Selasa, 26 Mei 2020

DALIL TAHLILAN, MAULIDAN DLL

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

MASAK TAHLILAN AJARAN HINDU..MANA ADA ORANG HINDU BACA TAHLILAN..ORANG HINDU GA PERNAH NGADAIN TAHLILAN..DARIMANA ANDA TAU KALAU AGAMA HINDU JUGA NGADAIN TAHLILAN..??

SUBHANALLAH..BEGITULAH REAKSI PARA PECINTA BID'AH  KETIKA KITA SAMPAIKAN BAHWA..TAHLILAN ITU BUKAN AJARAN ISLAM TAPI AJARAN HINDU YANG DIANGKAT MENJADI TRADISI YANG SULIT SEKALI DIHILANGKAN DIMASYARAKAT KITA....

RITUAL TAHLILAN MEMANG ADA DALILNYA
TAPI BUKAN DARI ALQURAN DAN HADIST..
TAPI DARI KITAB SUCI AGAMA HINDU..
DALILNYA BENAR2 SHOHIH DARI KITAB SUCI AGAMA HINDU
SILAHKAN SIMAK DALILNYA....

Baca sampai selesai biar tidak gagal fokus.
Setelah itu baru anda tinggal pilih..
Ikut adat atau ikut syariat..

SIAPA BILANG TAHLILAN, YASINAN,7BULANAN, TABUR BUNGA TIDAK ADA DALILNYA....!!!!!!

INI DALILNYA:
Sedikit-sedikit minta dalil, sedikit-sedikit minta dalil.
Ini dalil tahlilan/yasinan/7 bulanan/selamatan.

🔰
1. Dalil pengkhususan waktu selamatan kematian (1 hari, 3 hari, 7 hari, 40 hari dan seterusnya).
“Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketiga, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu"
(Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193).

Perintah penyembelihan hewan pada hari tersebut:
“Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.”
(Kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39).

Perkataan Ulama:
“Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 3, 7, 40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu”
(Ida Bedande Adi Suripto lihat kitab “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa”).

🔰
2. Dalil selamatan (kenduri/kenduren):
“Sloka prastias mai pipisatewikwani widuse bahra aranggaymaya jekmayipatsiyad aduweni narah”. “Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”. Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan"
(Kitab sama weda hal. 373 no.10).

🌿
a. Dewa Yatnya (selamatan) Yaitu korban suci yang secara tulus ikhlas ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dengan jalan bakti sujud memuji, serta menurut apa yang diperintahkan-Nya (tirta yatra) metri bopo pertiwi.

🍀
b. Pitra Yatnya Yaitu korban suci kepada leluhur (pengeling- eling) dengan memuji yang ada di akhirat supaya memberi pertolongan kepada yang masih hidup.

🍀
c. Manusia Yatnya Yaitu korban yang diperuntukan kepada keturunan atau sesama supaya hidup damai dan tentram.

🍀
d. Resi Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada guru atas jasa ilmu yang diberikan (danyangan).

🌿
e. Buta Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada semua makhluk yang kelihatan maupun tidak, untuk kemulyaan dunia ini.
(kitab Siwa Sasana hal. 46 bab ‘Panca maha yatnya’ dan pada Upadesa hal. 34).

🔰Apa Dasar yang Lain dalam Hindhu,..?
Rukun Iman Hindhu (PANCA SRADA) yang harus diyakini umat hindu:
1. Percaya adanya sang hyang widhi.
2. Percaya adanya roh leluhur.
3. Percaya adanya karmapala.
4. Percaya adanya smskra manitis.
5. Percaya adanya moksa.

🔰PANCA SRADA punya rukun, yaitu:
1. PANCA YAJNA (artinya 5 macam selamatan).
🍀
a. Selamatan DEWA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau biasa dikenal orang dalam istilah dengan,” memetri bapa kuasa ibu pertiwi “).

🍀
b. Selamatan PRITRA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada Leluhur).

🍀
c. Selamatan RSI YAJNA (selamatan yang ditujukan pada guru atau kirim do’a yang ditujukan pada Guru, biasanya di punden/ndanyangan ). Kalau di kota di namakan dengan nama lain yaitu “Selametan Khaul” memperingati kiyainya/gurunya &semisalnya , yang meninggal dunia.

🍀
d. Selamatan MANUSIA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kelahiran atau dikota disebut “Ulang Tahun” ).

🍀
e. Selamatan BUTA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kebaikan ), misalnya kita ambil contoh biasanya pada beberapa masyarakat islam (jawa) melakukan selamatan hari kebaikan pada awal bulan ramadhan yang disebut “selamatan Megengan”.

Akibat yang tidak di Selameti dalam Keyakinan Hindhu, yaitu:
Buka dalilnya Di Kitab Suci Umat Hindhu di dalam Kitab SIWASASANA HALAMAN 46-47 CETAKAN TAHUN 1979. 

