Kamis, 20 Desember 2018

KHUTBAH JUM'AT

°°🕌 KHUTBAH JUM'AT 🕌°°

°° 7 SIKAP AGAR MUDAH MEMAAFKAN °°

Khutbah Pertama:

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ

Kaum muslimin, jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah

Khatib mewasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah, dalam keadaan sendiri ataupun di tengah keramaian, dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan diberi ataupun diuji, karena takwa adalah sebaik-baik bekal bagi kita ketika menghadap Allah kelak.

Segala puji bagi Allah, yang telah memberi kita nikmat yang tak hingga, terutama nikmat Islam dan dikmat iman, dua nikmat yang akan menentukan seseorang apakah ia akan bahagia kekal selama-lamanya jika berislam dan beriman, ataukah menjadi orang yang sengsara selama-lamanya dengan mengkufuri, tidak mensyukuri nikmat Islam dan iman.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga, sahabatnya, serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah

Kita sebagai makhluk sosial yang bergaul di tengah masyarakat, tentu saja dalam kehidupan kita sehari-hari terkadang atau bahkan sering kita mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya atau sikap-sikap yang seharusnya tidak kita dapatkan, mungkin dari tetangga, teman sejawat, atau siapa saja yang kita jumpai dalam kehidupan keseharian kita. Sikap-sikap tersebut, tidak jarang menimbulkan kerugian bagi kita; nama baik kita tercemar, kehilangan harta, dijauhi oleh masyarakat, dan lain sebagainya. Keadaan ini sering membuat kita marah dan kecewa, sehingga kita ingin membalas perbuatan orang-orang tersebut dan sulit untuk memaafkan.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, Khatib ingin menyampaikan bagaimana caranya agar kita mudah memaafkan orang lain, dan melapangkan dada kita dari sikap-sikap manusia yang berbuat zalim kepada kita.

Agama kita sangat mengajurkan untuk memaafkan orang lain. Di antara bukti anjuran itu adalah Allah janjikan surga yang luasnya seluas langit dan bumi untuk orang yang memaafkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّـهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)

Namun pada praktikknya, bersabar dan memaafkan gangguan orang lain ini bukanlah perkara yang mudah. Bagi kita bersabar atas musibah samawiyah seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus, rasa sakit yang kita derita, dll. Musibah seperti ini relatif lebih mudah bagi kita untuk bersabar, tetapi kalau musibah itu ditimbulkan akibat gangguna orang lain lebih sulit bagi kita untuk bersabar. Mudah-mudahan dengan apa yang akan khatib sampaikan mengenai tujuh sikap untuk meraih predikat pemaaf ini tertanam di hati kita, maka kita akan lebih mudah untuk memaafkan orang lain.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.

Pertama: Sikap yang pertama adalah kita meyakini bahwa perbuatan orang kepada kita adalah bagian dari takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Dia tetapkan untuk kita. Allah-lah yang menciptakan perbuatan para hamba, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

“Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shaffat: 96)

Oleh karena itu, kita pandang perbuatan yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh orang-orang kepada kita adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Dan sebagai hamba Allah, kita menerima dan beriman kepada takdir yang Allah tetapkan. Kita taruh dalam benak kita bahwa orang-orang ini adalah hanya sebagai alata atau perantara takdir Allah itu terjadi pada kita. Sehingga kita paham bahwa Allah-lah yang pada hakikatnya menimnpakan musibah kepada kita melalui orang yang berbuat aniaya kepada kita.

Kedua: Ingatlah bahwa kita banyak melakukan perbuatan dosa.

Dan musibah ini terjadi juga karena disebabkan dosa-dosa kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan orang-orang berbuat aniaya kepada kita karena perbuatan dosa yang kita lakukan.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Oleh karena dosa-dosa yang kita lakukan, maka wajar ada orang yang berbuat aniaya kepada kita. Allah menakdirkan hal tersebut sebagai pengingat bagi kita yang banyak melakukan dosa atau juga sebagai balasan karena kita pernah berbuat aniaya kepada orang lain.

Ketiga: Tanamkan pada diri kita bahwa bersabar dan memaafkan mendatangkan pahala yang sangat besar.

Di antara pahala tersebut adalah Allah katakan orang yang sabar itu bersama Allah.

إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

“Maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40)

Inilah beberapa ayat yang menjanjikan pahala yang begitu luas bagi orang-orang yang memaafkan.

Keempat: Hendaklah kita tanamkan di jiwa kita sebuah prinsip bahwa balasan itu tergantung bentuk perbuatannya.

Ketika kita sadar bahwa kita adalah orang yang banyak berbuat dosa kepada Allah Ta’ala, baik disebabkan oleh hati kita, lisan kita, atau anggota badan kita, baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari, maka tentunya kita akan amat sangat butuh ampuna Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan kita memberikan maaf kepada orang-orang yang telah bersalah kepada kita, orang-orang yang bersifat buruk kepada kita, dengan amalan ini kita berharap Allah pun mengampuni kita atas perbuatan dosa kita dan aniaya kita terhadap diri sendiri.

Kita berharap, ketika kita mudah memaafkan orang lain, mudah-mudahan Allah pun akan mudah memaafkan segala kesalahan kita. Inilah buah dari prinsip “balasan itu tergantung jenis atau bentuk amalan yang dilakukan”.

Kelima: Tidak membalas perbuatan aniaya orang lain kepada kita adalah sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita semua yakin tidak ada orang yang lebih mulia dan tidak ada orang yang lebih agung harga dirinya, lebih terhormat, daripada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersamaan dengan itu, tidak pernah satu kali pun beliau membalas penganiyaan orang lain terhadap dirinya. Kita yang kehormatan dan harga diri jauh dibandingkan dengan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pantas lagi untuk memaafkan orang-orang yang berbuat tidak baik kepada kita.

Inilah poin dari memaafkan adalah bagian dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membalas adalah bukan bagian dari sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau senantiasa memaafkan dan tidak pernah membalas.

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ فَأَسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِي المُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Kaum muslimin rahimani warahimakumullah

Sikap berikutnya yang harus kita resapi dan sadari untuk menjadi seorang pemaaf adalah

Kelima: Jika kita mampu untuk mengendalikan diri kita untuk tidak membalas, perbuatan ini adalah sebuah kebaikan yang besar.

Apabila kita mampu menguasai diri kita untuk tidak membalas orang-orang yang berbuat aniaya kepada kita meskipun kita mampu melakukannya, maka untuk mengendalikan diri kita pada perkara-perkara yang lainnya, itu akan menjadi lebih mudah. Jadi kebaikan ini akan melahirkan kebaikan-kebaikan yang lainnya. Demikianlah sunatullahnya, kebaikan akan membuahkan kebaikan yang lain.

Ketujuh: Perbuatan membalas akan menyeret kita melakukan aniaya kepada orang lain.

Kita harus ingat, bahwa perbuatan aniaya itu akan menyeret kita melakukan perbuatan aniaya kepada orang yang menganiaya kita karena suli seseorang untuk membalas suatu perbuatan dengan balasan yang pas. Hampir semua orang yang membalas, mereka akan membalas dengan perbuatan aniaya yang lebih. Sehingga yang sebelumnya dia adalah orang yang dizalimi, tetapi dengan membalas kemudian melakukan balasan yang lebih, keadaan pun berganti, dia menjadi orang yang zalim. Ini adalah kerugian yang sangat besar.

Cukuplah kekhawatiran nanti kita menjadi orang yang zalim, menjadi pencegah kita untuk membalas kezaliman orang lain. Biarlah kita menempati posisi yang dizalimi kemudian bersabar sehingga kita nantinya meraih kebaikan-kebaikan yang amat sangat banyak.

