• Ibnu Qudamah Al Maqdisi.; wafat 620 H*_

🔟 Murid-Murid Mereka :
_*• Yahya bin Syaraf An Nawawi.; wafat 661 H*_
_*• Ibnu Abi Syamah.; wafat 665 H*_
_*• Majduddin Ibnu Taimiyah.; wafat 652 H*_
_*• Ibnu Daqiq Al-led wafat 702 H*_
_*• Abu ' Amr ' Utsman bin Ash Shalah.; wafat 643 H*_
_*• Al-Mizzi.; wafat 742 H*_
_*• Ibnu Abdil Hadi.; wafat 744 H*_
_*• Imam Adz-Dzahabi.; wafat 748 H*_
_*• Imam Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah.; wafat 751 H*_
_*• Ibnu Katsir.; wafat 774 H*_
_*• Asy-Syathibi.; wafat 790 H*_
_*• Ibnu Rajab.; wafat 795 H*_

WA PECINTA AL-HAQ
📱 Sumber diambil dan dirangkum dari.:
*1. Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama,.*
*2. Mereka Adalah Teroris.! Karya Al ustadz Luqman bin Muhammad Ba'abduh, pustaka Qoulan sadida, cet pertama, 2005M. hal 90 - 93.*
_Dengan sedikit Tambahan._
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Serta Publikasi,
↘ Join Telegram:
🔵 http://bit.ly/FadhlulIslam

📚 WA Fadhlul Islam Bandung
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

HUKUM RIBA

Tampaknya beliau mulai lupa diri bahwa beliau itu siapa. Baik Saya akan mengingatkan bahwa jng lupa bahwa anda itu hanyalah seorang profesor dibidang hukum positif indonesia, anda bukan siapa2 dlm bidang hukum islam & tdk pantas berbicara & menetapkan hukum halal-haram nya Allah.

Terlalu naif  bin jahil ketika kita melihat seorang nelayan mendebati seorang dokter ketika membahas masalah kesehatan. Begitu juga sangat naif & fatal bin jahil ketika ada org yg hanya ahli dlm bidang hukum tata negara berbicara terlalu jauh apalagi sampai menghukumi suatu permasalahan dlm agama yg dia tdk punya ilmu dlm bidang itu.

Baik saya akan membantah statment beliau dlm cuitan status beliau dilaman sosial medianya.
Adapun perkataan beliau tentang masjidil haram & nabawi memakai transaksi Bank konvensional itu perlu data atau bukti yg valid. Tapi ya sudahlah, kalaupun apa yg beliau katakan itu benar maka saya katakan Masjidil haram & nabawi, NU & Muhammadiyah serta tokoh2nya bukanlah dalil atau hujjah yg dapat diterima utk menghalalkan perkara yg sdh Allah & RosulNya haramkan. Sebab Dalil dalam menentukan hukum halal-haramnya Allah adalah Al'Quran & As'sunnah serta ijma para ulama2.
Cuitan beliau menunjukan ketidakfahaman beliau terhadap asas agama ini. Kenapa? karena statment beliau itu sama saja beliau menghalalkan sesuatu yg sdh Allah haramkan & itu menunjukan bahwa hukum dari Allah itu hanya bersifat sementara. Pemikiran2 seperti ini akan mudah kita jumpai pada pemikiran2 orang2 liberal yg menolak hukum Allah apabila bertentangan dng akal rasionalnya. Maaf saya tdk mengatakan beliau org liberal. Tapi ketahuilah bahwa hukum Allah itu selamanya sama & akan tetap berlaku sampai akhir zaman. Maka siapa yg berani mengubahnya sama saja ia berkata bahwa Allah telah salah membuat hukum. naudzubillah.

ini bukan demokrasi sehingga orang dapat berbicara semaunya tanpa ilmu. ini adalah peraturan Allah yg Maha Benar & Maha Mulia & hanya orang2 yg punya ilmu agama lah yg dibenarkan utk membahas masalah agama itu sendiri. Maka mari kita tahu diri, agar kita membatasi diri, agar kita tdk masuk ke ranah agama yg bukan kompeten kita

Saya sarankan bapak utk banyak mentadaburi Al'Quran & hadits. ada hadits nabi yg berbunyi "akan tiba suatu masa dimana org2 yg berpegang teguh pada sunnah itu seperti menggenggam bara Api"
hadits ini seolah2 menunjukan keadaan kita yg sekarang.
Jadi sudah seperti itu pak konsekuensinya, sebab kita berada dizaman dimana riba itu sudah meyebar keseluruh penjuru dunia & kita hrs melawan klo mau selamat dari ancaman Allah terhadap pelaku riba.