Bagi yang tidak mau selamatan mereka di peralina hidup kembali dalam dunia bisa berwujud menjadi hewan atau bersemayam di dalam pohon, makanya kalau anda ke Bali banyak pohon yang dikasih kain-kain dan sajen-sajen itu, karena mereka meyakini roh nya ada dalam pohon itu, dan bersemayam dalam benda-benda bertuah misal keris dan jimat, di hari sukra umanis (jum’at legi) keris atau jimat di beri bunga&sajen-sajen.

Dewa Asura akan marah besar jika orang tidak mau melakukan selamatan maka dewa asura akan mendatangkan bala/bencana & membunuh manusia yang ada di dunia.

Dewa Asura atau dikenal dalam masyarakat dengan nama Bathara Kala, anak ontang anting harus diruwat (ritual dengan selamatan dan sajen) karena takut batharakala, sendhang kapit pancuran (anak wanita diantara kedua saudara kandung anak laki-laki) diruwat karena takut batharakala, rabi ngalor ngulon merga rawani karo betharakala (nikah tidak boleh karena rumahnya menghadap utara dan barat, karena takut celaka ).

Akibat yang di Selameti dalam Keyakinan Hindhu, yaitu:
Dalam keyakinan hindu bagi yang mau selamatan maka mereka langsung punya tiket ke surga.

🔰
2. Nasi Tumpeng
Konsep dalam agama hindu: dalam kitab Manawa Dharma Sasra Wedha Smrti, Bagi Orang yang Berkasta Sudra (Kasta yang Rendah) yang Tidak Bisa Membaca Kalimat Persaksian:
Hom Suwastiasu Hom Awi Knamastu Ekam Eva Adityam Brahman, Bagi yang Tidak Bisa Mengucapkan Kalimat dalam Bahasa Sansekerta di atas Sebagai Penggantinya Mereka Cukup Membuat Tumpeng, Bentuknya adalah Segitiga, Segitiga yang dimaksud adalah Trimurti (Shiwa, Vishnu, Brahma = Brahman) Artinya Tiga Manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Umat Hindgu Mengatakan Barangsiapa yang Membuat Tumpeng maka Dia Sudah Beragama Hindhu.

Dikitab BAGHAWAGHITA di jelaskan TUHAN nya orang hindu lagi minum dan ditengahnya ada tumpeng, dan di depan dewa brahma ada sajen-sajen.

🍀
3. Ketika ada yang Meninggal
Pemberangkatan mayat diwajibkan dipamitkan di depan rumah lalu beberapa sanak keluarga akan lewat di bawah tandu mayat (tradisi brobosan), karena umat hindu meyakini brobosan sebagai wujud bakti pada orang tua dan salam pada dewa, dalam hindu mayat di tandu lalu diatasnya diberi payung, pemberangkatan mayat menggunakan sebar/sawur bunga, uang logam, beras kuning, dll, lalu bunga di ronce (dirangkai dengan benang)lalu di taruh/dikalungkan di atas beranda mayat. 

Hindu meyakini :
a. Bunga warna putih mempunyai kekuatan dewa brahma.
b. Bunga warna merah mempunyai kekuatan dewa wisnu.
c. Bunga warna kuning mempunyai kekuatan dewa siwa.
Umat hindu berkeyakinan bunga itu berfungsi sebagai pendorong do’a (muspha/trisandya) dan pewangi.

🍀
4. Ketupat
Di dalam hindu roh anak menjelang hari raya pulang ke rumah, sebagai penghormatan orang tua kepada anak, maka biasanya hindu setelah hari raya di pasang kupat diatas pintu dan di bagi-bagikan tetangga.

🔰🔰🔰🔰🔰
Dengan penjelasan diatas maka teranglah bahwa ritual-ritual itu adalah ritual dalam agama hindu.

Dikatakan BID'AH apabila ritual itu dikerjakan oleh UMAT ISLAM, meniru niru dan dianggap bagian dari AJARAN ISLAM. 

Seperti yang kita ketahui agama islam lahir ribuan tahun setelah adanya agama hindu tersebut. Hanya saja beberapa "Orang Hindu" itu menggunakan kalimat TAHLIL (Laa ilaha illallah) atau membaca surat YASIN pada ritual-ritual tersebut. Jadilah serupa tapi tak sama dengan ajaran islam. 

🔰Islam tidaklah mengenal ritual-ritual tersebut, tidak ditemukan dalilnya baik didalam Alqur'an Al hadits maupun ijma' para sahabat. meminjam istilah fiqih "laukana khairan Lasabaquunaa ilaihi" (kalaulah seandainya perbuatan/amal itu baik, tentulah para sahabat mendahului kita mengerjakannya).

🔰Islam adalah agama yang sempurna, tidak perlu lagi ditambah-tambahi dengan syari'at baru, bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewasiatkan kpd kita agar menjauhi bid'ah dalam sabdanya:
“Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan”.
(HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya).

🔰
“Sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk muhammad sholullah alaihi wasalam, sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”
(HR Abu dawud , an-Nasa’i, Ahmad).