Mudah-mudahan ketujuh sikap ini sangat membantu kita agar kita mudah memaafkan kesalahan orang yang telah berbuat salah kepada kita, yang telah berbuat jahat kepada kita, demi meraih ganjaran yang lebih besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan surga Allah melalui modal mudah memaafkan siapa saja yang berbuat salah kepada kita.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ

والحمد لله رب العالمين، وأقم الصلاة

Diambil dari ceramah pendek Ustadz Abu Isa dengan perubahan seperlunya oleh tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com

Senin, 17 Desember 2018

HAK ISTRI ATAS SUAMI

*💢 Hak-Hak Isteri Atas Suami*

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

_Hak-Hak Suami Isteri_

Keluarga diibaratkan seperti batu bata pertama dalam sebuah bangunan masyarakat. Apabila keluarga baik, maka masyarakat pun akan ikut menjadi baik dan sebaliknya jika keluarga rusak, maka masyarakat akan menjadi rusak pula. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian kepada urusan keluarga dengan perhatian yang sangat besar, sebagaimana Islam juga mengatur hal-hal yang dapat menjamin keselamatan dan kebahagiaan keluarga tersebut.

Islam mengibaratkan keluarga seperti suatu lembaga yang berdiri di atas suatu kerjasama antara dua orang. Penanggung jawab yang pertama dalam kerjasama tersebut adalah suami. Allah berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). ” [An-Nisaa’: 34]

Islam menentukan hak-hak di antara keduanya yang dengan menjalankan hak-hak tersebut, maka akan tercapai ketenteraman dan keberlangsungan lembaga. Islam menyuruh keduanya agar menunaikan apa yang menjadi kewajibannya dan tidak mempermasalahkan beberapa kesalahan kecil yang mungkin saja terjadi.

Hak-Hak Isteri Atas Suami
Allah Ta’ala berfirman:

نْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. ” [Ar-Ruum: 21]

Rasa cinta dan kasih sayang yang terjadi di antara suami isteri nyaris tidak dapat ditemukan di antara dua orang mukmin. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan senang jika cinta dan kasih sayang tersebut selalu ada dan langgeng pada setiap pasangan suami isteri. Oleh karena itu, Dia Subhanahu wa Ta’ala menentukan beberapa hak bagi mereka yang dapat menjaga dan memelihara rasa cinta dan kasih sayang tersebut dari kesirnaan. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” [Al-Baqarah: 228] *

Hal ini merupakan suatu kaidah menyeluruh yang mengatakan bahwasanya seorang wanita memiliki kesamaan dengan laki-laki dalam semua hak, kecuali satu perkara yang diungkapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya :

وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

“Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya.” [Al-Baqarah: 228]

Dan hak-hak isteri maupun kewajiban-kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf telah diketahui di kalangan masyarakat dan apa yang berlaku pada ‘urf (kebiasaan) masya-rakat itu mengikuti syari’at, keyakinan, adab dan kebiasaan mereka. Hal ini akan menjadi tolak ukur pertimbangan bagi suami dalam memperlakukan isterinya dalam keadaan apa pun. Jika ingin meminta sesuatu kepada isterinya, suami akan ingat bahwa sesungguhnya ia mempunyai kewajiban untuk memberikan kepada isteri sesuatu yang semisal dengan apa yang ia minta. Oleh karena itu, Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Sesungguhnya aku berhias diri untuk isteriku sebagaimana ia menghias diri untukku.”[1]

Seorang mukmin yang hakiki akan mengakui adanya hak-hak bagi isterinya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.”

Dan juga sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقَّا.

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian dan isteri-isteri kalian juga memiliki hak atas kalian.”[2]

Dan seorang mukmin yang paham, ia akan selalu berusaha untuk memenuhi hak-hak isterinya tanpa melihat apakah haknya sudah terpenuhi atau belum, karena ia sangat menginginkan kelanggengan cinta dan kasih sayang di antara mereka berdua, sebagaimana ia juga akan selalu berusaha untuk tidak memberikan kesempatan sedikit pun bagi syaitan yang selalu ingin memisahkan mereka berdua.

Sebagai bentuk pengamalan hadits “ad-Diinun Nashiihah” (agama adalah nasihat), kami akan menyebutkan apa saja hak-hak isteri atas suami yang kemudian akan dilanjutkan dengan penjelasan tentang hak-hak suami atas isteri dengan harapan agar para pasangan suami isteri paham dan kemudian mau saling nasehat-menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.

إِنَّ لِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا.

“Sesungguhnya isteri-isteri kalian memiliki hak atas kalian”

Di antara hak isteri adalah:
1. Suami harus memperlakukan isteri dengan cara yang ma’ruf, karena Allah Ta’ala telah berfirman :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” [An-Nisaa’: 19]

Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperin-tahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mendidik isteri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (isteri) telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” [An-Nisaa: 34]

Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab:

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلاَ تُقَبِّحْ، وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.

“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” [3]

Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap isteri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ.

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya.” [4]

Sikap memuliakan isteri menunjukkan kepribadian yang sempurna, sedangkan sikap merendahkan isteri adalah suatu tanda akan kehinaan orang tersebut. Dan di antara sikap memuliakan isteri adalah dengan bersikap lemah lembut dan bersenda gurau dengannya. Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu bersikap lemah lembut dan berlomba (lari) dengan para isterinya. ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajakku lomba lari dan akulah yang menjadi pemenangnya dan setiap kami lomba lari aku pasti selalu menang, sampai pada saat aku keberatan badan beliau mengajakku lari lagi dan beliaulah yang menang, maka kemudian beliau bersabda, ‘Ini adalah balasan untuk kekalahanku yang kemarin.’” [5]

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap setiap permainan itu adalah bathil kecuali jika dilakukan dengan isteri, beliau bersabda:

كُلُّ شَيْئٍ يَلْهُوْبِهِ ابْنُ آدَمَ فَهُوَ بَاطِلٌ إِلاَّ ثَلاَثًا: رَمْيُهُ عَنْ قَوْسِهِ، وَتَأْدِيْبُهُ فَرَسَهُ، وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ، فَإِنَّهُنَّ مِنَ الْحَقِّ.

“Segala sesuatu yang dijadikan permainan bani Adam adalah bathil kecuali tiga hal: melempar (anak panah) dari busurnya, melatih kuda dan bercanda dengan isteri, sesungguhnya semua itu adalah hak.” [6]

2. Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukan olehnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.

“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai.” [7]

Di dalam hadits yang lain beliau juga pernah bersabda:

اِسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.

“Berilah nasihat kepada wanita (isteri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Sesuatu yang paling bengkok ialah sesuatu yang terdapat pada tulang rusuk yang paling atas. Jika hendak meluruskannya (tanpa menggunakan perhitungan yang matang, maka kalian akan mematahkannya, sedang jika kalian membiarkannya), maka ia akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasihat kepada isteri dengan baik.” [8]

Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya tidak disebut akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari menyakitinya, namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya.” Dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan bahwa para isteri beliau pernah protes, bahkan salah satu di antara mereka pernah mendiamkan beliau selama sehari semalam.” [9]

3. Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.

Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepada-Nya, karena ia adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang isterinya. Ia adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ

“Para lelaki adalah pemimpin bagi para wanita.” [An-Nisaa’: 34]

Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِيْ أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

“Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” [10]

4. Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelis-majelis ta’lim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” [At-Tahrim: 6]

Dan isteri adalah termasuk dalam golongan al-Ahl (keluarga). Kemudian menjaga diri dan keluarga dari api Neraka tentunya harus dengan iman dan amal shalih, sedangkan amal shalih harus didasari dengan ilmu dan pengetahuan supaya ia dapat menjalankannya sesuai dengan syari’at yang telah ditentukan.

5. Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” [Thaahaa: 132]

6. Suami mau mengizinkan isteri keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin shalat berjama’ah di masjid atau ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarruj (berhias) atau sufur. Sebagaimana ia juga harus dapat melarang isteri agar tidak memakai wangi-wangian serta memperingatkannya agar tidak ikhtilath dan bersalam-salaman dengan laki-laki yang bukan mahram, melarangnya menonton televisi dan mendengarkan musik serta nyanyian-nyanyian yang diharamkan.