Allah melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan dengannya, kedua saksinya, dan penulisnya, lalu beliau bersabda, “mereka semua itu adalah sama“. (HR. Muslim)

“Satu dirham dari riba yang dimakan oleh seseorang dan ia tahu itu (riba), maka lebih besar di sisi Allah dari pada berzina tiga puluh enam kali“. (HR. Imam Ahmad dan At-Thabrani)

“Riba itu ada tujuh puluh tiga pintu dan yang paling ringan adalah seperti seorang laki-laki yang menzinahi ibu kandungnya sendiri“. (HR. Ibnu Majah)

Semoga Allah memberimu hidayah & mengampuni mu atas ucapan yg diucapkan tanpa ilmu.

Rabu, 21 Februari 2018

CIRI ROSUL SECARA FISIK

[22/2 8:03 AM] ‪+62 812-1893-9211‬: Rasulullah tampan
------------------
Sahih al-Bukhori:3285

عَنْ الْبَرَاء قَالَ:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا، لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيرِ.

Dari al-Baraa, dia berkata:

Rasulullah saw adalah manusia yang paling tampan wajahnya, paling baik akhlaknya. Beliau tidak berbadan terlalu tinggi dan juga tidak pendek.

Pesan :
Rasulullah adalah sosok yang sangat tampan, dikatakan bahwa ketampanan beliau melebihi Nabi Yusuf as. (Cek aplikasi potret pribadi dan kehidupan Rasulullah saw)
[22/2 8:05 AM] ‪+62 812-1893-9211‬: Tangan dan kaki Rasulullah
------------------
Sahih al-Bukhori:5456

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَخْمَ الْيَدَيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ، حَسَنَ الْوَجْهِ، لَمْ أَرَ بَعْدَهُ وَلاَ قَبْلَهُ مِثْلَهُ، وَكَانَ بَسِطَ الْكَفَّيْنِ.

Dari Anas ra, dia berkata:

Nabi saw memiliki tangan dan kaki yang besar, wajahnya tampan, saya belum pernah melihat orang yang menyerupainya baik sebelum dan sesudahnya, telapak tangan beliau juga lebar.

Pesan :
Hadis riwayat Anas tersebut menjelaskan beberapa ciri fisik Rasulullah, beliau memiliki tangan dan kaki yang besar, beliau berwajah tampan dan memiliki telapak tangan yang lebar.
[22/2 8:07 AM] ‪+62 812-1893-9211‬: Postur tubuh Rasulullah saw
------------------
Sahih al-Bukhori:3284

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيرِ، وَلاَ بِالأَبْيَضِ الأَمْهَقِ وَلَيْسَ بِالآدَمِ، وَلَيْسَ بِالْجَعْدِ الْقَطَطِ وَلاَ بِالسَّبْطِ. بَعَثَهُ اللَّهُ عَلَى رَأْسِ أَرْبَعِينَ سَنَةً، فَأَقَامَ بِمَكَّةَ عَشْرَ سِنِينَ وَبِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ، فَتَوَفَّاهُ اللَّهُ وَلَيْسَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ عِشْرُونَ شَعْرَةً بَيْضَاءَ.

Dari Anas ibn Malik ra:

Rasulullah saw tidaklah terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulit beliau tidak terlalu putih dan juga tidak terlalu kecoklatan. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak lurus. Beliau diutus oleh Allah saat usia beliau empat puluh tahun lalu beliau tinggal di Mekkah selama sepuluh tahun dan menetap di Madinah selama sepuluh tahun. Kemudian Allah mewafatkan beliau sementara rambut yang beruban pada kepala dan janggut beliau tidak lebih dari dua puluh helai.