🔰
Kita tentu tak mau agama kita yang mulia ini mengalami nasib serupa seperti agama-agama samawi lainnya, dimana alasan adat budaya telah mengambil alih dalil-dalil utama kitab suci sendiri. Karena alasan menghormati leluhur dan budaya lokal.

🔰🔰🔰
Allah azza wajalla telah memperingati kita dalam firmanNya:
”Dan apabila dikatakan kepada mereka :”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”. Mereka menjawab :”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Qs. Al-Baqarah:170).

🔰🔰🔰
Allah juga berfirman:
“Dan janganlah kamu mencampuradukkan Kebenaran dengan Kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu mengetahuinya”
(Qs. Al-Baqarah:42).

🔰🔰🔰
Allah menyuruh kita untuk tidak boleh mencampuradukkan ajaran agama islam (kebenaran) dengan ajaran agama Hindu (kebatilan) tetapi kita malah ikut perkataan manusia bahwa mencampuradukkan agama itu boleh, Apa manusia itu lebih pintar dari Allah?

🔰🔰🔰
Selanjutnya Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. (Qs. Al-Baqarah:208).

🔰🔰🔰
Allah menyuruh kita dalam berislam secara kaffah (menyeluruh) tidak setengah-setengah.
Setengah Islam setengah Hindu...!!

@berhijrah_52
#petanikopicintasunnah
#indonesianegerisunnah

Jumat, 22 Mei 2020

ENAM LANGKAH IBLIS MENYESATKAN MANUSIA


إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Ummatal Islam…

Iblis telah berjanji untuk menyesatkan anak-anak Adam. Dimana iblis bersumpah dengan berkata:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿١٦﴾ ثُمَّ لَآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ ﴿١٧﴾

“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al-A’raf[7]: 17)

Maka iblis pun berusaha dengan seluruh kemampuannya, mengerahkan bala tentaranya untuk menggoda dan menyesatkan anak Adam agar menjadi teman-temannya di neraka. Kelak iblis dan bala tentaranya dihari kiamat akan berlepas diri dari pengikut-pengikutnya. Mereka akan berkata:

… إِنِّي بَرِيءٌ مِّنكُمْ إِنِّي أَرَىٰ مَا لَا تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللَّـهَ ۚ وَاللَّـهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٤٨﴾

“…“Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah”. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al-Anfal[8]: 48)

Disaat itulah menyesal orang-orang yang mengikuti iblis dan bala tentaranya. Maka kewajiban kita adalah mempelajari langkah-langkah iblis. Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam kitab Fathul Bari syarah shahih Bukhari menyebutkan bahwa jihad ada empat martabat.

Pertama, jihad melawan diri sendiri dengan cara menuntut ilmu dan mengamalkannya serta menyebarkannya.

Kedua, berjihad melawan setan. Yaitu dengan cara mempelajari langkah-langkah setan tersebut. Siapapun diantara kita yang ingin selamat dari pada godaan setan, hendaklah kita pelajari dan pahami dengan betul tentang was-was dan godaan-godaan iblis kepada manusia. Sebagian ulama menyebutkan bahwa ada enam langkah iblis dalam menyesatkan manusia. Langkah-langkah itu adalah:

1. MENJATUHKAN SEORANG HAMBA KEPADA KESYIRIKAN DAN KEKAFIRAN
Mereka berusaha menjadikan seorang hamba ragu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Sesungguhnya salah seorang kamu akan didatangi setan, lalu bertanya : “Siapakah yang menciptakan kamu?” Lalu dia mejawab : “Allah”. Syetan berkata : “Kemudian siapa yang menciptakan Allah?”. Jika salah seorang kamu menemukan demikian, maka hendaklah dia membaca “amantu billahi wa rasulih” (aku beriman kepada Allah dan RasulNya), maka (godaan) yang demikian itu akan segera hilang darinya” (HR. Ahmad)

Ini karena memang setan sengaja ingin menjadikan seorang hamba ragu akan Allah, ragu tentang kehidupan akhirat dan bahwasannya setelah kematian akan ada kebangkitan. Sehingga seorang hamba tidak merasa yakin akan adanya kebangkitan, iapun jauh dari amal shalih. Apalagi ketika ia tidak yakin akan adanya Allah. Maka bagi dia semua halal. Bagi dia semua adalah boleh-boleh saja. Itulah tujuan besar yang iblis inginkan dan bala tentaranya agar manusia mempersekutukan Allah, agar manusia kafir kepada Allah, agar manusia tidak yakin akan keesaan Allah subhanahu wa ta’ala.

Maka iblis berusaha menjadikan manusia musyrik atau mempersekutukan Allah dengan berbagai macam cara. Terkadang kita melihat teman-teman iblis dari bala tentara iblis itu berusaha untuk menghembuskan syubhat-syubhat kepada manusia. Sehingga manusia menghalalkan kesyirikan, mengagungkan kuburan-kuburan, mengagungkan ibadah-ibadah selain Allah subhanahu wa ta’ala. Akhirnya kuburan menjadi sesuatu yang diibadahi selain Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagian orang, mereka lebih khusyu ketika berada di kuburan dibandingkan ketika ia berada di dalam masjid. Bahkan mereka kahwatir dan takut kuwalat kepada wali daripada takut kepada Allah. Sehingga akhirnya makna ibadah betul-betul terlihat disisi kuburan tersebut.