7. Suami tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah J melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan umum. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Asma’ binti Yazid Radhiyallahu anhuma :

Bahwasanya pada suatu saat ia bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat dari kalangan laki-laki dan para wanita sedang duduk-duduk. Beliau bersabda, “Apakah ada seorang laki-laki yang menceritakan apa yang telah ia lakukan bersama isterinya atau adakah seorang isteri yang menceritakan apa yang telah ia lakukan dengan suaminya?”

Akan tetapi semuanya terdiam, kemudian aku (Asma’) berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka semua telah melakukan hal tersebut.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melakukannya, karena sesungguhnya yang demikian itu seperti syaitan yang bertemu dengan syaitan perempuan, kemudian ia menggaulinya sedangkan manusia menyaksikannya.” [11]

8. Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua dan anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka. Seperti halnya pada saat Sulhul Hudaibiyah (perjanjian damai Hudaibiyyah), setelah beliau selesai menulis perjanjian, beliau bersabda kepada para Sahabat:

قُوْمُوْا فَانْحَرُوْا، ثُمَّ احْلِقُوْ.

“Segeralah kalian berkurban, kemudian cukurlah rambut-rambut kalian.”

Akan tetapi tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah Rasululah Shaallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau mengulangi perintah tersebut tiga kali. Ketika beliau melihat tidak ada seorang Sahabat pun yang melakukan perintah tersebut, beliau masuk menemui Ummu Salamah Radhiyallahu anha kemudian menceritakan apa yang telah terjadi. Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka melakukan perintahmu? Keluarlah dan jangan berkata apa-apa dengan seorang pun sampai engkau menyembelih binatang kurbanmu dan memanggil tukang cukur untuk mencukur rambutmu.” Maka beliau keluar dan tidak mengajak bicara seorang pun sampai beliau melakukan apa yang dikatakan oleh isterinya. Maka tatkala para Sahabat melihat apa yang dilakukan oleh Rasulullah, mereka bergegas untuk menyembelih hewan-hewan kurban, mereka saling mencukur rambut satu sama lain, sampai-sampai hampir saja sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lainnya. [12]

Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kebaikan yang banyak bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui pendapat isterinya yang bernama Ummu Salamah. Sangat berbeda dengan contoh-contoh kezhaliman yang dilakukan oleh sebagian orang, serta slogan-slogan yang melarang keras bermusyawarah dengan isteri. Seperti perkataan sebagian dari mereka bahwa, “Pendapat wanita jika benar, maka akan membawa kerusakan satu tahun dan jika tidak, maka akan membawa kesialan seumur hidup.”

9. Suami harus segera pulang ke rumah isteri setelah shalat ‘Isya’. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal tersebut berlangsung lama dan sering berulang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari apa yang telah dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma karena lamanya bergadang (beribadah) malam dan menjauhi isterinya, kemudian beliau bersabda:

إِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا.

“Sesungguhnya isterimu mempunyai hak yang wajib engkau tunaikan.” [13]

10. Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang yang demikian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى أَحَدِهِمَا دُوْنَ اْلأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.

“Barangsiapa yang memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu di antara keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan miring sebelah.”[14]

Demikianlah sejumlah hak para isteri yang harus ditunaikan oleh para suami. Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah dalam usaha memenuhi hak-hak isteri tersebut. Sesungguhnya dalam memenuhi hak-hak isteri adalah salah satu di antara sebab kebahagian dalam kehidupan berumah tangga dan termasuk salah satu sebab ketenangan dan keselamatan keluarga serta sebab menjauhnya segala permasalahan yang dapat mengusik dan menghilangkan rasa aman, tenteram, damai, serta rasa cinta dan kasih sayang.

Kami juga memperingatkan kepada para isteri agar mau melupakan kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah ia menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam mengabdikan diri untuk suami, karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
* Ini adalah kalimat yang sekalipun ringkas, tetapi bisa mencakup apa yang tidak tercakup oleh penjelasan yang rinci, kecuali dengan kitab yang besar.
[1]. Ibnu Jarir (II/453).
[2]. Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1501)], Sunan at-Tirmidzi (II/315, no. 1173), Sunan Ibni Majah (I/594, no. 1851)
[3]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1500)], Sunan Abi Dawud (VI/ 180, no. 2128), Sunan Ibni Majah (I/593, no. 1850).
[4]. Hasan Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 928)], Sunan at-Tirmidzi (II/315, no. 1172).
[5]. Shahih: [Aadaabuz Zifaaf, hal. 200], Sunan Abi Dawud (VII/243, no. 2561).
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4532)], Sunan an-Nasa-i dalam al-‘Usyrah (Qof II/74), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir (II/89, no. 1), Abu Nu’aim dalam Ahaadiits Abil Qasim al-‘Asham (Qof XVIII/17).
[7]. Shahih [Aadaabuz Zifaaf, hal. 199], Shahiih Muslim (II/1091, no. 469).
[8]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/253, no. 5186), Shahiih Muslim (II/1091, no. 1468 (60)).
[9]. Mukhtashar Minhaajul Qaashidiin (Hal. 78 dan 79).
[10]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (II/380, no. 893), Shahiih Muslim (III/1459, no. 1829).
[11]. Shahih: [Aadaabuz Zifaaf, hal. 72].
[12]. Shahih: Shahiih al-Bukhari (V/329, no. 2731 dan 2732).
[13]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IV/217-218, no. 1975), Shahiih Muslim (III/813, no. 1159 (182)), Sunan an-Nasa-i (IV/211).
[14]. Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2017)], [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1603)], Sunan Abi Dawud (VI/171, no. 2119), Sunan at-Tirmidzi (II/ 304, no. 1150), Sunan an-Nasa-i (VII/63), Sunan Ibni Majah (I/633, no. 1969) dengan lafazh yang berbeda namun saling berdekatan.

Read more https://almanhaj.or.id/1190-hak-hak-isteri-atas-suami.html

Kamis, 06 Desember 2018

8 CARA ROSUL MENGAJARKAN SHALAWAT

8 cara Rasulullah mengajarkan bershalawat :

1. Dari Ka’ab bin ‘Ujrah.
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shallaita ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid, Allaahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i)

2. Dari Abu Humaid As Saa’diy.

Allaahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa shol laita ‘alaa ibraahiim, wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa baarokta ‘alaa ibraahiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah,berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya,sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim,Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, Baihaqi dan Imam Malik).

3. Dari Abi Mas’ud Al Anshariy.
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shol laita ‘alaa aali ibraahiim ,wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa aali ibraahiim fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. (HR. Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ahmad dan Baihaqi).

4.Dari Abi Mas’ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshariy.
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shol laita ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim, wa baarik ‘alaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad yang ummi dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.Dan berkahilah Muhammad Nabi yang ummi dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, Ahmad, Ibnu Hibban dan Baihaqi)

5. Dari Abi Sa’id Al Khudriy.
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammadin ‘abdika wa rosuulika kamaa shol laita ‘alaa aali ibraahiim, wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa ibraahiim.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim. (HR Bukhari, An Nasa-i, Ibnu Majah, Baihaqi dan Ath Thahawiy)

6. Dari seorang laki2 shabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ahli baitihi wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa shallaita ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid , wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa ahli baitihi wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi kamaa baarokta ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan kepada ahli baitnya dan istri-istrinya dan keturunannya, sebagimana Engkau telah memberkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. (HR. Ahmad dan Ath Thowawiy)

7. Dari Abu Hurairah
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shallaita wa baarokta ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad,sebagaimana Engkau telah bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. (HR. Ath Thowawiy, An Nasa-i, Bukhari dan Muslim).