Pesan :
Berdasarkan deksripsi dari Anas ibn Malik, dapat kita ketahui bahwa Rasulullah tidak terlalu tinggi namun tidak pendek, kulit beliau tidak terlalu putih namun tidak terlalu kecoklatan. Rambut beliau tidak keriting namun tidak juga lurus. (Cek aplikasi potret pribadi dan kehidupan Rasulullah saw)
[22/2 8:08 AM] ‪+62 812-1893-9211‬: Nama-nama Rasulullah
------------------
Sahih al-Bukhori:3268

عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

لِي خَمْسَةُ أَسْمَاءٍ: أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَحْمَدُ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِي الْكُفْرَ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي، وَأَنَا الْعَاقِبُ.

Dari Jubair ibn Muth'im ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda:

Aku memiliki lima nama: Aku adalah Muhammad dan Ahmad, aku juga al-Mahiy, yang Allah menghapuskan kekafiran melalui diriku, aku juga al-Hasyir, yang manusia akan dihimpun di bawah kakiku, dan aku juga al-'Aqib.

Pesan :
Rasulullah memiliki beberapa nama selain nama Muhammad saw yang sudah kita kenal. Beliau juga memiliki nama Ahmad, al-Mahiy, al-Hasyir dan al-Aqib. Penasaran dengan nama dan gelar Rasulullah yang lain? Cek aplikasi potret pribadi dan kehidupan Rasulullah saw, dan kenalilah Rasulmu lebih dekat lagi!
[22/2 8:09 AM] ‪+62 812-1893-9211‬: Wajah Rasulullah
------------------
Sahih al-Bukhori:3288

عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ:

سُئِلَ الْبَرَاءُ: أَكَانَ وَجْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَ السَّيْفِ؟ قَالَ: لاَ بَلْ مِثْلَ الْقَمَرِ.

Dari Abu Ishaq, dia berkata:

Al-Baraa pernah ditanya: Apakah wajah Nabi saw seperti pedang? Dia menjawab: Tidak, akan tetapi wajah beliau seperti rembulan.

Pesan :
Wajah Rasulullah tidaklah tajam seperti pedang, tidak juga memanjang. Wajah beliau bundar seperti rembulan dan tampak bersinar seperti potongan bulan saat beliau bahagia. (Cek aplikasi potret pribadi dan kehidupan Rasulullah saw.)
[22/2 8:09 AM] ‪+62 812-1893-9211‬: Wangi Rasulullah saw
------------------
Sahih al-Bukhori:3297

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ:

مَا مَسِسْتُ حَرِيرًا وَلاَ دِيبَاجًا أَلْيَنَ مِنْ كَفِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلاَ شَمِمْتُ رِيحًا قَطُّ أَوْ عَرْفًا قَطُّ أَطْيَبَ مِنْ رِيحِ أَوْ عَرْفِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Dari Anas ra, dia berkata:

Aku belum pernah menyentuh sutera maupun dibaj (sejenis sutera) yang lebih lembut dari telapak tangan Nabi saw, dan aku belum pernah mencium suatu aroma atau wewangian yang lebih harum dari aroma atau wangi Nabi saw.

Pesan :
Tangan Rasulullah saw sangatlah lembut, lebih lembut dari kain sutera. Beliau juga sangatlah wangi, sehingga Anas berkata bahwa ia tidak pernah mencium aroma atau wewangian yang lebih harum daripada aroma dan wangi Rasulullah saw.
[22/2 8:09 AM] ‪+62 812-1893-9211‬: Menghukum pelaku yang melanggar hukum Allah
------------------
Sahih al-Bukhori:6288

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:

مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلاَّ اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَأْثَمْ، فَإِذَا كَانَ الآثْمُ كَانَ أَبْعَدَهُمَا مِنْهُ، وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمُ لِلَّهِ.

Dari Aisyah ra, ia berkata:

Rasulullah saw tidak pernah diberi pilihan antara dua perkara (duniawi), melainkan beliau memilih yang paling ringan selama tidak mengandung dosa, namun jika mengandung dosa, beliau adalah manusia yang paling jauh darinya. Demi Allah, beliau tidak pernah membalas sesuatu yang ditujukan kepada dirinya, namun jika hukum Allah dilanggar, beliau membalas karena Allah.