Hal seperti ini banyak membuat manusia jatuh kepada kesyirikan dengan alasan dalam rangka menghormati para wali. Padahal bukan demikian menghormati para wali. Menghormati para wali adalah dengan cara mencintai mereka karena Allah. Yaitu dengan cara mengikuti jejak kaki mereka apabila sesuai dengan titah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan menjadikan mereka sebagai sesembahan selain Allah.

Ketika cara ini tidak berhasil dan ternyata seorang hamba kuat aqidah dan tauhidnya, ketika seorang hamba paham tentang kesyirikan, maka cara yang kedua adalah dengan menyeret seorang hamba kepada perbuatan bid’ah.

2. MENYERET SEORANG HAMBA KEPADA PERBUATAN BID’AH
Kenapa hal ini terjadi? Karena iblis paham, dengan bid’ah agama akan hancur dan rusak.

Hakikat bid’ah adalah merubah-rubah aturan Allah subhanahu wa ta’ala.

Hakikat bid’ah adalah menjadikan agama yang murni ditambah-tambah dengan sesuatu yang sama sekali dari agama dengan mengklaim bahwa ini termasuk agama.

Kenapa bid’ah lebih disukai sebelum maksiat-maksiat besar? Karena dengan bid’ah, banyak orang menganggap itu sebagai sebuah kebaikan. Selama ia menganggap itu baik, dia tidak akan pernah bertaubat dan jauh dari kembali kepada sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka dari itu, iblis berusaha agar seorang hamba jatuh kepada kebid’ahan demi kebid’ahan. Lalu ia pun menghiaskan amalan-amalan yang tidak disyariatkan seakan-akan itu disyariatkan dengan berbagai macam alasan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengamalnyanya. Tidak pula para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak pula para ulama setelahnya. Akan tetapi itu merupakan hiasan-hiasan iblis belaka yang dianggap sebagai sebuah kebenaran oleh pelakunya.

Ketika cara yang kedua ini juga tidak berhasil. Seorang hamba kuat dalam berpegang kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia diseret pada perbuatan maksiat besar.

3. MENJERUMUSKAN KEPADA MAKSIAT BESAR
Setan akan berusaha menyeret seorang manusia kepada maksiat besar seperti zina, riba, melakukan perbuatan dzalim kepada manusia dengan menghibah, mencaci-maki dan dosa-dosa besar lainnya. Dosa-dosa besar ini menjadi corong yang sangat empuk menuju kekufuran. Karena para ulama mengatakan, “maksiat-maksiat itu corong kepada kekafiran”.

Ketika seseorang terbiasa dengan maksiat-maksiat itu, dia akan menganggap maksiat itu boleh-boleh saja. Ketika ia membolehkan maksiat, disitulah ia telah lepas dari Islam dengan kesepakatan seluruh ulama.

Ketika setan tidak berhasil dicara yang ketiga, maka cara yang keempat adalah dengan cara diseret kepada dosa-dosa kecil.

4. MENJERUMUSKAN KEPADA DOSA-DOSA KECIL
Dijadikan seorang hamba meremehkan dosa-dosa kecil. Dianggap hanya dosa-dosa kecil yang mudah untuk dihilangkan istighfar dan amal shalih. Tapi kemudian apa yang terjadi? Ia terus menerus melakukan dosa-dosa kecil tersebut. Tidak ada keinginan untuk berusaha meninggalkan semampu dia.

Ketika pintu yang keempat ini ternyata iblis pun sulit dan hamba yang ia ajak untuk meremehkan dosa-dosa kecil segera bertaubat kepada Allah, maka pintu yang selanjutnya adalah dihiaskan perkara-perkara yang mubah.

5. HIASAN PERKARA-PERKARA YANG MUBAH
Sesuatu yang mubah dijadikan alat oleh iblis agar seorang hamba menyia-nyiakan dan meninggalkan perkara-perkara yang diperintahkan oleh Allah. Dizaman sekarang banyak sekali pemuda-pemuda yang gandrung dengan sepak bola.

Menonton sepak bola boleh-boleh saja. Ini adalah perkara yang mubah. Tetapi ketika hal ini dijadikan sebagai sesuatu yang berlebih-lebihan bahkan sampai mengidolakan pemain-pemain sepak bola yang bukan muslim, tentu ini akibatnya berat dihari kiamat. Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda:

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seseorang itu bersama orang yang dicintainya pada hari kiamat.”