8. Dari Thalhah bin ‘Ubaidullah.
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shol laita ‘alaa ibraahiim wa ‘alaa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid, wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarokta ‘alaa ibraahiim wa aali ibraahiim innaka hamiidum majiid.

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.

Rabu, 05 Desember 2018

TIDAK ADA ISTIMEWA ULAMA DAN AHLUL BAIT

TIDAK ADA KEISTIMEWAAN ULAMA & AHLUL BAIT DALAM AGAMA ISLAM.

Mungkin saudara pernah mendengar Nabi berkata: “Sekiranya anakku Fatimah mencuri, pastilah akan kupotong tangannya”. Dan kalau sekirannya Fatimah benar mencuri, niscaya seluruh ahlul bait dan keluarga serta para sahabat – serta merta menghalangi Nabi dari pemotongan tangan Fatimah. Disebabkan kecintaan kepada keluarga Rasulullah. Syukurlah itu hanyalah suatu perandaian.

Walaupun perandaian, terbukti tidak adanya pengecualian hukum terhadap keluarga Nabi sendiri. Kalau sekiranya ada pilih kasih, tentulah agama Islam akan jauh lebih murat marit dari keadaan yang sekarang ini.

Sebelum menulis tentang tidak adanya keistimewaan ahlul bait dalam agama, telah lebih dahulu didahului oleh artikel2 yang bernada sama seperti: Tidak ada keistimewaan seorang Rasul diantara semua Rasul2 Allah, tidak adanya keistimewaan sebuah dua surah dalam Al Qur’an di banding surah-surah yang lain, dan tidak ada pula ayat-ayat istimewa dibandingkan ayat-ayat yang lain. Juga, ketidak istimewaan shalat shubuh diantara shalat yang 5(lima) waktu itu. Itu Ulah Ulama saja! ISLAM ITU AGAMA SETARA DAN KESETARAAN DISEGALA LINI KEHIDUPAN DUNIA AKHIRAT. Islam itu agama seimbang dan keseimbangan disegala penjuru langit dan bumi.

Justru dalam kesetaraan itulah – dalam keseimbangan itulah, Allah mengadakan ujian dan cobaan, siapa yang akan tampil beda dihadapanNya via ikhtiar atau usaha2 yang dilakukannya. BUKAN KARENA KETURUNANNYA! BUKAN KARENA MENGAKU-NGAKU ‘GUA KETURUNAN LANGSUNG NABI MUHAMMAD”!!! Sifat atau sikap yang seperti itu bukan ajaran Islam. NO NEPOTISME dan semacamnya dalam Islam!!! Dan tidak mungkin Agama Allah berwatak dan bertabiat seperti itu. Dari mana jalan mungkinnya??? Bila ada diantara saudara menganggap ada seperti itu, dengan sendirinya saudara meremehkan “harkat dan martabat” agama Allah Yang Maha Perkasa.

Nabi tak punya putra yang hidup sampai dewasa, demikian juga Ali sepupunya. Belum pernah terdengar bahwa Hasan dan Husen mempunyai putra-putra, kecuali berkeseliweren gossip hembusan kaum Shi’ah demi mempertahankan tradisi agama dan Imam-imamnya. Tidak lain dari itu. Tentang Paman Rasul bernama Abu Lahab, yang mempunyai 12 (duabelas) putra semuanya, hampir tak pernah disebutkan orang. Kalaupun mungkin keturunan mereka pernah datang ke Indonesia, tentulah keturunan Abu Lahab itu yang lebih memungkinkan.

Yang perdana datang adalah campuran orang-orang Persia Arab Shi’ah baur sUfiSme dan thoriqat2an dengan sektenya masing-masing. Bahkan dalam bukunya, Sdra Habib Al Qadri menuliskan bahwa perintis “riba” (rentenir) dipasar-pasar di Java adalah habib-habib. Bagaimana mungkin sebar agama disamping tebar riba? Yang Dampaknya masih terlihat sampai zaman now. Tidak heran kalau pengetahuan dan pemahaman Islam kita masih cemar dari murni.

Mereka adalah orang2 yang “lebih” kalau bukan “paling” memuliakan manusia Ulama/Imam/Rahib/Pendeta diatas Tuhan. Pengaruh ini “bersangatan kuatnya” pada semua strata orang Islam Indonesia, tak kecuali pada Ulama dan kaum cerdik-pandai-nya. PADAHAL INI HARUS DI-ENYAH-KAN DARI SOFTWARE PEMIKIRAN ORANG2 ISLAM.

Tolonglah kami Ya Allah. Bila tidak Engkau tolong, mereka tidak akan dapat mendengar alias pekak/budeg! Bila Engkau tak memberikan PetunjukMU, mereka akan tetap berkepala batu. Bila tidak Engkau tolong mereka akan tetap berhati tanpa nurani, dan tetap dalam kezaliman selamanya, sampai akhir hayat mereka. BUKANKAH MEREKA HAMBA HAMBAMU JUGA YA ALLAH? ITULAH PINTAKU PADAMU.

##. KATAKANLAH: "AKU (MUHAMMAD) TIDAK BERKUASA MENARIK KEMANFAATAN BAGI DIRIKU DAN TIDAK (PULA) MENOLAK KEMUDARATAN KECUALI YANG DIKEHENDAKI ALLAH.(NB: Nabi sendiri tak berkuasa menolak taqdir baik atau buruk terhadapnya. Terus, apakah yang ngaku2 keturunan Nabi/ahlul bait punya keistimewaan dihadapan Allah? Berfikirlah saudara2ku, jangan nunut manut pada keadaan ini seperti orang buta, dan tuli tak tahu apa-apa. (Ingat, yang saya jadikan hujjah adalah ayat-ayat Allah yg gamblang.)

NABI KATAKAN TAK BEDA ORANG ARAB DENGAN ORANG BUKAN ARAB. Karena memang Islam memelihara kesetaraan semua hamba di hadapan Allah. Yang membedakan hanyalah ilmu pengetahuan, iman dan amal.

DAN SEKIRANYA AKU MENGETAHUI YANG GAIB, TENTULAH AKU MEMBUAT KEBAJIKAN SEBANYAK-BANYAKNYA DAN AKU TIDAK AKAN DITIMPA KEMUDARATAN. AKU TIDAK LAIN HANYALAH PEMBERI PERINGATAN, DAN PEMBAWA BERITA GEMBIRA BAGI ORANG-ORANG YANG BERIMAN". (Ali Imran 188) (nb: Nabi tidak mengetahui yang ghaib, terus apa yang ngaku ahlul bait tahu yang ghaib, bisa ngundang Nabi dalam mimpi dll? Ya Allah kemusyrikan tiada tara!!! Nabi itu tidak lain selain pemberi peringatan dan berita gembira.

Jangan sampai – sudah mengetahui hujjah dari Allah – masih tetap pada sikap/pendirian lama. Bila demikian halnya, tidak ada ampunan dari-NYA. Berarti saudara tidak memakai akal yang diperintahkanNYA itu. Lihat Yunus100, Allah timpakan kemurkaan pada orang yang tak pakai akal. Lihat Yusuf 108, beragama tanpa dalil/hujjah adalah kemusyrikan. Lihat Al Israa 36, dilarang keras meniru-niru agama lain. Lihat Yunus 36, Dilarang keras menduga-duga/menyangka-nyangka dalam hidup beragama. Lantas mau bersembunyi dimana anda dengan pemahaman tradisi Bani Israel/Shi’ah itu???

Oleh karena itu rajinlah baca sejarah, utamakan sejarah 25 Rasul dalam Al Qur’an, dan sejarah perkembangan cepat Islam dari Arab, Africa, India sampai Andalusia. Imperium Muawiyah itu saudara, telah meng-ilhamkan Hitler dengan “BlietKrieg”, perang kilatnya pada perang Dunia ke II dan telah mengangkat tinggi Machiavelli sebagai tokoh Politik dengan tactik dan strategy ala “Moawea”.