Pesan :
1. Rasulullah selalu memilih hal yang lebih ringan dalam urusan duniawi, selama hal tersebut tidak mengandung dosa.
2. Rasulullah tidak pernah membalas jika seseorang menyakiti beliau, namun jika hukum Allah yang dilanggar, beliau akan membalas karena Allah.

==============================

KUMPULAN 20 HADITS PENTING

*K?KUMPULAN 20 DALIL PENTING UNTUK PARA PEMULA*

0⃣1⃣ Perintah mentauhidkan Allah dan meninggalkan syirik:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.”

[Surat An-Nisa’ 36]

0⃣2⃣ Perintah mengikuti sunnah (bimbingan) Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam:

ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻲ ﻭَﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳﻦَ المَهْدِيِّيْن

“Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku, dan sunnah para khalifah yang terbimbing.”

(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dari Irbadh bin Sariyah)

0⃣3⃣ Larangan berbuat bid’ah:

ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻲ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan agama ini yang bukan darinya maka ia tertolak.”

(HR. Bukhori dan Muslim, dari ‘Aisyah)

0⃣4⃣ Perintah menuntut ilmu

ﻃَﻠَﺐُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢ

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.”

(HR. Ibnu Majah dari Anas bin Malik)

0⃣5⃣ Perintah menegakkan shalat lima waktu:

ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞِ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙِ ﻭَﺍﻟْﻜُﻔْﺮِ تَرْكُ ﺍﻟﺼَّﻼﺓَ

“Sesungguhnya batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah shalat”

(HR. Muslim, dari Jabir bin Abdillah)

0⃣6⃣ Perintah sholat berjama’ah di masjid:

ﻭَﺃَﻗِﻴﻤُﻮﺍ ﺍﻟﺼَّﻼﺓَ ﻭَﺁﺗُﻮﺍ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓَ ﻭَﺍﺭْﻛَﻌُﻮﺍ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺮَّﺍﻛِﻌِﻴﻦَ

“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (sholat berjama’ah)”

(Al-Baqarah:43)

0⃣7⃣ Perintah memelihara jenggot:

ﺧَﺎﻟِﻔُﻮﺍ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﻭَﻓِّﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠِّﺤَﻰ ﻭَﺃَﺣْﻔُﻮﺍ ﺍﻟﺸَّﻮَﺍﺭِﺏ

“Selisihilah orang-orang musyrik: Peliharalah jenggot dan potonglah kumis.”

(HR. Bukhori, dari Ibnu Umar)

0⃣8⃣ Perintah berhijab bagi wanita

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”

[Surat Al-Ahzab 59]

0⃣9⃣ Larangan wanita keluar rumah dengan berhias:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”

[Surat Al-Ahzab 33]

1⃣0⃣ Larangan berkhalwat (berduaan dengan wanita yang tidak halal baginya)

ﺃَﻟَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﺨْﻠُﻮَﻥَّ ﺭَﺟُﻞٌ ﺑِﺎﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻟَﺎ ﺗَﺤِﻞُّ ﻟَﻪُ ﻓَﺈِﻥَّ ﺛَﺎﻟِﺜَﻬُﻤَﺎ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ

“Ketahuilah. Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan wanita yang tidak halal baginya, sebab yang ketiganya adalah syaithan.”

(HR. Ahmad dan Tirmidzi, dari Amir  bin Rabi’ah)

1⃣1⃣ Larangan bersalaman dengan wanita selain mahram

ﻷَﻥْ ﻳُﻄْﻌِﻦَ ﻓِﻲ ﺭَﺃْﺱِ ﺭَﺟُﻞٍ ﺑِﻤِﺨْﻴَﻂٍ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳْﺪٍ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ أَنْ يَمسَّ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﻻَ ﺗَﺤِﻞُّ ﻟَﻪُ

“Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”

(HR. Thabrani, dari Ma’qil bin Yasar)

1⃣2⃣ Perintah memakai sutroh (pembatas) ketika shalat

ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻠَّﻰ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ، ﻓَﻠْﻴُﺼَﻞِّ ﺇِﻟَﻰ ﺳُﺘْﺮَﺓٍ ﻭَﻟْﻴَﺪْﻥُ ﻣِﻨْﻬَﺎ

“Apabila salah seorang dari kalian hendak shalat maka hendaklah dia menghadap pembatas dan mendekat dengannya.”