Sehingga saudaraku, pintu yang mubah ini menjadi pintu yang sangat terbuka untuk menjerumuskan banyak manusia kepada perbuatan yang ternyata tidak diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم

KHUTBAH JUM’AT KEDUA TENTANG ENAM LANGKAH IBLIS DALAM MENYESATKAN MANUSIA
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ummatal Islam…

Berapa banyak orang-orang yang bisa bangun dijam satu malam demi melihat sepak bola? Tapi untuk shalat tahajud terasa berat hatinya. Terasa berat badannya. Sehingga ia tinggalkan yang lebih utama baginya. Padahal seorang mukmin yang benar-benar sempurna keimanannya, Allah mensifati mereka dalam firmanNya:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ ﴿٣﴾

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,” (QS. Al-Mu’minu[23]: 1-3)

Apa manfaat pahala yang kita dapatkan dari sana?

Ketika tim kesayangan Anda menang, apakah Anda mendapatkan hadiah dari mereka?

Ketika tim kesayangan Anda kalah, Anda kesal dan geram dalam perkara yang tidak ada sebab-sebab syar’inya.

Sungguh merugi saudaraku. Hati kita dipermainkan dan dijadikan lalai terhadap banyak kebaikan-kebaikan. Saya tidak mengatakan tidak boleh. Tapi waspadalah. Orang yang berhati-hati dalam agamanya berusaha agar jangan sampai itu menjerumuskan ia kepada perkara yang tidak diridhoi oleh Allah.

Kalau ternyata pintu ini masih kuat juga. Maka setan akan menyeret kepada pintu yang keenam. Yaitu dijadikan ia menganggap remeh amalan-amalan yang lebih utama dan disibukkan dengan amalan yang tidak lebih utama.

6. SIBUK KEPADA AMAL YANG TIDAK LEBIH UTAMA
Ada orang yang sangat perhatian kepada shalat tahajud namun shalat berjama’ah subuhnya ia tinggalkan. Ada orang yang dia sangat memperhatikan dzikir setelah subuh sampai terbit matahari, tapi ia lalaikan kewajiban dirinya. Demi mengejar yang sunnah, ia tinggalkan yang wajib. Ini pun termasuk talbis iblis.

Maka hati-hatilah. Waspadalah saudaraku sekalian..

Kita berusaha untuk terus mempelajari apa pintu-pintu iblis dan apa yang menjadi hal yang empuk untuk digunakan oleh setan menggoda manusia.

إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٥٦﴾

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
إنك سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعوَات، فَيَا قَاضِيَ الحَاجَات
اللهُمَّ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوابُ الرَّحِيم
اللهُمَّ تَقَبَّل اَعْمَالُنَا يَارَبَّ العَالَمِين
اللهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ تَّوَّبِين
اللهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ شَّاكِرِين
اللهُمَّ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوابُ الرَّحِيم

عباد الله:

إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾
فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر.

https://www.radiorodja.com/31407-enam-langkah-iblis-dalam-menyesatkan-manusia/

SHOLAT BERJAMAAH DENGAN SHOF RENGGANG

Shalat Berjamaah Dengan Shaf Renggang

Dalam rangka mencegah penularan wabah, sebagian masjid yang mengadakan shalat berjama’ah mengatur shaf shalat agar berjauhan antara satu orang dengan lainnya. Semisal jarak satu orang dengan yang lain sejauh 1 meter atau sekitar itu. Bagaimana hukum mengerjakan shalat dengan cara demikian?

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam masalah ini. Sebagian melarangnya dan sebagian membolehkannya. Kita simak fatwa mereka berikut ini.

Fatawa para ulama yang melarang

Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad
Soal:

Di sebagian Masjid orang-orang mengerjakan shalat dengan keadaan satu orang dengan yang lain terdapat celah sekitar satu atau dua meter. Mereka mengklaim hal tersebut dilakukan untuk mencegah penularan penyakit. Bagaimana hukum shalat dengan cara seperti itu?

Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah menjawab:

لا تصح الصلاة ويعتبرون أفراداً كما لو صلوا منفردين

“Shalat berjamaah dengan cara seperti itu, hukumnya tidak sah. Mereka dianggap seperti shalat secara sendiri-sendiri sebagaimana jika mereka melakukan shalat seorang diri”

(Hal ini ditanyakan kepada beliau pada kajian kitab al-Muwaththa’ hari Sabtu, 19 Rajab 1441 H / 14 Maret 2020)

Fatwa Syaikh Ali Abu Haniyyah
Beliau mengatakan:

مما رأيته وسئلت عنه مرارا هذه الليلة صلاة التراويح هذه التي أداها بعض المصلين في ساحة مواقف سيارات في مدينة يافا المحتلة وعلى هذه الهيئة..

فأقول:

١. صلاة التراويح شعيرة ظاهرة تصلى في المساجد كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم وأحياها عمر الفاروق رضي الله عنه، وأما تعمد إحيائها في الساحات والمواقف بهذه الصورة مع التسليم بغلق المساجد فهذا خلاف المقصود.

٢. أرى البعض يحاول الفرار من البيوت وصلاة التراويح فيها جماعة بالأهل، والبحث عن جماعة هنا أو هناك ليندس فيها، ولا أرى ذلك إلا تقصيرا في حق اهل بيته من جهة، وعدم ارتباط كثير من المسلمين بالقرآن وحسن تلاوته من جهة أخرى. 