Kembali pada subject diatas. Kita harus memahami bahwa kesetaraan dan atau keseimbangan itu adalah wujud nyata agama Islam yang ADIL & BENAR. Adil itu benar dan benar itu adil. KEADILAN itu dalam Islam suatu PERKARA YANG BESAR. Allah selalu menyatakan bahwa DIA-lah Tuhan Yang Menghisaab Hamba2Nya dengan seadil-adilnya. Bukan itu saja, si hamba yang mau dan mampu berbuat adil terhadap diri dan keluarga sendiri, SELANGKAH MENUJU TAQWA! (ini seharusnya dipahami sebagai hadiah dari suatu perlombaan beramal tentunya). BERLAKU ADILLAH, KARENA ADIL ITU LEBIH DEKAT KEPADA TAKWA. (Al Baqarah 237)

Begitu heibatnya perbuatan adil itu dalam sisi pandang Allah Pencipta. Bukankah kegundah-gulanaan Dunia saat ini disebabkan oleh angkara murka ketidak adilan manusia? Manusia – bila berkuasa – suka memutuskan hubungan kekeluargaan. (Silakan menyebutkan daftar kerusakan dunia masa kini, maka disisi Allah: KERUSAKAN PALING TOP RANGKING ADALAH KERUSAKAN KEKELUARGAAN (antar manusia yang kehilangan rasa kemanusiaan. Yang diganti Allah dengan rasa kebinatangan.)

##. MAKA APAKAH KIRANYA JIKA KAMU BERKUASA KAMU AKAN MEMBUAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI DAN MEMUTUSKAN HUBUNGAN KEKELUARGAAN? (Muhammad 22)

Termasuk para Ulama yang merasa berkuasa atas agama Allah yang tidak mereka ketahui detailnya. Lantas berkata begini dan begitu seakan benar dan ummat nunut manggut saja terhadap jenggot, sorban dan gamisnya. Persis seperti seekor kerbau tusuk hidung, yang dihela oleh seorang bocah usia ingusan. Demi Allah, janganlah saudara2ku seperti itu. Jadikanlah Hukum Allah sebagai basis berfikir dan kekritisanmu. Jangan atas landasan pengetahuanmu yang (pasti) selalu berseberangan dengan ajaran2 Allah dalam KitabNya. UNGGULKAN AL QUR’AN!

Saya pikir sudah cukup alasan2 logis bagi saudara untuk memulai hidup baru dalam beragama. Saatnya tiba untuk berlaku wajar bin normal bin biasa-biasa saja terhadap mereka (Ulil Amri, Ulul Albaab, dan ahlul bait dll) Berlakukan hukum Islam kepada mereka yaitu:

##. DAN (INGATLAH), KETIKA KAMI MENGAMBIL JANJI DARI BANI ISRAEL (YAITU): JANGANLAH KAMU MENYEMBAH SELAIN ALLAH, DAN BERBUAT BAIKLAH KEPADA IBU BAPAK, KAUM KERABAT, ANAK-ANAK YATIM, DAN ORANG-ORANG MISKIN, SERTA UCAPKANLAH KATA-KATA YANG BAIK KEPADA MANUSIA, DIRIKANLAH SALAT DAN TUNAIKANLAH ZAKAT. KEMUDIAN KAMU TIDAK MEMENUHI JANJI ITU, KECUALI SEBAHAGIAN KECIL DARIPADA KAMU, DAN KAMU SELALU BERPALING. (Al Baqarah 83)

Saya cantumkan keseluruhan ayat walaupun bermaksud focus pada kalimat: “UCAPKANLAH KATA KATA YANG BAIK KEPADA MANUSIA”. Lihat betapa universalnya ketentuan Allah itu. (manusia disini bisa pemimpin/ulil amri, ulul albaab, ahlul bait dan lain lain dan macam macam.) semua setara:”Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada mereka”. Cukup!!!

Lihat larangan Allah diatas: “Janganlah kamu menyembah selain Allah”. Satu diantara maksudnya adalah: “Jangan tunduk bungkuk sambil cium tangan mereka” – sikap seperti ini termasuk “menyembah” Tuhan manusia (haram) disamping menyembah Allah, Tuhan pencipta manusia. Muhammad Rasul Allah menolak keras diperlakukan seperti ini. Kalau pernah ada, beliau katakan: “Apaan kamu ini? What happens with you???

KECUALI, SUNGKEM KEPADA KEDUA ORANG TUA KANDUNG, ini diperintahkan Allah dan bukan kepada ulil amri, ulul albaab atau ahlul bait dll. (Haram baik bagi si ummat maupun/apalagi bagi Ulama (yang tahu tapi sengaja mendiamkannya – karena merasa megah dan mewah atas perlakuan seperti itu terhadapnya.) Allah janjikan azab yang pedih bagi mereka.

DAN JANGANLAH KAMU MELUPAKAN KEUTAMAAN DI ANTARA KAMU. SESUNGGUHNYA ALLAH MAHA MELIHAT SEGALA APA YANG KAMU KERJAKAN. (Al Baqarah 237)

Diantara kamu = diantara manusia, siapapun mereka, hendaklah saling menjaga keutamaan diantara kita. Tidak ada kekhususan kepada siapapun, bahkan kepada Rasul (tidak boleh bungkuk2 cium tangan Rasul.)

Suatu hari Rasul masuk Masjid, sekalian yang ada pada berdiri menghormati Nabi. Lha, Nabinya terhairan-hairan dan mengatakan duduklah, duduklah, aku-kan anak Pak Abdullah pedagang roti? So, Nabi saja biasa biasa saja, kok malah kita kehebohan luar biasa???

Sampaikan hal ini kepada seluruh ummat dan orang2 yang “merasa” ahlul bait, agar mereka mulai mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebesar-besarnya. Itulah yang diperintahkan Allah kepada hamba-hamba Ciptaan-Nya.

##. DAN KATAKANLAH: "SEGALA PUJI BAGI ALLAH YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK DAN TIDAK MEMPUNYAI SEKUTU DALAM KERAJAAN-NYA DAN DIA BUKAN PULA HINA YANG MEMERLUKAN PENOLONG DAN AGUNGKANLAH DIA DENGAN PENGAGUNGAN YANG SEBESAR-BESARNYA. (Al Israa 111)

~. Tuh lihat lagi, “segala puji bagi Allah”. ~. Dia tidak punya “sekutu” dalam kekuasaanNya (so jangan puji/sembah selain Allah). ~. Allah tak memerlukan pertolongan, sedangkan Muhammad 100% ditolong Allah. ~. Oleh karena itu, khususnya tuan-tuan rasa ahlul bait?? Jangan lagi mengagungkan Muhammad dengan aneka “shalawatan2”. Ganti dari sembah Muhammad menjadi menyembah Allah Tuhan yang sebenar-benarnya.

DAN TUHANMU AGUNGKANLAH, (Al Mudatsir 3)

APA KANDUNGAN AYAT TERAKHIR INI?
##. DAN TANYAKANLAH KEPADA RASUL-RASUL KAMI YANG TELAH KAMI UTUS SEBELUM KAMU: "ADAKAH KAMI MENENTUKAN TUHAN-TUHAN UNTUK DISEMBAH SELAIN ALLAH YANG MAHA PEMURAH?" (Az Zukhruf 45)

Satu diantara kandungan ayat ini adalah kebiasaan kaum Bani Israel sejak zaman Musa dan Harun alaihissalam, melecehkan para Nabi semasa hidupnya, namun mengagungkan dan menyembah mereka setelah matinya.

Tidak mengherankan bila kuburan-kuburan menjadi lebih ramai dari Sinagog-sinagog, dari Gereja-gereja dan turun temurun ke Masjid-Masjid sampai ke Monas-monas sampai hari besok, kalau malam ini tidak kiamat.