(Shahih Sunan Abu Dawud, dari Abu Said al-Khudri)

1⃣3⃣ Larangan nyanyian dan musik

ﻟَﻴَﻜُﻮْﻧَﻦَّ ﻓِﻲ ﺃُﻣَّﺘِـﻲ ﺃَﻗْﻮﺍﻡٌ ﻳَﺴْﺘَـﺤِﻠُّﻮﻥَ ﺍﻟﺤُﺮَّ  ﻭﺍﻟﺤَﺮِﻳْﺮَ ﻭﺍﻟـﺨَﻤْﺮَ ﻭﺍﻟـْﻤَﻌَﺎﺯِﻑ

“Sungguh pada umatku nanti akan ada kaum yang mencoba menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik.”

(HR. Bukhori, dan Abu Malik al-Asy’ari)

1⃣4⃣ Larangan isbal

مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِيْ النَّارِ

“Apa-apa yang melampaui dua mata kaki dari pakaian, maka tempatnya di neraka.”

(HR. Bukhori, dari Abu Hurairah)

1⃣5⃣ Larangan gambar makhluk bernyawa

إنَّ أشدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُوْنَ

“Sesungguhnya seberat-berat adzab di sisi Allah pada hari kiamat adalah adzab bagi tukang gambar.”

(HR. Bukhori dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud)

1⃣6⃣ Tidak mengeraskan bacaan basm

alah ketika shalat

ﺻَﻠَّﻴْﺖُ ﺧَﻠْﻒَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻ

ﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭَﺃَﺑِﻲ ﺑَﻜْﺮٍ ﻭَﻋُﻤَﺮَ ﻭَﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ ﻓَﻜَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﺴْﺘَﻔْﺘِﺤُﻮﻥَ ﺑـِ ‏

( ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦ)

“Dahulu aku shalat di belakang Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka senantiasa mengawali bacaan (Al-Fatihah) dengan: ﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦ

(HR. Muslim, dan Anas bin Malik)

1⃣7⃣ Larangan merokok, narkoba dan lain-lain

ﻭَﻟَﺎ ﺗُﻠْﻘُﻮﺍ ﺑِﺄَﻳْﺪِﻳﻜُﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺘَّﻬْﻠُﻜَﺔِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan “. (QS. Al Baqarah: 195).

1⃣8⃣ Allah akan memberi pertolongan kepada orang yang bertakwa:

(وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا)

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar atas segala urusannya.”

[Surat At-Talaq: 2]

1⃣9⃣ Allah akan mengganti apa-apa yang kita tinggalkan -karena Allah- dengan sesuatu yang lebih baik :

ُمَنْ تَرَكَ شَيْئًا لِلَّهِ ، عَوَّضَهُ اللَّهُ خَيْرًا مِنْه

“Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.”

(HR. Ahmad dari Abu Qatadah)

2⃣0⃣ Hadits perpecahan umat

ﻭَﺗَﻔْﺘَﺮِﻕُ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺛَﻠَﺎﺙٍ ﻭَﺳَﺒْﻌِﻴﻦَ ﻣِﻠَّﺔً ﻛُﻠُّﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻠَّﺔً ﻭَﺍﺣِﺪَﺓً ، ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﻭَﻣَﻦْ ﻫِﻲَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻣَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻲ

“Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Semuanya di neraka kecuali satu.” Para sahabat bertanya, “Siapa golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Apa yang seperti aku dan sahabatku ada di dalamnya.”

(HR. Tirmidzi dan yang selainnya, dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan yang selainnya)

➖🔹➖🔹➖🔹➖🔹➖🔹➖

Selasa, 13 Februari 2018

YANG MENGATAKAN BID'AH ADALAH NABI

YANG MENCELA BID’AH ADALAH LISAN NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨

Jika ada postingan yang membahas larangan bid’ah, selalu muncul komentar ketidaksukaan, seakan larangan bid’ah bukan perkara yang penting dalam agama ini. Dan menganggap larangan perbuatan bid’ah berasal dari seseorang ulama seperti ustadz, syaikh atau seorang imam paham tertentu. Padahal yang mencela bid’ah adalah Nabi Muhammad ﷺ sendiri, sebagaimana disebutkan di banyak hadis.