٣. هذه الصلاة العجيبة في هذا الزمن العجيب غير مشروعة من حيث اعتبارها صلاة جماعة وهيأتها هذه غير واردة في السنة بل وصفها إلى البدعة أقرب منه إلى السنة.

٤. ذهب بعض أهل العلم إلى أن هؤلاء المصلين يُعدّون فرادى لا جماعة لتباعدهم وعدم تراصهم ولا تسوية صفوفهم..

٥. مع قولنا بعدم المشروعية إلا أننا لا نستطيع القول ببطلان هذه الصلاة لوجود من يفتي من أهل العلم بجوازها ولكننا نقول: الصلاة في البيوت خير منها.

والله أعلم

نسأل الله أن يوفق جميع المسلمين لما يحب ويرضى..

 علي أبو هنية المقدسي

١ رمضان ١٤٤١هجري

أيام حصار كورونا

 

Terkait dengan apa yang aku lihat dan ditanyakan kepadaku berulang kali malam ini, tentang shalat tarawih yang dilaksanakan sebagian orang di lahan parkir sebagaimana yang diadakan di kota Jaffa dengan tata cara demikian, maka saya nyatakan:

1. Shalat tarawih adalah syiar yang nyata yang dilaksanakan di masjid sebagaimana dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan dihidupkan kembali oleh Umar Al Faruq radhiallahu’anhu. Maka mengadakannya di tempat parkir dengan sengaja, karena ditutupnya masjid-masjid, ini bertentangan dengan tujuan awalnya.

2. Saya melihat sebagian orang yang pergi dari rumahnya sehingga tidak melaksanakan shalat tarawih bersama keluarganya di rumah, lalu kemudian mencari-cari jama’ah shalat tarawih di sana-sini untuk diikuti. Pertama, yang saya lihat ini adalah sikap taqshir (lalai) terhadap hak keluarga di rumah. Kedua, ini cerminan sikap kurangnya menyibukkan diri dengan Al Qur’an dan membacanya dengan baik

3. Tata cara shalat yang aneh seperti ini diwaktu yang ajib (yaitu masa krisis), tidaklah disyariatkan jika dipandang sebagai shalat berjama’ah. Dan tata cara seperti ini tidak terdapat dalam Sunnah. Bahkan mensifatnya sebagai kebid’ahan lebih dekat daripada sebagai Sunnah.

4. Sebagian ulama memandang bahwa orang yang shalat dengan cara demikian, dianggap sebagai shalat sendirian bukan shalat berjama’ah, karena jama’ahnya saling berjauhan dan tidak merapatkan shaf serta tidak meluruskannya.

5. Ketika saya menyatakan hal ini tidak disyariatkan, di sisi lain saya tidak mampu mengatakan bahwa shalat seperti ini tidak sah karena adanya sebagian ulama yang memfatwakan bolehnya shalat dengan cara seperti ini. Namun saya nyatakan, shalat di rumah lebih baik daripada shalat dengan cara seperti ini.

Semoga Allah ta’ala memberikan taufik untuk kaum Muslimin kepada perkara yang Allah cintai dan Allah ridhai

Ali Abu Haniyyah Al Maqdisi

1 Ramadhan 1441H

Di masa-masa isolasi corona

Sumber: https://web.facebook.com/aliabuhaniya/posts/2654307008174041

Fatwa Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi
Beliau menjelaskan:

في مسألة صلاة الجماعة في المساجد-مُتباعدين- بسبب (وباء الكورونا)-:

نحن بين قولين اشتهرا-كطرفَي نقيض-:    ١-مَن توسّع في الجواز!  ٢-ومَن ضيّق بالبطلان!

وكلاهما فيه نظرٌ-عندي-!

ومنذ طُرحت هذه المسألة-ومِن اللحظة الأولى-توسّطتُ القولَ-ولله الحمد-: فأفتيتُ بصحّة الصلاة، مع مخالفة فعل التباعُد لواجب التراصّ، وضبط الصفوف.

وقد أفتى شيخُنا العلامةُ الجليل عبدالمحسن العباد البدر-حفظه الله ورعاه-في حكم الصلاة-مع هكذا تباعُد-:

أنها صلاة فُرادى.

…اللهمّ أذهِب عن هذه الأمّةِ الوباء والبلاء وكلَّ داء.

“Dalam masalah shalat jama’ah di masjid dengan shaf renggang karena sebab wabah corona, maka kami berada di antara dua pendapat yang masyhur: 1. orang-orang yang bermudah-mudah membolehkan, dan 2. yang mempersempit masalah ini hingga menyatakan batalnya shalat tersebut. Kedua pendapat ini tidak tepat menurut saya.

Sejak munculnya masalah ini pertama kalinya, maka saya bersikap pertengahan -walhamdulillah-. Saya berpendapat shalat yang demikian tetap sah, namun terdapat mukhalafah (kekeliruan) karena renggangnya shaf padahal merapatkan shaf itu wajib dan wajib pula merapikan shaf. 