ALANGKAH BESAR PENGARUH BANI ISRAEL, BANI NASRANI DAN BANI SHI’AH BUKAN?? (dalam kehidupan keagamaan Islam kita).

Pohonkanlah syukur sampai tinggi menjulang kelangit atas karunia Allah yang telah memelihara kita dari pengaruh-pengaruh agama purba.

Salam, Alexander Idrus Zulkarnain, Bukit Indah Complex, CIPUTAT 15414.

Jumat, 30 November 2018

SIRAH NABI ADALAH MUJIZAT

*SIRAH NABI : SIRAH NABI ﷺ ADALAH MUKJIZAT*

📖📖________✒ __

Imām Ibnu Hazm rahimahullāh dalam buku beliau yang berjudul al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal , beliau berkata :

     _“Sesungguhnya sirah (perjalanan hidup) Muhammad ﷺ bagi siapa yang menelaah dan menghayatinya, akan mengharuskannya untuk membenarkan Nabi dan bersaksi bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah. Seandainya tidak ada mukjizat Nabi selain sirah beliau maka itu sudah cukup”_ *(al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal 2/73)*

📌  Di antara sekian banyak mukjizat tersebut menurut Ibnu Hazm rahimahullāh, sirah Nabi itu adalah *mukjizat tersendiri.*
Kita tahu Nabi ﷺ dianugerahi banyak mukjizat;
     *seperti Isrā Mi’rāj, air yang keluar dari tangan beliau, berkah beliau meludahi orang yang sakit kemudian sembuh (sebagaimana ‘Ali bin Abi Thālib yang matanya sakit kemudian diludahi oleh Nabi ﷺ lalu sembuh) dan mukjizat abadi dan terbesar, yaitu Al-Qurān.*

📌  Nabi ﷺ adalah sosok *pemimpin yang hebat.*
Berbicara tentang keberanian maka Nabi ﷺ adalah sosok yang paling pemberani, sampai-sampai ‘Ali bin Abi Thālib berkata:

     _“Kami jika dalam kondisi serangan musuh yang sangat kuat, kaum muslimin telah bertemu dengan musuh, maka kamipun berlindung di belakang Nabi ﷺ, tidak seorangpun dari kami yang lebih dekat kepada musuh dari pada Nabi ﷺ ”_ *(HR Ahmad no 1347 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan juga dishahihkan oleh Ahmad Syakir)*

📌  *Di dalam perang Hunain,* _suatu ketika saat para shāhabat diserang musuh, tiba-tiba Nabi ﷺ langsung menyeruak maju ke depan. Dalam hal keberanian, Nabi ﷺ tidak ada duanya. Belum lagi akhlak dan perangai beliau._

▪  Apabila Anda ingin mencari siapa sosok teladan ayah terbaik di muka bumi ini
*maka* ```Nabi ﷺ adalah ayah terbaik.```

▪  Apabila Anda ingin mencari siapa sosok suami terbaik
*maka* ```lihatlah perikehidupan Nabi sebagai sosok suami terbaik.```

Keadaan beliau ﷺ sungguh sangat menakjubkan. *Dalam segala hal, baik sebagai seorang ayah, suami, kepala negara, mufti, teman dan selainnya, maka Nabi ﷺ adalah pribadi yang menakjubkan, kesemuanya adalah mukjizat.*

Nabi ﷺ pernah bersabda :

_“Aku adalah pemimpin seluruh anak Ādam pada hari kiamat dan aku tidak sombong.”_ *(HR At-Tirmidzi no 3148 dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri dan syahidnya HR Muslim no 2278 dari Abu Hurairah)*

📌  ```Inilah tokoh yang sangat mulia``` *Rasūlullāh Muhammad bin Abdillah ﷺ.*

Maka alangkah benarnya perkataan Ibnu Hazm di atas,

     _“Barangsiapa yang mempelajari sirah Nabi maka dia akan memeluk Islam, karena jika ia mempelajari dengan sebaik-baiknya maka dia pasti yakin bahwa Muhammad adalah Rasūlullāh (utusan Allāh Subhānahu wa Ta’āla).”_

Dan salah satu contoh tentang adab dan etika makan Nabi ﷺ sebagaimana Dalam sebuah hadits disebutkan :

     _“Rasūlullāh ﷺ tidak pernah mencela makanan sedikitpun. Apabila beliau suka, beliau makan dan apabila beliau tidak suka, beliau tinggalkan.”_ *(HR Muslim no 2064)*

Nabi ﷺ *tidak pernah mencela makanan sama sekali.*
dengan mengatakan:      *_“ini terlalu manis” atau “ini terlalu asin” atau “ini kurang enak” atau “ini terlalu panas” atau “ini terlalu dingin”._*

*>*     Siapakah gerangan diantara kita yang bisa seperti ini? Yaitu tidak pernah mengomentari makanan.
*>*     Bisakah kita diam dan tidak berkomentar tentang makanan dalam waktu sebulan saja?
*>*     Jangankan makanan yang kita beli, MAKANAN YANG GRATIS pun terkadang kita komentari.
*>*     terlebih lagi makanan yang kita beli dan dengan harga mahal.

📌  Sebagaimana dalam hadits ketika Khālid bin al-Walid radhiyallāhu ‘anhu suatu ketika sedang bersama Nabi dan dihidangkan seekor dhabb (kadal padang pasir) yang dimasak dengan kuahnya. Khālid bin Walid makan dengan lahapnya, sampai-sampai disebutkan kuah dari daging dhabb tersebut mengalir di jenggot beliau.

*Hukum dhabb (kadal padang pasir) ini halal.* Namun Nabi ﷺ tidak menggerakkan tangannya sama sekali karena beliau memang tidak suka, sehingga beliau tinggalkan. Hal ini menyebabkan  Khālid bin al-Walid heran, sementara beliau begitu lahap memakannya.  Lantas beliau bertanya:

    *_“Ya Rasūlullāh, apakah dhabb hukumnya haram?”,_*

yaitu seakan-akan beliau bertanya :  *_“Kenapa Anda tidak memakannya?”_*

⛔  Apabila kita dalam posisi sebagai Nabi, mungkin kita akan mengatakan:  *_“Saya ini Nabi, tidak sepatutnya dihidangkan kadal, seharusnya minimal sapi atau kambing atau unta.”_*

Tetapi Nabi ﷺ *tidak demikian.* Ketika beliau dihidangkan kadal dan beliau tidak menyukainya, maka beliau menjawab dengan komentar yang indah dan sedikitpun tidak mencela makanan tersebut.
Beliau mengatakan:

     *_“Tidak, hanya saja makanan ini tidak ada di kampungku. Saya tidak biasa memakannya karena itu tidak saya makan.”_*
*(HR Al-Bukhari no 5391 dan Muslim no 1945)*

*_Siapa saja yang mau memperhatikan hadits-hadits Nabi ﷺ, niscaya dia akan mengetahui bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah Nabi dan utusan Allāh._*
   ```Dan contoh yang di jelaskan diatas adalah salah satu contoh yang kecil.```
   ```Tidak pernah seumur hidupnya beliau mencela makanan, mengomentari,``` *_“Ini terlalu manis”, “Ini terlalu asam”, “Ini terlalu asin”, atau “Ini terlalu kering”. Hal ini merupakan perkara yang luar biasa._*

📚 Sumber    : www.Firanda.com
🎙 Pemateri : Abu Abdil Muhsin Firanda
_______________✒

💎Oleh: Mutiara Risalah Islam

Sabtu, 24 November 2018

KARENA RIBA TERKENA AZAB KUBUR

*KENAL RIBA KARENA MENYAKSIKAN AZAB KUBUR*

_(Sebuah Kisah Pengingat buat Bankir dan yang masih bergelut dengan riba)_

Nama saya Indra Firmansyah, mulai merasa penuh keresahan dalam hidup sejak tahun 2015. Saya menghubungi ustadz Abu Fida (sesama orang tua wali murid di TK Sunda Kelapa) melalui sambungan telephon untuk menyatakan pertobatan dan berazzam untuk memperbaiki ibadah yang selama ini dilaksanakan alakadarnya saja.