Jadi, lisan yang mencela bid’ah dan mewanti-wanti umat dari bid’ah adalah lisan Nabi ﷺ sendiri, sebagaimana terdapat dalam hadis-hadis berikut ini:

🔷 Hadis 1

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

🔷 Hadis 2

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

🔷 Hadis 3

Rasulullah ﷺ setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan. Setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

Dalam riwayat An Nasa’i:

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

“Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah, tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)

🔷 Hadis 4

Rasulullah ﷺ bersabda:

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada Sunnah-ku dan Sunnah Khulafa’ur Rasyidin, yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya, dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan, karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadis ini Hasan Shahih”)

🔷 Hadis 5

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ

“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah, sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)

🔷 Hadis 6

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di Al Haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari Al Haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata: ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman: ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049).

Dalam riwayat lain dikatakan:

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى

“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman: ‘Sungguh engkau tidak tahu, bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah ﷺ mengatakan: “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).

Al’Aini ketika menjelaskan hadis ini beliau berkata: “Hadis-hadis yang menjelaskan orang-orang yang demikian, yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya, namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan, setiap orang yang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridai Allah, itu tidak termasuk jamaah kaum Muslimin. Seluruh Ahlul Bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zalim dan ahli maksiat. Mereka bertentangan dengan Al Haq. Orang-orang yang melakukan itu semua, yaitu mengganti (ajaran agama), dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam, termasuk dalam bahasan hadis ini” (Umdatul Qari, 6/10)

🔷 Hadis 7

Rasulullah ﷺ bersabda:

انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Sungguh di antara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘Apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’ Nabi ﷺ bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah’”. Beliau ﷺ mengatakannya tiga kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadis Shahihah, 2864)

_________________________________________________
Referensi dari “Hadits-hadits bid’ah” di Web Muslim.or.id

Nasihatsahabat.com

Minggu, 11 Februari 2018

HADITS BAHWA ARWAH MENGUNJUNGI KELUARGA

Derajat Hadits Tentang Arwah Mengunjungi Keluarga
♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨♨

Dikeluarkan oleh Abul Husain Ali bin Ahmad Al Hakkari dalam kitab Hadiyyatul Ahya ilal Amwat wa Maa Yashilu Ilaihim (6) dengan sanad sebagai berikut,

أخبرنا أبو عبد الرحمن محمد بن الحسين بن موسى السلمي كتابةً قال: ثنا أبو القاسم عبد الله بن محمد النيسابوري عن علي بن موسى البصري، عن ابن جريج، عن موسى بن وردان، عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((اهدوا لموتاكم)) ، قلنا: وما نهدي يا رسول الله الموتى؟ قال: ((الصدقة والدعاء)) ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إن أرواح المؤمنين يأتون كل جمعة إلى سماء الدنيا فيقفون بحذاء دورهم وبيوتهم فينادي كل واحد منهم بصوت حزين: يا أهلي وولدي وأهل بيتي وقراباتي، اعطفوا علينا بشيء، رحمكم الله، واذكرونا ولا تنسونا، وارحموا غربتنا، وقلة حيلتنا، وما نحن فيه، فإنا قد بقينا في سحيق وثيق، وغم طويل، ووهن شديد، فارحمونا رحمكم الله، ولا تبخلوا علينا بدعاء أو صدقة أو تسبيح، لعل الله يرحنا قبل أن تكونوا أمثالنا، فيا حسرتاه وانداماه يا عباد الله، اسمعوا كلامنا، ولا تنسونا، فأنتم تعلمون أن هذه الفضول التي في أيديكم كانت في أيدينا، وكنا لم ننفق في طاعة الله، ومنعناها عن الحق فصار وبالاً علينا ومنفعته لغيرنا، والحساب والعقاب علينا))