Dan guru kami, Syaikh Al Allamah Abdul Muhsin Al Abbad, telah memfatwakan bahwa shalat yang demikian dianggap shalat sendirian.

Ya Allah, hilangkanlah bencana, wabah dan setiap penyakit dari umat ini…”

Sumber: https://t.me/alhalape/5648 

Fatawa para ulama yang membolehkan

Fatwa Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili
Beliau mengatakan:

يسأل المسلمون في البلدان التي يسمح فيها بالصلاة في المساجد بشرط التباعد بين المصلين عن حكم الصلاة في تلك الحال، والجواب أن الأصل تراص الصفوف وعندالجمهور تكره الصلاة في الصف المتقطع والحاجة تسقط الكراهة،وهذه الجائحة حاجةشديدةفتجوز الصلاة مع التباعد بشرط أن يكون في الصف أكثرمن واحد

“Kami ditanya tentang kaum Muslimin di negeri-negeri yang masih membolehkan shalat di masjid (di masa wabah) dengan syarat shafnya renggang berjauhan, bagaimana hukum shalat dengan kondisi demikian? Jawaban kami, hukum asalnya shalat itu dengan merapatkan shaf. Menurut jumhur ulama, makruh hukumnya shalat yang terputus shafnya. Sedangkan adanya hajat menggugurkan kemakruhan. Dan adanya kebutuhan untuk itu di masa ini, sangat mendesak sekali. Maka boleh shalat dengan shaf renggang berjauhan dengan syarat dalam satu shaf ada lebih dari satu orang” 

Sumber: https://twitter.com/solyman24/status/1254473430956683270

Fatwa Syaikh Sa’ad Asy Syatsri
Beliau mengatakan:

“Tidak diragukan, upaya pencegahan penyakit untuk menjaga nyawa dan menghentikan penyebaran penyakit merupakan perkara taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla. Namun demikian, merapatkan shaf adalah perkara yang disyariatkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ، ولا تذروا فرجات للشيطان 

“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan” (HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Namun perintah merapatkan shaf ini tidak sampai wajib namun sifatnya mustahab (sunnah) menurut jumhur ulama. Oleh karena itu, kami memandang shaf yang renggang tidak berpengaruh pada keabsahan shalat. Lebih lagi ketika ada udzur yang membutuhkan adanya jarak.

Dan jumhur ulama dari kalangan ulama 4 madzhab menyatakan bahwa merapatkan shaf tidak wajib, mereka berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

سوُّوا صفوفَكم فإنَّ تسويةَ الصَّفِّ مِن تمامِ الصَّلاةِ

“Luruskanlah shaf kalian karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat” (HR.  Bukhari no.723, Muslim no.433)

Menunjukkan bahwa perkara meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya mustahab bukan termasuk rukun atau wajib shalat. Karena yang disebut تمامِ (penyempurna) dari sesuatu artinya itu adalah perkara tambahan dari asalnya. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

وأَقِيمُوا الصَّفَّ في الصَّلَاةِ، فإنَّ إقَامَةَ الصَّفِّ مِن حُسْنِ الصَّلَاةِ

”Luruskanlah shaf dalam shalat, karena lurusnya shaf dalam shalat adalah bagian dari bagusnya shalat” (HR. Bukhari no. 722, Muslim no.435).

Menunjukkan bahwa merapikan shaf itu sunnah tidak wajib. Karena andaikan itu wajib maka tidak disebut “bagian dari bagusnya shalat”. Karena unsur bagus dari sesuatu berarti unsur tambahan dari sesuatu tersebut. 

Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Anas bin Malik:

ما أَنْكَرْتُ شيئًا إلَّا أنَّكُمْ لا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ

“Tidaklah ada yang aku ingkari dari kalian, kecuali satu hal yaitu kalian tidak meluruskan shaf” (HR. Bukhari no.724).

Namun Rasulullah tidak memerintahkan beliau untuk mengulang shalat. Ini menunjukkan bahwa merapatkan shaf bukan perkara wajib. Dan meninggalkannya tidak berpengaruh pada keabsahan shalat. Sebagaimana ini pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf, ini juga pendapat imam 4 madzhab. Yang berpendapat wajib adalah Imam Ibnu Hazm Az Zhahiri yang ia menyelisihi para fuqaha. Oleh karena itu penerapan shaf renggang dalam shalat jama’ah tidak berpengaruh pada keabsahan shalat”.

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=GZeU-qZDr4U

Fatwa Syaikh Musthafa Al Adawi
Soal:

Apakah boleh shalat berjama’ah dengan shaf renggang karena ada wabah corona? Semisal antara setiap orang berjarak 1 meter?