2015 s.d. Juli 2017 saya menjalankan ibadah dengan baik tetapi kenapa hati ini masih galau. Bingung dan resah makin melanda. Dan datanglah berita duka cita itu, bulan juni atau juli 2017, salah satu sahabat baik saya meninggal dunia.

Seorang Kacab sebuah Bank plat merah dengan logo pita berlatar belakang warna biru itu meninggalkan saya dan kami semua. Sahabat yang baik, yang rajin sholat, selalu tahajjud (pada waktu jalan2 ke pulau disaat yg lain sibuk karaoke, main musik, main kartu, minum bir, beliau bertahan di kamar dan tahajud), bos yang baik, royal dalam berbagi, meninggal dunia di umur 43 tahun.

Saya dan beberapa teman dari kantornya ikut mengantar sampai ke pemakaman di Karet Tengsin depan Citywalk Sudirman. Alhamdulillah, pemakaman berjalan lancar, lau doa penutup pun dilantunkan ustadz.

Selesai berdoa kami semua siap2 beranjak pulang, lalu.... masalah dimulai. Datanglah rombongan jenazah lain menuju lokasi kuburan sahabat kami, lalu serta merta seorang ibu menghampiri dan bertanya, "Kenapa lubang kuburan anak saya dipakai ?".

Subhanallah, ternyata hari itu ada 2 jenazah yang akan dimakamkan, dan jenazah kawan saya telah salah dimakamkan di liang lahat orang lain. Keluarga sahabat saya berusaha bernegosiasi agar jenazah kedua bersedia dimakamkan di liang lahat yang seharusnya milik teman saya. Tetapi keluarga jenazah kedua bersikukuh ingin agar jenazah teman saya digali lagi dan dipindahkan.

Segala upaya dilakukan tetapi pada akhirnya, makam sahabat saya di gali lagi. Saya dan teman2 saya yg lain membatalkan diri untuk pulang dan memilih bertahan untuk ikut membantu proses penggalian ulang dan pemindahan jenazah sahabat saya.

Proses penggalian pun dimulai, dan subhanallah, saat liat lahat baru berhasil digali setengahnya, ujung2 papan baru terlihat sedikit, kami semua saling pandang satu sama lain dan merasakan jantung berdegup kencang, karena kami semua mencium bau khas seperti rambut terbakar, bau sangit seperti ada yang terbakar. Ibu sahabat saya sontak pingsan saat itu juga dan menimbulkan kekacauan dan teriakan dari ibu2 lain.

Penggalian di lanjutkan dan.... Subhanallah... kami semua melihat papan liat lahat yang sudah menghitam, serta jenazah yang sudah berasap dengan  kain kafan yang hangus, dan bau daging terbakar tercium sangat kencang sekali.... kami semua berteriak subhanallah, astaghfirullah, semua lafadz yang kami ingat kami bacakan. Para penggali makam loncat keluar dari liang lahat lalu berlari menjauh.

Ya Allah...
Sahabat kami yang rajin sholat dan royal dalam berbagi, baik hati dan disenangi bawahan, Engkau buka aibnya kepada kami, dosa apa yang ia pikul sampai ia merasakan dibakar di alam kubur padahal belum 1 jam makamnya ditutup.

Keluarga jenazah kedua pun merasa bersalah dan mengikhlaskan sahabat saya tetap dikubur di liang lahat itu, lalu, subhanallah.... para penggali kubur cepat-cepat menurunkan tanah tanpa menyusun lagi papan-papan yang sudah menghitam dan sebagian sudah patah-patah serta rapuh.

Ya Allah....
Engkau azab sahabatku, engkau buka aibnya, dan engkau buat ia dikubur langsung dengan tanah....
Ya Allah dosa apakah ini.....
Allah Maha Pengasih dan Penyayang, ibu sahabat saya dilindungi dari melihat kondisi anaknya dengan cara dipingsankan sebelum penggalian selesai.

Selesai acara penguburan lalu saya dan teman2 bersepakat untuk belajar mengaji dan mencari tahu dosa apa sampe azabnya seperti itu. Satu bulan kami keliling2 mendatangi pengajian, lalu kami semua sepakat berhenti dari profesi kami sebagai karyawan bidang keuangan.

Satu teman saya sekarang menduda karena istrinya menolak dia mengundurkan diri dari pekerjaannya..... tapi Allah buktikan janjinya, setelah berhenti kerja, dia skrg berjualan susu kefir dengan omzet sama seperti gajinya saat dia bekerja sebagai karyawan di lembaga keuangan.

Itulah awal mula saya mengenal riba dan akhirnya di referensikan oleh ustadz abi fida untuk masuk ke grup KTR Jabodetabek di bulan Agustus 2017. Semoga bermanfaat.

Sumber : WAG XBANK

*_Tambahan dari @syariahmovement:_* Cerita ini tidak bermaksud untuk membuka aib sesama muslim, melainkan agar kita bisa mengambil ibroh (pelajaran) untuk diri kita masing-masing.

_____
Follow Us:
Fanspage Fb: @syariahmovement
https://m.facebook.com/syariahmovement/

Instagram: @syariahmovement
https://www.instagram.com/syariahmovement/

WhatsApp Group (Saat ini Khusus Ikhwan/ Pria): 0896 8760 0331

#syariahmovement

Jumat, 23 November 2018

DRAJAT HADITS TENTANG ARWAH MENGUNJUNGI KELUARGA

°°DERAJAT HADITS TENTANG ARWAH MENGUNJUNGI KELUARGA°°

Dikeluarkan oleh Abul Husain Ali bin Ahmad Al Hakkari dalam kitab Hadiyyatul Ahya ilal Amwat wa Maa Yashilu Ilaihim (6) dengan sanad sebagai berikut,

أخبرنا أبو عبد الرحمن محمد بن الحسين بن موسى السلمي كتابةً قال: ثنا أبو القاسم عبد الله بن محمد النيسابوري عن علي بن موسى البصري، عن ابن جريج، عن موسى بن وردان، عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((اهدوا لموتاكم)) ، قلنا: وما نهدي يا رسول الله الموتى؟ قال: ((الصدقة والدعاء)) ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إن أرواح المؤمنين يأتون كل جمعة إلى سماء الدنيا فيقفون بحذاء دورهم وبيوتهم فينادي كل واحد منهم بصوت حزين: يا أهلي وولدي وأهل بيتي وقراباتي، اعطفوا علينا بشيء، رحمكم الله، واذكرونا ولا تنسونا، وارحموا غربتنا، وقلة حيلتنا، وما نحن فيه، فإنا قد بقينا في سحيق وثيق، وغم طويل، ووهن شديد، فارحمونا رحمكم الله، ولا تبخلوا علينا بدعاء أو صدقة أو تسبيح، لعل الله يرحنا قبل أن تكونوا أمثالنا، فيا حسرتاه وانداماه يا عباد الله، اسمعوا كلامنا، ولا تنسونا، فأنتم تعلمون أن هذه الفضول التي في أيديكم كانت في أيدينا، وكنا لم ننفق في طاعة الله، ومنعناها عن الحق فصار وبالاً علينا ومنفعته لغيرنا، والحساب والعقاب علينا))