Abu Abdirrahman Muhammad bin Al Husain bin Musa As Sulami secara kitabah, ia berkata, Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi menuturkan kepadaku, dari Ali bin Musa Al Bashri, dari Ibnu Juraij, dari Musa bin Wirdan, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Kirimlah hadiah untuk orang-orang yang meninggal di antara kalian.” Para sahabat bertanya, “Apa yang kami kirimkan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sedekah dan doa.”Kemudian  Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya arwah-arwah kaum mu’minin itu datang setiap hari Jum’at ke langit dunia, lalu mereka berdiri di atas sandal-sandal rumah mereka atau di rumah mereka. Lalu setiap mereka memanggil-manggil dengan suara yang sedih, “wahai keluargaku, wahai anakku, wahai ahli baitku, wahai kerabatku, kasihilah dengan sesuatu, semoga Allah merahmati kalian. Ingatlah kami dan janganlah kalian lupa kepada kami. Kasihilah kesendirian kami dan ketidak-mampuan kami untuk melakukan apa-apa, tidak ada yang bisa kami lakukan lagi. Karena sekarang kami tinggal di alam yang jauh dan mengikat, yang suram dan lama, dan dalam kelemahan yang sangat lemah, maka kasihilah kami semoga Allah merahmati kalian. Dan janganah kalian pelit dalam memberikan doa, sedekah atau tasbih kepada kami. Semoga Allah mengasihi kami sebelum kalian menjadi semisal kami. Jangan sampai menyesal wahai hamba Allah. Dengarlah perkataan kami, jangan lupakan kami. Kalian tahu benar bahwa karunia yang kalian miliki sekarang dulu ada di tangan kami. Kami dahulu tidak menginfakkannya dalam ketaatan kepada Allah, kami tidak membelanjakannya dalam kebenaran. Sehingga semua itu menjadi bencana bagi kami sekarang dan manfaat harta-harta itu malah didapatkan oleh orang lain. Sedangkan adzab dan hukumannya ditimpakan atas kami.”

Riwayat ini disebutkan juga dalam I’anatut Thalibin (2/161) karya Ad-Dimyathi tanpa sanad dengan lafadz,

أن أرواح المؤمنين تأتي في كل ليلة إلى سماء الدنيا وتقف بحذاء بيوتها، وينادي كل واحد منها بصوت حزين ألف مرة. يا أهلي، وأقاربي، وولدي. يا من سكنوا بيوتنا، ولبسوا ثيابنا، واقتسموا أموالنا

“Sesungguhnya arwah-arwah kaum mu’minin itu datang ke langit dunia setiap malam, lalu mereka berdiri di atas sandal-sandal rumah mereka. Lalu mereka memanggil-manggil dengan suara yang sedih sebanyak 1000 kali: ‘wahai keluargaku…’, ‘wahai kerabatku…’, ”wahai anakku…’. ‘Wahai orang-orang yang tinggal di rumah-rumah kami…’, ‘wahai orang-orang yang memakai baju-baju kami…’, ‘wahai orang-orang yang membagi harta-harta kami…’”

Disebutkan juga dalam Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib atau dikenal dengan Hasyiyah Al Bujairimi ‘ala Khathib (2/301) karya Al Bujairimi tanpa sanad. Al Bujairimi menyandarkan riwayat ini kepada Al Jami’ Al Kabir namun wallahu a’lam tidak kami temukan riwayat tersebut dalam Al Jami’ Al Kabir karya As Suyuthi. Walhasil, tidak ada sanad lain selain sanad di atas yang kami temukan. Dan dari sini juga kita ketahui bahwa hadits ini tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits yang mu’tamad,

⬛ Jika kita teliti sanad di atas, sangat bermasalah.

↗ Masalah 1:

Ibnu Juraij (Abdul Malik bin Abdil  Aziz Al Qurasyi) tidak meriwayatkan dari Musa bin Wirdan. Ibnu Adi mengatakan:

فإذا روى ابن جريج عن موسى هذا الحديث يكون قد دلسه

“Jika Ibnu Juraij meriwayatkan dari Musa, maka haditsnya ini terkadang merupakan tadlis Ibnu Juraij” (Al Ilal Al Waridah fil Ahadits An Nabawiyyah, 8/318).