Beliau menjawab:

 تجوز مع عندنا نصوصا لكن الضرورة تجوز المحظورة

“Hal ini dibolehkan walau ada nash-nash (yang memerintahkan untuk merapatkan), namun kondisi darurat membolehkan yang tidak dibolehkan”

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=ACQcdHERDRs

Fatwa Syaikh Utsmain Al Khamis
Beliau mengatakan: 

“Jika pemerintah mengizinkan untuk mengadakan shalat Jum’at yang dihadiri sepuluh orang misalnya yang posisinya saling berjauhan. Dengan asumsi berpegang pada pendapat bahwa shalat Jum’at sah dengan minimal tiga orang atau dua orang, tidak sampai 40 orang. Maka kita katakan, silakan hadiri, dengan posisi saling berjauhan dan mengupayakan berbagai sarana pencegahan (penyebaran wabah). 

Perkaranya kembali kepada izin pemerintah. Jika pemerintah mengizinkan untuk mengadakan shalat jum’at dengan tata cara seperti ini maka ini tidak mengapa”.

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=FT-pK7Yau3U

Sebab perbedaan pendapat
Jika kita mengamati dengan cermat penjelasan para ulama di atas, sebab adanya perbedaan pendapat mengenai masalah ini berputar pada dua perkara:

1. Apakah merapatkan shaf itu wajib ataukah sunnah?

2. Andaikan wajib, apakah adanya wabah menjadi udzur untuk menggugurkan perkara yang wajib?

Ulama yang membolehkan shalat dengan shaf renggang di masa wabah, mereka berpegang pada pendapat jumhur ulama bahwa merapatkan shaf tidaklah wajib. Sebagaimana ini dijelaskan dengan sangat terang oleh Syaikh Sa’ad Asy Syatsri dan Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili di atas. Atau, andaikan wajib maka kewajiban ini gugur dengan adanya udzur berupa kondisi wabah, sebagaimana zahir dari fatwa Syaikh Musthafa Al ‘Adawi. 

Sedangkan ulama yang melarang shalat dengan shaf renggang berpegang pada pendapat bahwa merapatkan shaf hukumnya wajib. Dan tidak ada udzur untuk mengugurkan kewajiban ini, mengingat terdapat dalil-dalil yang membolehkan untuk shalat di rumah ketika ada masyaqqah (kesulitan), sehingga shalat tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengugurkan kewajiban shalat.

Hati kami lebih tenang pada pendapat yang pertama, yang melarang tata cara shalat dengan shaf renggang. Namun tetap berkeyakinan bahwa shalat seperti itu sah. Mengingat dalil-dalil yang zahirnya menunjukkan kewajiban merapatkan shaf. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

اقيمو صفوفكم وتراصوا, فانيِّ اراكم من وراء ظهري

“luruskan shaf kalian dan hendaknya kalian saling menempel, karena aku melihat kalian dari balik punggungku” (HR. Al Bukhari no.719).

dalam riwayat lain, terdapat penjelasan dari perkataan dari Anas bin Malik,

كان أحدُنا يَلزَقُ مَنكِبَه بمَنكِبِ صاحبِه، وقدمَه بقدمِه

“Setiap orang dari kami (para sahabat), merapatkan pundak kami dengan pundak sebelahnya, dan merapatkan kaki kami dengan kaki sebelahnya” (HR. Al Bukhari no.725).

Dan wajib menempelkan kaki dengan kaki orang disebelahnya, serta pundak dengan pundak di sebelahnya. Inilah hakekat merapatkan shaf. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ، ولا تذروا فرجات للشيطان ومن وصل صفا وصله الله ومن قطع صفا قطعه الله

“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan. Barangsiapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya. Barangsiapa yang memutus shaf, Allah akan memutusnya” (HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Imam Al Bukhari rahimahullah. Dalam Shahih-nya, membuat judul bab:

بَاب إِلْزَاقِ الْمَنْكِبِ بِالْمَنْكِبِ وَالْقَدَمِ بِالْقَدَمِ فِي الصَّفِّ  وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ

“Bab menempelkan pundak dengan pundak dan kaki dengan kaki dalam shaf. An Nu’man bin Basyir berkata: aku melihat seorang di antara kami menempelkan pundaknya dengan pundak sahabatnya”.

Dan ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah. Dan juga mengingat ijma’ ulama tentang bolehnya meninggalkan shalat jama’ah ketika ada masyaqqah, dan shalat di rumah. Sehingga tidak perlu menggugurkan kewajiban merapatkan shaf. Dan juga mengingat tidak terdapat dalil kuat terhadap tata cara shalat dengan shaf renggang demikian dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam atau pun para salaf.

Namun ini adalah masalah khilafiyah ijtihadiyyah yang longgar, yang para ulama pun berlonggar-longgar menyikapinya. Sehingga kita pun hendaknya bersikap longgar sebagaimana longgarnya para ulama. Kita bertoleran kepada orang lain yang beda pendapat dalam masalah ini, dan tidak mengingkari praktek shalat dengan shaf renggang, karena dikuatkan oleh banyak fatawa para ulama Ahlussunnah.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

✍ Penulis : Yulian Purnama
🌏 Web: Muslim.or.id
🚀 Channel Telegram : https://t.me/nugrahabookstore