Abu Abdirrahman Muhammad bin Al Husain bin Musa As Sulami secara kitabah, ia berkata, Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi menuturkan kepadaku, dari Ali bin Musa Al Bashri, dari Ibnu Juraij, dari Musa bin Wirdan, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Kirimlah hadiah untuk orang-orang yang meninggal di antara kalian.” Para sahabat bertanya, “Apa yang kami kirimkan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sedekah dan doa.”Kemudian  Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya arwah-arwah kaum mu’minin itu datang setiap hari Jum’at ke langit dunia, lalu mereka berdiri di atas sandal-sandal rumah mereka atau di rumah mereka. Lalu setiap mereka memanggil-manggil dengan suara yang sedih, “wahai keluargaku, wahai anakku, wahai ahli baitku, wahai kerabatku, kasihilah dengan sesuatu, semoga Allah merahmati kalian. Ingatlah kami dan janganlah kalian lupa kepada kami. Kasihilah kesendirian kami dan ketidak-mampuan kami untuk melakukan apa-apa, tidak ada yang bisa kami lakukan lagi. Karena sekarang kami tinggal di alam yang jauh dan mengikat, yang suram dan lama, dan dalam kelemahan yang sangat lemah, maka kasihilah kami semoga Allah merahmati kalian. Dan janganah kalian pelit dalam memberikan doa, sedekah atau tasbih kepada kami. Semoga Allah mengasihi kami sebelum kalian menjadi semisal kami. Jangan sampai menyesal wahai hamba Allah. Dengarlah perkataan kami, jangan lupakan kami. Kalian tahu benar bahwa karunia yang kalian miliki sekarang dulu ada di tangan kami. Kami dahulu tidak menginfakkannya dalam ketaatan kepada Allah, kami tidak membelanjakannya dalam kebenaran. Sehingga semua itu menjadi bencana bagi kami sekarang dan manfaat harta-harta itu malah didapatkan oleh orang lain. Sedangkan adzab dan hukumannya ditimpakan atas kami.”

Riwayat ini disebutkan juga dalam I’anatut Thalibin (2/161) karya Ad-Dimyathi tanpa sanad dengan lafadz,

أن أرواح المؤمنين تأتي في كل ليلة إلى سماء الدنيا وتقف بحذاء بيوتها، وينادي كل واحد منها بصوت حزين ألف مرة. يا أهلي، وأقاربي، وولدي. يا من سكنوا بيوتنا، ولبسوا ثيابنا، واقتسموا أموالنا

“Sesungguhnya arwah-arwah kaum mu’minin itu datang ke langit dunia setiap malam, lalu mereka berdiri di atas sandal-sandal rumah mereka. Lalu mereka memanggil-manggil dengan suara yang sedih sebanyak 1000 kali: ‘wahai keluargaku…’, ‘wahai kerabatku…’, ”wahai anakku…’. ‘Wahai orang-orang yang tinggal di rumah-rumah kami…’, ‘wahai orang-orang yang memakai baju-baju kami…’, ‘wahai orang-orang yang membagi harta-harta kami…’”

Disebutkan juga dalam Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khathib atau dikenal dengan Hasyiyah Al Bujairimi ‘ala Khathib (2/301) karya Al Bujairimi tanpa sanad. Al Bujairimi menyandarkan riwayat ini kepada Al Jami’ Al Kabir namun –wallahu a’lam– tidak kami temukan riwayat tersebut dalam Al Jami’ Al Kabir karya As Suyuthi. Walhasil, tidak ada sanad lain selain sanad di atas yang kami temukan. Dan dari sini juga kita ketahui bahwa hadits ini tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits yang mu’tamad,

Jika kita teliti sanad di atas, sangat bermasalah.

Masalah 1:

Ibnu Juraij (Abdul Malik bin Abdil  Aziz Al Qurasyi) tidak meriwayatkan dari Musa bin Wirdan. Ibnu Adi mengatakan:

فإذا روى ابن جريج عن موسى هذا الحديث يكون قد دلسه

“Jika Ibnu Juraij meriwayatkan dari Musa, maka haditsnya ini terkadang merupakan tadlis Ibnu Juraij” (Al Ilal Al Waridah fil Ahadits An Nabawiyyah, 8/318).

Al Albani ketika menjelaskan maudhu’-nya hadits:

من مات مريضاً مات شهيداً

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan sakit, ia mati syahid”

Beliau mengatakan:

خالفهم الحسن بن زياد اللؤلؤي فقال: حدثنا ابن جريج عن موسى بن وردان به، فأسقط من السند إبراهيم بن محمد

“Al Hasan bin Ziyad Al Lu’lui menyelisihi riwayat ini, ia berkata: Ibnu Juraij menuturkan kepada kami, dari Musa bin Wirdan dan seterusnya. Al Hasan menggugurkan Ibrahim bin Muhammad (antara Ibnu Juraij dan Musa bin Wirdan) dalam sanad ini” (Silsilah Ahadits Adh Dha’ifah, 10/191).

Maka jelas bahwa Ibnu Juraij tidak meriwayatkan dari Musa bin Wirdan, sehingga ada inqitha‘ dalam riwayat ini.

Masalah 2:

Ali bin Musa Al Bashri dan Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi, keduanya majhul haal. Tidak ditemukan adanya jarh atau ta’dil tentang mereka.

Juga tidak diketahui bahwa Ali bin Musa Al Bashri adalah di antara yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Juraij. Pula, tidak diketahui bahwa Muhammad bin Al Husain bin Musa Al Sulmi meriwayatkan dari Abul Qasim Abdullah bin Muhammad An Naisaburi.

Masalah 3:

Muhammad bin Al Husain bin Musa Al Sulmi, seorang syaikh sufi, ia perawi yang lemah. Adz Dzahabi berkata,

شيخ الصوفية وصاحب تاريخهم وطبقاتهم وتفسيرهم. تكلموا فيه وليس بعمدة

“Beliau seorang Syaikh sufi. Ulama tarikh, biografi dan tafsir di kalangan sufi. Para ulama hadits mengkritisi riwayatnya, dan ia tidak bisa dijadikan sandaran” (Lisanul Mizan, 6695).

Hadits ini juga sebagaimana sudah dijelaskan, tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits yang mu’tamad dan dikenal. Seperti kitab-kitab shahih, kitab-kitab sunan, kitab-kitab musnad, kitab-kitab jami’, dan lainnya. Dan ini merupakan indikator kelemahan bahkan kepalsuan hadits. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika menjelaskan kelemahan hadits seputar ziarah kubur Nabi beliau berkata,

ليس في الإحاديث التي رويت بلفظ زيارة قبره -صلى الله عليه وسلم- حديث صحيح عند أهل المعرفة، ولم يخرج أرباب الصحيح شيئاً من ذلك، ولا أرباب السنن المعتمدة، كسنن أبي داود والنسائي والترمذي ونحوهم، ولا أهل المساند التي من هذا الجنس؛ كمسند أحمد وغيره، ولا في موطأ مالك، ولا مسند الشافعي ونحو ذلك شيء من ذلك، ولا احتج إمام من أئمة المسلمين -كأبي حنيفة ومالك والشافعي وأحمد وغيرهم- بحديث فيه ذكر زيارة قبره

“Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan mengandung lafadz ‘ziarah kubur Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam‘ tidak ada yang shahih menurut para ulama hadits. Hadits-hadits seperti ini tidak pernah dibawakan oleh pemilik kitab Shahih, tidak juga pemilik kitab Sunan yang menjadi pegangan, seperti Sunan An Nasa-i atau semacamnya, tidak juga kitab Musnad yang menjadi pegangan, seperti Musnad Ahmad atau semacamnya, tidak juga kitab Muwatha Malik, tidak juga kitab Musnad Asy Syafi’i atau semacamnya. Hadits-hadits seperti ini tidak pernah dipakai para Imam Mazhab dalam berhujjah. Yaitu hadits yang didalamnya disebut lafadz ziarah kubur Nabi” (Majmu’ Fatawa, 216/27).

Dengan demikian, kesimpulannya hadits ini adalah hadits yang dhaif jiddan (sangat lemah). Dan tidak boleh meyakini suatu hal yang terkait dengan perkara gaib semisal dengan apa yang ada dalam riwayat ini kecuali dengan dalil yang shahih.

Wallahu ta’ala a’lam.

✒ Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id

https://muslim.or.id/34884-derajat-hadits-tentang-arwah-mengunjungi-keluarga.html