Al Albani ketika menjelaskan maudhu’nya hadits:

من مات مريضاً مات شهيداً

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan sakit, ia mati syahid”

Beliau mengatakan:

خالفهم الحسن بن زياد اللؤلؤي فقال: حدثنا ابن جريج عن موسى بن وردان به، فأسقط من السند إبراهيم بن محمد

“Al Hasan bin Ziyad Al Lu’lui menyelisihi riwayat ini, ia berkata: Ibnu Juraij menuturkan kepada kami, dari Musa bin Wirdan dan seterusnya. Al Hasan menggugurkan Ibrahim bin Muhammad (antara Ibnu Juraij dan Musa bin Wirdan) dalam sanad ini” (Silsilah Ahadits Adh Dha’ifah, 10/191).

Maka jelas bahwa Ibnu Juraij tidak meriwayatkan dari Musa bin Wirdan, sehingga ada inqitha‘ dalam riwayat ini.

↗ Masalah 2:

Ali bin Musa Al Bashri dan Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi, keduanya majhul haal. Tidak ditemukan adanya jarh atau ta’dil tentang mereka.

Juga tidak diketahui bahwa Ali bin Musa Al Bashri adalah di antara yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Juraij. Pula, tidak diketahui bahwa Muhammad bin Al Husain bin Musa Al Sulmi meriwayatkan dari Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi.

↗ Masalah 3:

Muhammad bin Al Husain bin Musa Al Sulmi, seorang syaikh sufi, ia perawi yang lemah. Adz Dzahabi berkata,

شيخ الصوفية وصاحب تاريخهم وطبقاتهم وتفسيرهم. تكلموا فيه وليس بعمدة

“Beliau seorang Syaikh sufi. Ulama tarikh, biografi dan tafsir di kalangan sufi. Para ulama hadits mengkritisi riwayatnya, dan ia tidak bisa dijadikan sandaran” (Lisanul Mizan, 6695).

Hadits ini juga sebagaimana sudah dijelaskan, tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits yang mu’tamad dan dikenal. Seperti kitab-kitab shahih, kitab-kitab sunan, kitab-kitab musnad, kitab-kitab jami’, dan lainnya. Dan ini merupakan indikator kelemahan bahkan kepalsuan hadits. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika menjelaskan kelemahan hadits seputar ziarah kubur Nabi beliau berkata,

ليس في الإحاديث التي رويت بلفظ زيارة قبره صلى الله عليه وسلم حديث صحيح عند أهل المعرفة، ولم يخرج أرباب الصحيح شيئاً من ذلك، ولا أرباب السنن المعتمدة، كسنن أبي داود والنسائي والترمذي ونحوهم، ولا أهل المساند التي من هذا الجنس؛ كمسند أحمد وغيره، ولا في موطأ مالك، ولا مسند الشافعي ونحو ذلك شيء من ذلك، ولا احتج إمام من أئمة المسلمين كأبي حنيفة ومالك والشافعي وأحمد وغيرهم بحديث فيه ذكر زيارة قبره

“Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan mengandung lafadz ‘ziarah kubur Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam‘ tidak ada yang shahih menurut para ulama hadits. Hadits-hadits seperti ini tidak pernah dibawakan oleh pemilik kitab Shahih, tidak juga pemilik kitab Sunan yang menjadi pegangan, seperti Sunan An Nasa-i atau semacamnya, tidak juga kitab Musnad yang menjadi pegangan, seperti Musnad Ahmad atau semacamnya, tidak juga kitab Muwatha Malik, tidak juga kitab Musnad Asy Syafi’i atau semacamnya. Hadits-hadits seperti ini tidak pernah dipakai para Imam Mazhab dalam berhujjah. Yaitu hadits yang didalamnya disebut lafadz ziarah kubur Nabi” (Majmu’ Fatawa, 216/27).

Dengan demikian, kesimpulannya hadits ini adalah hadits yang dhaif jiddan (sangat lemah). Dan tidak boleh meyakini suatu hal yang terkait dengan perkara gaib semisal dengan apa yang ada dalam riwayat ini kecuali dengan dalil yang shahih.

Wallahu ta’ala a’lam.

______________________
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id